Untuk Kepentingan Rakyat atau Menghitung Investasi?

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, mahalnya mahar politik menjadi anggota legislatif baik ditingkat daerah sampai ke pusat menjadikan mereka setelah menjabat dalam mengambil kebijakan tidak pernah mementingkan kepentingan publik tapi lebih pada kepentingan pribadi ataupun golongan. “Mentalitas anggota dewan di kita setelah menjabat tidak berpikir bagaimana mensejahterakan rakyat. Tapi, bagaimana mengembalikan investasi yang sudah mereka keluarkan saat pemilihan,” katanya saat dihubungi Neraca.

Maka dari itu, sambung Enny lagi, banyak sekali para wakil rakyat kesandung masalah kasus korupsi, baik yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) maupun pengembangan kasus yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Maraknya wakil rakyat terseret kasus korupsi bahkan yang kena OTT KPK, menjadi bukti bahwa selama ini wakil rakyat baik daerah maupun pusat tidak mengemban amanah dari rakyat yang memilihnya. Tapi hanya memikirkan pribadi sama partai yang menaunginya. Kepentingan publik tidak pernah mereka suarakan, apalagi memikirkan nasib rakyat.  Mereka hanya lantang mensuarakan kepentingan golongan dengan mengatasnamakan rakyat, ” sambungnya.

Oleh karenanya, lanjut Enny lagi, partai harus ramping, dibiayai oleh Negara. Wakil rakyat bukan menjadi subsidir partainya. Tapi mereka orang yang harus benar-benar duduk mengemban tanggung jawab, amanah, serta menyuarakan dan memikirkan nasib rakyat. Janji mereka yang selalu ingin mensejahterakan rakyat bukan hanya keluar dari mulut atau terpampang dalam stiker, spanduk, ataupun baliho pada masa kampanye. Tapi memang ada dalam diri mereka karena berpikir menjabat karena rakyat.

“Melihat banyak kasus korupsi yang menjerat anggota dewan mereka beralasan untuk membiaya acara suatu partai. Jadi memang selama ini partai politik di Indonesia hidup karena dapat subsidi dari para kadernya yang menjabat atau duduk baik di daerah maupun pusat,” lanjutnya.

Pantas saja, menurut Enny, banyak sekali bantuan-bantuan pemerintah yang tidak sampai ke tangan rakayat. Banyak sekali proyek-proyek yang anggarannya di mark up karena dikendalikan oleh anggota dewan. “Bagaimana Indonesia mau maju dan rakyatnya sejahtera. Semua bantuan tidak pernah sampai ke tangan yang membutuhkan. Proyek pembangunan anggarannya disunat karena dikendalikan oleh para wakil rakyat,” tandasnya.

Sementara Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa dana ideal calon anggota legislatif (Caleg) yang harus dipersiapkan untuk berlaga dalam dalam pileg yaitu minimal Rp2 miliar per orang untuk bisa memenangi pemilu legislatif. Alokasi dana tersebut digunakan untuk biaya transportasi, pertemuan-pertemuan, amplop-amplop yang akan diberikan kepada konstituen atau berbagai keperluan lainnya, bahkan bisa juga digunakan untuk mendapatkan nomor urut di partai politik yang bersangkutan.”Sumber dana yang diperoleh oleh para caleg ini bisa berasal dari partai politiknya dan kalangan swasta atau pengusaha. Selain itu juga sumber dana diperoleh dari kantong masing-masing caleg tersebut,” kata dia melalui sambungan telepon, Rabu malam (5/9).

Oleh karenanya mahalnya ongkos politik ini sangat mengkuatirkan apabila mereka (caleg) terpilih dalam pemilu yang akan datang dikarenakan bisa berdampak maraknya aksi korupsi di kalangan dewan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lanjut dia, harus mengusut tuntas mahalnya ongkos politik tersebut dikarenakan bisa menimbulkan aksi korupsi di masa yang akan datang, kalau bisa KPK menyelidiki ongkos politik caleg dalam proses pencalonan di Pemilu nanti.

”Kita lihat aja sekarang, banyaknya anggota legislatif yang melakukan korupsi. Hal ini bisa dikaitkan dengan biaya atau ongkos politik anggota legistatif tersebut dalam mencalonkan sebagai anggota legislatif,” kata dia.

