Pengawasan Perbankan dan Harga Komoidtas

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Pengawasan perbankan berkaitan erat dengan harga komoditas, apalagi jika negaranya sangat tergantung kepada komoditas. Ketergantungan itu bukan hanya karena banyak sector keuangan banyak memberikan kredit kepada sector yang memproduksi komoditas tetapi harga komoditas juga mempengaruhi nilai tukar mata uang dan deficit anggaran belanja maupun neraca berjalan.  Fluktuasi kurs nilai tukar mata uang biasanya disebabkan oleh gejolak aktual moneter sebagaimana juga halnya dengan ekspektasi pasar terhadap gejolak moneter yang disebabkan oleh perubahan dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, suku bunga, rancangan anggaran dan defisit perdagangan atau surplus perdagangan, penggabungan dan akuisisi serta kondisi makro ekonomi lainnya yang ternyata disebabkan oleh harga komoditas.

Namun bank yang besar memiliki nilai lebih yang penting yaitu mereka dapat melihat arus pergerakan "pesanan" mata uang dari nasabahnya dan mereka dapat mengerak tingkat suku bunga setinggi-tingginya seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1980-an yang lalu. Mata uang diperdagangkan satu sama lainnya dan setiap pasangan mata uang merupakan suatu produk tersendiri seperti misalnya EUR/USD, USD/JPY, GBP/USD dan lain-lain. Dengan bantuan nilai tukar rupiah yang tetap maka bank-bank besar memberikan kredit valuta asing kepada perusahaan induknya sendiri. Faktor pada salah satu mata uang misalnya USD akan memengaruhi nilai pasar pada USD/JPY dan GBP/USD, ini adalah merupakan korelasi antara USD/JPY dan GBP/USD yang diabaikan oleh kebijakan nilai tukar tetap.

Sementara itu, ekonom yang tertarik dengan kenaikan keluaran jangka panjang akan mempelajari pertumbuhan ekonomi. Kemajuan teknologi, akumulasi mesin dan modal lainnya, serta pendidikan yang lebih baik dan modal manusia semuanya akan berujung pada keluaran ekonomi lebih besar di selama berjalannya waktu. Tetapi, keluaran tidak selalu naik secara konsisten dan pengawasan perbankan selalu diabaikan dalam model tersebut. Siklus bisnis bisa menyebabkan penurunan keluaran jangka pendek yang disebut resesi yang dapat menghantam kesehatan perbankan. Ekonom mencari kebijakan ekonomi makro yang bisa mencegah ekonomi anjlok ke jurang resesi dan akhirnya bisa memacu pertumbuhan jangka panjang dengan lebih cepat yang juga berpotensi menciptakan kredit bermasalah.

Dengan menaikan tingkat suku bunga atau menurunkan ketersediaan uang di dalam sebuah ekonomi akan menurunkan inflasi. Inflasi bisa mengakibatkan bertambahnya ketidakpastian dan konsekuensi negatif lainnya. Deflasi bisa menurunkan keluaran ekonomi. Bank sentral akan mengusahakan stabilnya harga untuk melindungi ekonomi dari akibat negatif atas fluktuasi harga. Perubahan di tingkat harga bisa disebabkan oleh berbagai macam factor termasuk dicabutnya subsidi harga komoditas akibat harga komoditas turun drastis. Teori kuantitas uang menyatakan bahwa pergerakan tingkat harga itu berhubungan langsung dengan penawaran uang.

Fluktuasi jangka pendek bisa juga berhubungan dengan faktor moneter, tetapi perubahan pada permintaan agregat dan penawaran agregat bisa juga mempengaruhi tingkat harga. Contohnya, penurunan di permintaan karena adanya resesi bisa mengakibatkan indeks harga yang rendah dan deflasi. Syok penawaran negatif, seperti krisis minyak, akan menurunkan penawaran agregat dan menyebabkan inflasi. Pengawasan perbankan, harga komoditas dan pengelolaan sector makroekonomi merupakan trisula yang tak terpisahkan. Dalam dunia pembuatan kebijakan praktis yang bertentangan dengan ekonomi sebagai disiplin akademis, eksperimen monetaris di Amerika Serikat dan Britania Raya pada awal tahun 1980 adalah puncak pengaruh anti-Keynesian.

Bentuk kuat monetarisme yang sedang diuji saat itu mengajarkan bahwa kebijakan fiskal tidak berdampak apapun, dan bahwa kebijakan moneter murni harus mencoba untuk menargetkan jumlah uang beredar dengan maksud untuk mengendalikan inflasi, tanpa mencoba untuk menargetkan suku bunga riil, ini sangat kontras dengan pandangan Keynesian bahwa kebijakan moneter harus menargetkan tingkat suku bunga, yang mampu mempengaruhi pengangguran. Monetarisme berhasil menurunkan inflasi, tetapi dengan tingkat pengangguran lebih dari sepuluh persen, menyebabkan resesi jatuh ke posisi terdalam di negara-negara tersebut sejak akhir Depresi Besar dan krisis utang yang sangat parah di negara berkembang.

Berlawanan dengan prediksi monetaris, hubungan antara jumlah uang beredar dan tingkat harga terbukti tidak dapat diandalkan dalam jangka pendek hingga jangka menengah. Prediksi monetaris lainnya yang tidak terbukti dalam praktiknya adalah bahwa perputaran uang tidak tetap konstan, malah faktanya menurun tajam. Federal Reserve Amerika Serikat mulai menambah cadangan uang melebihi ambang batas yang disarankan kaum Monetaris tanpa mempengaruhi inflasi, dan monetarisme ditinggalkan pada tahun 1984, dan Bank of England juga meninggalkan penargetan uang beredar sterling M3 pada Oktober 1985.

Sejalan dengan ditinggalkannya pendekatan monetarisme, perkembangan komoditas justru lagi marak-maraknya sementara harga minyak justru terjerembab. Misalnya di Indonesia  dimana perkebunan kakao mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao tercatat seluas 914.051 ha dimana 87,4 persen dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6 persen perkebunan besar negara serta 6,7 persen perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Kondisi itu seiring dengan, harga minyak dunia yang mencapai puncaknya pada tahun 1980 dengan harga 35 dolar per barrel jatuh pada tahun 1986 dari 27 dolar menjadi di bawah 10 dolar. Kelebihan pasokan minyak ini dimulai pada awal 1980-an sebagai akibat dari melambatnya kegiatan perekonomian di negara-negara industri (disebabkan oleh krisis pada 1970-an, terutama Krisis energi 1973 dan 1979), dan konservasi energi yang didorong oleh tingginya harga bahan bakar. Penyesuaian inflasi atas nilai riil minyak jatuh dari rata-rata 78,2 dolar pada 1981 ke rata-rata 26,8 dolar per barel pada 1986.

Pada saat inilah justru negara seperti Indonesia yang sangat tergantung pada minyak mengurangi pengawasan perbankannya secara struktural. Pemerintah membebaskan penyaluran kredit perbankan melalui pencabutan pagu suku bunga dan kredit, termasuk kredit-kredit khusus yang dikeluarkan Bank Indonesia sementara itu pengawasan perbankan tidak ditingkatkan. Hanya dengan modal sepuluh milyar rupiah sebuah bank sudah bisa didirikan. Itulah kesalahan fatal yang dilakukan oleh rejim Suharto yang tidak dilakukan oleh Mahathir. Tampak jelas bahwa turunnya harga komoditas mempengaruhi pengawasan perbankan di Indonesia! 

 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…