Skenario Indonesia di Antara Trump vs Dunia

 

Oleh: Gigin Praginanto, Pemerhati Kebijakan Publik

Dibawah presiden Trump,  Amerika mengubah peta ekonomi dunia karena mengubah para sekutunya menjadi seteru.  Kini Amerika menjadi seteru bersama. Bagi mereka, hanya satu kata untuk menghadapi perang dagang yang dikobarkan oleh Trump: lawan!

Cina yang dulu mau dikucilkan oleh Amerika dan sekutunya dengan membentuk Trans Pacific Partnership (TPP), kini malah tampil sebagai rekan paling potensial untuk menghadapi Trump. Apa boleh buat,  PDB Cina adalah kedua terbesar di dunia setelah Amerika. TPP sendiri ditinggalkan oleh Amerika kurang sepekan setelah Trump naik tahta, lalu memproklamirkan perang dagang dengan pemain utama TPP: Jepang,  Kanada,  Meksiko,  dan Korea Selatan.

Sekutu lain Amerika yang menjadi korban Trump adalah Uni Eropa,  G7 dan NAFTA) minus Amerika, dan dan BRIC (Brazil, Rusia, India,  Cina). Bila kini mereka merapatkan batisan,  ini tentu dilandasi kesadaran bahwa melawan negara superkuat seperti Amerika tak mungkin bisa dilakukan sendiri-sendiri.

Cina sudah mendemonstrasikan salah satu cara menghadapi Trump. Yakni menurunkan bahkan menghapus bea masuk impor kacang kedele dari India, Korea Selatan, Sri Lanka, Bangladesh, dan Laos. Langkah ini diharapkan menjadi pil pahit bagi Trump karena sepertiga dari tujuan ekspor kedele Amerika adalah Cina.

Nilai produk impor dari Amerika yang dibendung Cina dengan hambatan tarif (bea masuk tinggi) bernilai USD 34 milar. Sama dengan produk Cina yang dibendung oleh Amerika.  Dan Cina berjanji akan selalu mengimbangi Trump dalam perang tarif.

Suka atau tidak,  apa yang dilakukan Cina menjadi jalan terbaik bagi para korban proteksionisme Trump. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan yang sudah tidak lagi dipasok oleh Amerika,  mereka akan saling membuka pintu lebih lebar untuk barang ekspor rekan rekan senasib. Antara lain dengan dengan menurunkan atau bahkan membongkar habis hambatan tarif.

Idealnya Indonesia bisa memanfaatkan situasi tersebut dengan menggenjot ekspor produk industri manufaktur bernilai tinggi.  Ini sangat penting untuk mengatasi defisit neraca perdagangan yang terus menanjak sejak Feberuari. Apalagi belakangan ini rupiah terus melemah, dan telah membuat para pengusaha khawatir karena bisa menggerus keuntungan dan penjualan. PHK dan kebangkrutan massal pun bisa terlalu sulit dielakkan bila rupiah loyo berkepanjangan.

Sayangnya Indonesia tampak masih terlalu lemah untuk mengisi ruang ruang kosong di pasar yang ditinggalkan oleh produk industri Amerika. Industri manufaktur Indonesia masih berorientasi pasar dalam negeri dan kandungan impornya sangat tinggi. Sejauh ini ekspor Indonesia masih didominasi oleh kebaikan alam dalam menghasilkan komoditas.

Industri manufaktur Indonesia bahkan sedang mengalami deindustrialisasi. Dalam catatan BPS, tahun 2004 sumbangan industri manufaktur terhadap PDB adalah 28,34 persen. Pada 2015 merosot ke 20,84 persen. Pada kuartal pertama tahun lalu sumbangan tersebut turun lagi ke 20,80 persen.

Dengan kondisi seperti itu,  Indonesia akan lebih menjadi pasar ketimbang pemasok. Indonesia akan kebanjiran barang barang korban perang dagang sehingga defisit perdagangnnya bakal kian melebar. Rupiah pun kian tak menentu.

Dalam situasi seperti itu,  pelarian modal - baik yang halal maupun hasil colongan - biasanya marak.  Maklum, para bandar uang bisanya tak punya nasionalisme. Mereka akan dengan cepat memerintahkan transfer dana ke luar negeri ketika kenyamanan dan keamanan bisnisnya terganggu.

Maka pemerintah sebaiknya segera menyusun skenario terburuk sebagai landasan untuk membangun strategi yang efektif menghadapi segala kemungkinan dalam perekonomian nasional, khususnya yang terkait dengan dampak perang dagang Amerika versus dunia. Tak perlu sok yakin bahwa Krismon masih jauh. Ingat kasus 1998!

 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…