Otto: Tidak Benar Dana BLBI Disalurkan ke Grup Sendiri

NERACA

Jakarta - Prof. Dr. Otto Hasibuan sangat menyesalkan kesaksian pada persidangan perkara mantan Ketua BPPN Syafruddin Temenggung di Pengadilan Tipikor Kamis (21/6), yang mencampuradukan antara pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) dengan penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang jauh menyimpang dari fakta yang sebenarnya.

Pengacara kondang itu menyatakan kesaksian tersebut jauh dari relevansi kasus yang diperkarakan karena dakwaan terhadap Temenggung adalah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SKL.“Maka tidaklah relevan dikaitkan dengan pemberian atau penyaluran dana BLBI oleh BDNI”. Juga tidak adil dan menyesatkan mengingat BDNI bukanlah pihak dalam perkara Syafruddin Temenggung sehingga tidak bisa mengklarifikasi ataupun membela diri.

Dalam persidangan tersebut, saksi Iwan Ridwan Prawiranata, mantan Ketua BPPN, atas pertanyaan Jaksa Penuntut Umum, mengakui adanya penyalahgunaan dalam penggunaan dana bantuan BLBI yang dibacakan oleh Jaksa sebagai disalurkan kepada grup sendiri.

Otto mengemukakan bahwa Iwan Ridwan Prawiranata dalam kesaksiannya menyatakan hanya membaca laporan pengawasan BI, bukan sebagai saksi yang langsung melakukan pengawasan terhadap penyaluran  dana BLBI oleh BDNI atau mengetahui langsung mengenai penyaluran dana BLBI oleh BDNI. Laporan pengawasan tersebut bersifat sepihak dan masih perlu dibuktikan kebenarannya. Apalagi berdasarkan laporan BI, sampai dengan akhir Desember 1997, BDNI masih dikategorikan sebagai bank sehat. 

Otto Hasibuan yang merupakan pengacara Sjamsul Nursalim (mantan pemegang saham BDNI), menyatakan bahwa kliennya membantah keras dana BLBI telah disalurkan BDNI kepada grup sendiri. Semua penyaluran dana BLBI oleh BDNI dipergunakan untuk memenuhi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah pada waktu krisis, menutupi kerugian selisih kurs, dan pembayaran bunga serta denda Bank Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Perusahaan-perusahaan klien kami bahkan masih menyetor sejumlah dana ke dalam BDNI dan tetap mempertahankan depositonya untuk mendukung pendanaan BDNI di tengah krisis sampai dengan BDNI dibekukan operasinya (BBO).

Pada tanggal 3 April 1998, manajemen BDNI di take-over oleh BPPN. Sejak saat itu, penyaluran dana BLBI sepenuhnya dalam kendali Team Manajemen BPPN. Sampai dengan penyelesaian keseluruhan kewajiban MSAA, BDNI tidak pernah dipermasalahkan mengenai penyalahgunaan BLBI oleh Bank Indonesia. Bagaimana bisa setelah lebih dari 21 tahun setelah krisis hal ini baru dibicarakan. Mohar

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…