Imbas Suku Bunga Naik - Total Emisi Obligasi Ditaksir Turun 13,04%

NERACA

Jakarta – Buntut dari kenaikan suku bunga sebagai reaksi meredam gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, memaksa beberapa emiten menunda menerbitkan obigasi dan diperkirakan total nilai emisi obligasi pada tahun ini hanya mencapai Rp140 triliun atau turun 13,04% dibanding tahun 2017 yang tercatat sebesar Rp161,36 triliun.

Presiden Direktur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Salyadi Syahputra mengatakan, total emisi obligasi yang telah diterbitkan mencapai Rp100 triliun dan pihaknya saat ini masih memegang mandat pemeringkatan efek bersifat utang Rp30 triliun hingga Rp40 triliun.”Jadi sampai akhir tahun hanya mencapai Rp140 triliun. Kita perkirakan tahun ini tidak bisa lebih tinggi dari tahun lalu,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Dirinya menjelaskan, penurunan minat penerbitan obligasi disebabkan kenaikan biaya penerbitan, khususnya naiknya bunga obligasi yang ditawarkan kepada investor. Dari awal tahun saja, rata-rata kenaikan bunga obligasi mencapai 1,5% hingga 2%. Sehingga, menurutnya, penerbitan obligasi didominasi oleh emiten-emiten obligasi dengan peringkat di atas idA dan umumnya diterbitkan oleh emiten obligasi yang telah rutin menerbitkan obligasi.“Paling hanya satu dua emiten obligasi baru,” kata dia.

Sebelumnya, lanjut dia, total obligasi yang gagal diterbitkan hingga saat ini mencapai Rp20 triliun. Pembatalan itu dikarenakan Pefindo menyematkan peringkat obligasi dibawah IdA dan merupakan emiten obligasi pendatang baru. Pasar obligasi sendiri diproyeksikan pelaku pasar akan dibuka bervariatif pada perdagangan Selasa (18/9), meskipun secara teknikal pasar obligasi seharusnya diperkirakan masih menguat.

Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa apabila sentimen luar lebih besar, tentu hal ini akan mendorong pasar obligasi untuk terkontaminasi mengikuti pelemahan. Nico menilai, beberapa negara sepertinya mulai akan mengadopsi kebijakan ketat. Setelah sebelumnya Rusia, Bank Sentral Thailand sepertinya akan mengikuti langkah yang sama dalam pekan ini.

Masih defisitnya Neraca Perdagangan juga mendorong pasar modal mengalami pelemahan, meskipun lebih rendah dari bulan sebelumnya. Implikasinya adalah rupiah menjadi melemah yang ditambah oleh tekanan dari kenaikan suku bunga The Fed pada pekan depan."Kehati-hatian merupakan hal yang terpenting saat ini, apalagi di tengah tengah kenaikkan tingkat suku bunga berbagai negara. Kami merekomendasikan hold," katanya.

BERITA TERKAIT

Manfaatkan Google Classroom - Agar Hasil Belajar Online Lebih Maksimal

Dunia pendidikan kini banyak memanfaatkan Google Classroom. Aplikasi yang berfungsi untuk membagikan tugas kepada siswa, memulai diskusi dengan siswa, dan…

Divestasi Tol Semarang-Demak - PTPP Sebut Dua Investor Strategis Berminat

NERACA Jakarta – Dalam rangka upaya penyehatan keuangan, efisiensi dan juga perkuat struktur modal, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) tengah…

Teladan Prima Agro Bagi Dividen Rp158,77 Miliar

NERACA Jakarta- Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Teladan Prima Agro Tbk. (TLDN) menyetujui untuk membagikan dividen sebesar Rp158,77…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Manfaatkan Google Classroom - Agar Hasil Belajar Online Lebih Maksimal

Dunia pendidikan kini banyak memanfaatkan Google Classroom. Aplikasi yang berfungsi untuk membagikan tugas kepada siswa, memulai diskusi dengan siswa, dan…

Divestasi Tol Semarang-Demak - PTPP Sebut Dua Investor Strategis Berminat

NERACA Jakarta – Dalam rangka upaya penyehatan keuangan, efisiensi dan juga perkuat struktur modal, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) tengah…

Teladan Prima Agro Bagi Dividen Rp158,77 Miliar

NERACA Jakarta- Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Teladan Prima Agro Tbk. (TLDN) menyetujui untuk membagikan dividen sebesar Rp158,77…