Kesenjangan Barat-Timur RI Tak Bisa Segera Berakhir

Oleh: Sarwani

NKRI Harga Mati !!! yel yel  ini sering kita dengar sebagai reaksi atas munculnya gerakan separatisme atau ancaman terhadap kebhinekaan, seolah-olah dengan meneriakkan yel yel itu gejolak bisa diredam tanpa melihat akar masalah mengapa muncul sikap atau keinginan untuk memberontak, melepaskan diri dari pusat kekuasaan di Jawa.

Kesatuan hanya dalam makna bahwa sebagai anak bangsa kita tinggal dalam satu wilayah negara kesatuan RI, namun dalam banyak hal kita tidak satu, terutama yang menyangkut kesejahteraan ekonomi. Jawa dan luar Jawa, Indonesia bagian barat dan timur.

Sejak dulu hingga sekarang uang tetap lebih banyak beredar di Jawa, lebih khusus lagi di Jakarta dan sekitarnya. Pendidikan terbaik ada di Jawa. Pusat kesehatan terbaik ada di Jawa. Industrialisasi mayoritas terletak di Jawa. Jumlah penduduk terbesar di Jawa.

Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional membeberkan ketimpangan yang ada. Pertumbuhan ekonomi dalam dua dekade terakhir masih terkonsentrasi di wilayah barat, dengan sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 80 persen. Dua pulau di bagian barat Indonesia, yakni Jawa dan Sumatera memberikan kontribusi masing-masing 58 persen dan 22 persen.

Saking dalamnya jurang perbedaan tersebut, tidak bisa diseimbangkan dalam jangka waktu panjang sekalipun. Perhitungan Bappenas, hingga 2045 peran Jawa dalam pembentukan PDB masih tetap tinggi sekitar 53 persen. Perhitungan ini pun bisa meleset, dalam arti Jawa masih tetap tinggi peranannya dalam pertumbuhan ekonomi nasional walaupun luasnya hanya sekitar 7 persen dari seluruh daratan Indonesia. 

Bukan dalam pertumbuhan ekonomi saja yang timpang, Indeks Pembangunan Manusia di wilayah barat Indonesia lebih baik dari wilayah timur dengan skor 71,19 berbanding dengan 67,36. Belum lagi infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, air bersih, jaringan komunikasi wilayah timur sangat jauh tertinggal, bisa dikatakan seperti bumi dan langit. Ketika datang ke wilayah timur seperti berada di dunia yang berbeda.

Cetak biru pembangunan nasional secara periodik ditinjau, disusun, diperbarui, dan dianggarkan. Berbagai nama dilekatkan pada program pembangunan mulai dari mulai GBHN, Repelita, RPJM, RPJP, hingga Nawa Cita, namun seperti tidak membekas di wilayah timur Indonesia. Orang timur lahir, besar, bersekolah, hingga sukses berkarir di Jawa, begitu pulang ke kampung halaman dia menemukan daerahnya tidak berubah. Kemana pembangunan nasional selama ini? Adakah yang salah dengan strategi pembangunan nasional?  Mengapa wilayah timur seperti dianaktirikan?

Ketimpangan ini perlu segera diatasi dan harus menjadi perhatian serius pemerintah. Diingatkan bahwa ketidakseimbangan ekonomi di wilayah timur Indonesia bisa memicu konflik sosial dan politik, bisa menjadi sumber pemberontakan. Beberapa daerah terdepan dan terluar di Indonesia bahkan merasa menjadi bagian negara lain karena kemudahan dan fasilitas yang mereka dapat.

Pemerintah menyatakan sudah menyiapkan rencana pembangunan jangka panjang agar wilayah timur bisa sejajar dengan wilayah barat.  Daerah luar Jawa akan dikembangkan untuk industri pengolahan seperti tekstil, otomotif dan industri turunan sumber daya alam.

Selain itu pengembangan daerah akan dirancang dalam enam wilayah pengembangan antara lain  Papua untuk basis pangan nasional dan sektor ekonomi berbasis sumber daya alam, Sulawesi untuk industri pangan. Kalimantan dikembangkan bagi industri pengolahan dan sumber energi nasional.

Mampukah program pembangunan tersebut memupus kesenjangan barat-timur? Berapa lama target pembangunan tersebut tercapai? Bagaimana dengan pembiayaan pembangunan yang memerlukan dana tidak sedikit? Dan yang tidak kalah penting kapan pembangunan itu dimulai? (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…