Sekarang ini, kata dia, caleg yang akan bertarung dalam perhelatan Pemilu yang akan datang tidak mementingkan bagaimana berkontribusi kepada masyarakat dan membeberkan ideologi bangsa yang baik, melainkan lebih mementingkan bagaimana mendulang suara pada pemilu dengan cara memperkuat logistik (dana) yang besar dan memiliki jaringan yang kuat.”Mereka (caleg) lebih mementingkan memperkuat logistik dan jaringan yang kuat untuk mendulang suara dalam pemilu demi menduduki kursi legislatif,” ungkap Uchok.

Kemudian Uchok menilai, sumber dana besar yang digelontorkan calon anggota legislatif (caleg), disinyalir diberikan kepada penyelenggara pemilu. Para caleg yang menyetorkan uangnya ke penyelenggara pemilu, karena lebih mempercayai kemenangan sebagai caleg oleh penyelenggara pemilu, dan bukan percaya kepada rakyat.

“Saat ini banyak orang yang ingin menjadi penyelenggara pemilu. Dengan adanya indikasi para caleg memberikan dana besar kepada penyelenggara pemilu maka banyak orang berbondong-bondong untuk menjadi penyelenggara pemilu. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kan banyak yang dari aktivis-aktivis,” ujar dia.

Dia pun berpesan kepada penegak hukum seperti KPK untuk menindaklanjuti mahalnya biaya poltik para caleg tersebut untuk meminimalisir aksi korupsi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Para caleg seharusnya tidak semata-mata memikirkan mengenai berapa dana yang harus dikeluarkan untuk menjadi anggota legislatif, melainkan bagaimana memikirkan visi dan misi yang akan diusung dalam pemilu nanti dan diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

“Kita harapkan pemilu yang akan datang khususnya pemilu legislatif memunculkan sosok anggota perwakilan rakyat yang bisa memberikan andil besar kepada masyarakat Indonesia,” tambah dia.

 

Menyangkal Mahal

 

Sedangkan anggota DPR dari Partai Demokrat Azam Azman mengatakan proses pencalonan legislatif melalui proses penjaringan yang mana partai lain juga menerapkan hal yang sama. "Kalau di Demokrat, ada tim khusus yaitu Badan Pembinaan, Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) yang akan menyeleksi dan membina kader kader partai yang mumpuni untuk maju di pemilihan legislatif," kata Azam saat dihubungi Neraca.

Azam menyangkal ongkos politik untuk maju untuk mendapatkan kursi di Senayan sangatlah mahal. Menurut dia, uang bukanlah satu-satunya cara agar bisa mulus mendapatkan kursi di DPR melainkan elektabilitas seseorang di daerah pemilihan. "Ketika orang tersebut sudah dikenal oleh calon pemilihnya maka saya kira uang bukanlah segalanya. Percuma ketika ada uang tapi tak dikenal di daerah pemilihannya," katanya.

Tak hanya calon legislatifnya yang terkenal namun juga partai pengusungnya juga mendapatkan perhatian dari para pemilih. Ketika mengikuti Pileg di 2004, ia mendapatkan suara sekitar 25 ribu. Sementara di 2009, suara Azam yang ada di dapil III Jawa Timur ini membengkak menjadi 50 ribu suara dan di 2014 lalu menurun lagi menjadi 20 ribu. "Saya rasa hal itu karena figur atau tokoh partai yang menjadi kendaraannya. Partai Demokrat saat itu punya SBY dan kini punya AHY. Jadi figur itu penting dalam mendulang suara," sebutnya.

Mahar politik juga menurut dia tak pernah terjadi di Partai Demokrat. "Kami selaku calon legislatif tak pernah memberi dana ke partai dan partai pun tak pernah memberi dana ke caleg. Jadi mahar politik itu tak ada," sanggahnya. Ia pun tak menyangga bahwa perlu keluar uang untuk membantu masyarakat untuk mempermudah aktifitasnya, seperti membangun jalan ataupun sarana ibadah. "Dananya bisa dari pribadi atau dana lingkungan. Asal jangan sampai melanggar aturan dan undang-undang," tukasnya. (bari, agus, mohar, rin)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…