Fayakhun Didakwa Terima Suap 911.480 Dolar AS

Fayakhun Didakwa Terima Suap 911.480 Dolar AS

NERACA

Jakarta - Anggota Komsi I DPR dari fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap 911.480 dolar AS dari pengusaha karena mengusahakan alokasi penambahan anggaran di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Terdakwa Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 menerima seluruhnya sebesar 911.480 dolar AS yang telah dijanjikan sebelumnya dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah agar mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Bakamla untuk proyek pengadan satelit moniotring dan 'drone' APBNP 2016," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/8).

Pemberian uang itu diawali dengan pertemuan antara Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, staf operasional PT Merial Esa M Adami Okta dan staf khusus Bakamla Ali Fahmi Al Habsy di kantor PT Merial Esa. Ali Fahmi menawarkan proyek di Bakamla kepada PT Merial Esa dan ditanggapi bahwa perusahaan itu adalah agen pabrikan Rohde and Schwarz Indonesia untuk alat komuniasi khusus. Ali Fahmi pun meminta "commitment fee" sebesar 15 persen dari nilai pagu proyek.

Sekitar April 2016, Fayakhun bertemu dengan Ali Fahmi di Bakamla dan meminta agar Fayakhun mengupayakan usulan penambahan alokasi anggaran dalam APBNP 2016 dengan imbalan "fee" sebesar 6 persen dari nilai anggaran.

Selain Ali Fahmi, Direktur PT Rohde and and Schawrz Indonesia Erwin Arief juga meminta pengupayaan yang sama pada April 2016 yang nantinya akan dikerjakan oleh Fahmi Darmawansyah serta dijanjikan tambahan "fee" dari Fahmi untuk Fayakhun."Selanjutnya Fayakhun aktif melakukan komunikasi dengan Fahmi Darmawansyah melalui perantaraan Erwin Arief dan M Adami Okta melalui aplikasi 'whatsapp' yang dikirim terdakwa kepada Erwin Arief dan selanjutnya diteruskan kepada M Adami Okta dan diteruskan lagi kepada Fahmi Darmawansyah, demikian sebaliknya," tambah jaksa Ikhsan.

Atas perbuatannya itu Fayakhun didakwa dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Terhadap dakwaan itu, Fayakhun tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi)."Terhadap surat dakwaan walau secara substansi dan fakta ada yang harus diluruskan tapi menurut hemat kami akan dilakukan di pembuktian sehingga kami tidak akan mengajukan eksepsi," kata penasihat hukum Fayakhun.

Sidang dilanjutkan pada Senin, 27 Agustus 2018.

Terkait perkara ini, sudah ada beberapa orang yang dijatuhi vonis yaitu mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dihukum 4 tahun 3 bulan penjara, mantan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo divonis 4,5 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan militer, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasal divonis 4 tahun penjara, Fahmi Darmawansyah divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara, Adami dan Hardy divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan subsider 6 bulan kurungan bahkan sudah bebas dari penjara. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…