Mengejar Investasi Negeri Tirai Bambu

Oleh: Ade Irma Junida

Negeri Tirai Bambu menjadi raksasa ekonomi di tengah kelesuan global belakangan ini. Investasi Tiongkok yang terus meningkat tidak hanya terjadi di dunia, tapi juga Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat Cina sebagai negara ketiga yang paling banyak berinvestasi di Indonesia pada tahun 2017 dengan 3,36 miliar dolar AS.

Investasi negara itu terus merangkak naik. Pada tahun 2013, misalnya, jumlahnya sebesar 297 juta dolar AS dan bertengger di posisi 12, kemudian pada tahun 2015 naik menjadi peringkat ke-9 dengan investasi 628 juta dolar AS hingga mencapai posisi ketiga pada tahun 2017.

Sebagai menjadi negara dengan ekonomi terbesar di Asia Pasifik, Kepala BKPM Thomas Lembong menilai wajar saja jika kemudian mitra dagang utama bagi 121 negara di dunia itu menjadi negara yang diincar banyak pihak sebagai investor potensial. "Cina menjadi salah satu investor terbesar di hampir semua negara di Asia Pasifik, bahkan dunia," katanya.

Cina sendiri mengaku akan terus meningkatkan investasi ke Indonesia setelah sepanjang 2017 lalu pertumbuhan investasi negeri tirai bambu di Indonesia mencapai 27 persen. "Pada tahun lalu investasi Cina di sini tumbuh 27 persen. Saya rasa momentum ini akan terus berlanjut, bahkan sampai ke tahun berikutnya," kata Minister Counsellor Ekonomi dan Perdagangan Kedutaan Besar Cina untuk Indonesia Wang Liping.

Wang menuturkan bahwa keyakinan tumbuhnya investasi Cina ke Indonesia berdasarkan upaya kedua negara untuk terus meningkatkan kerja sama ekonomi.

Pemerintah Indonesia, di sisi lain, juga terus melakukan upaya perbaikan untuk dapat mengundang investor Cina masuk dan menanamkan modal di Tanah Air. Ditambah pula dengan besarnya pasar Indonesia dan sumber daya alam melimpah. "Cina sendiri punya pengalaman di bidang teknologi dan manufaktur. Ini bisa jadi peluang untuk terus bekerja sama dalam banyak aspek," kata Wang.

"Belt and Road Initiative"

Daya tarik investasi Cina tidak terlepas dari kerangka inisiatif Jalur Sutera dan Jalur Maritim Abad ke-21 atau "Belt and Road Initiative" yang dicanangkan Presiden Xi Jinping pada tahun 2013.

BRI menawarkan sebuah upaya untuk memperluas peluang bagi pembangunan dan kesejahteraan bersama melalui kerja sama konektivitas yang saling menguntungkan. Diharapkan dari terbangunnya fasilitas perhubungan maka berkembang kerja sama lain, seperti perdagangan, investasi, dan hubungan antarmasyarakat.

Hal itu juga sejalan dengan prioritas Presiden RI Joko Widodo yang ingin meningkatkan pembangunan infrastruktur sehingga investasi infrastruktur diharapkan bisa terdorong dengan inisiatif tersebut.

Ada empat koridor pembangunan ekonomi yang ditawarkan pemerintah Indonesia dalam kerangka tersebut, yakni pembangunan kawasan terintegrasi di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. Secara perinci, koridor pertama adalah pembangunan infrastruktur di antaranya Kuala Namu Aerocity dan kawasan industri di Sumatera Utara.

Kedua, pembangunan pembangkit listrik tenaga air dan kawasan industri KIPI Tanah Kuning di Kalimantan Utara. Ketiga, pembangunan Bandar Udara Internasional Lembeh, kawasan wisata Likupang dan kawasan industri Bitung di Sulawesi Utara. Terakhir, pembangunan "techno park" dan tol di Bali. 
Total potensi investasi dari empat koridor tersebut bernilai hingga 51,93 miliar dolar AS.

Dari empat koridor pembangunan ekonomi yang ditawarkan, proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan di Kalimantan Utara kemungkinan akan jadi proyek pertama yang bisa direalisasikan menyusul ditandatanganinya kerja sama pengembangan proyek pada pertengahan April lalu. "Dari hasil evaluasi yang dilakukan Menko Maritim (Luhut Binsar Pandjaitan) yang diutus Presiden untuk mengoordinasikan ini, Kalimantan Utara adalah provinsi yang paling siap untuk memulai investasi, terutama di bidang pembangkit listrik tenaga air," kata Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie.

Tidak Eksklusif

Meski hanya menawarkan empat koridor pembangunan ekonomi bernilai fantastis kepada Cina melalui kerangka "Belt and Road Initiative", tidak berarti investasi infrastruktur hanya eksklusif diberikan kepada Negeri Tirai Bambu.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, yang juga menjadi utusan khusus kerja sama strategis Indonesia dan Cina, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak membatasi investasi infrastruktur hanya investasi dari Cina, tetapi juga kepada negara manapun asalkan memenuhi syarat. Ia meminta investasi yang masuk, baik dari Cina maupun negara lainnya, harus memenuhi empat kriteria.

Kriteria yang dimaksud, yakni teknologi yang ramah lingkungan, penggunaan tenaga kerja lokal, bersedia membangun pelatihan vokasional, dan transfer teknologi. "Pertanyaannya, apakah ini hanya untuk Cina? Tidak. Terbuka untuk siapa saja yang mau masuk, silakan datang. Kami juga transparan. Kalian nanti lihat bagaimana 'deal'-nya," katanya. Ia juga memastikan hingga saat ini belum ada satu pun proyek yang ditawarkan dalam "Belt and Road" telah pasti sepakat dengan Cina.

Oleh karena itu, peluang masih terbuka lebar bagi semua pihak karena dalam negosiasi. "Jadi, kalau ada yang bilang kita mengeksklusifkan diri dengan Cina, itu sama sekali tidak ada. Siapa saja yang bisa penuhi empat syarat tadi, kita 'welcome'," katanya.

Luhut menambahkan bahwa pemerintah Indonesia juga ingin investasi yang masuk dari Cina betul-betul investasi yang berkualitas dan tetap menguntungkan bagi Indonesia. "Saya masih mau lihat 'cost' (investasi yang bersedia ditanam). Nantinya apakah jadi sama dia (Cina), ya, belum tentu. Saya juga tidak akan mau tanda tangan kalau saya belum yakin bisa menguntungkan kita. Akan tetapi, Cina itu cukup adil dan saya sangat menghormati sekali apa yang diberikan Cina," pungkas Luhut.

Untuk merealisasikan tawaran investasi di empat koridor pembangunan ekonomi dalam "Belt and Road Initiative", Cina telah mengirim 16 tenaga ahli ke Indonesia untuk melakukan kajian dan kunjungan lapangan ke wilayah yang ditawarkan.

Kunjungan lapangan oleh para ahli itu akan di lakukan di Sumatera Utara, Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara juga sejumlah wilayah lainnya, tempat penawaran investasi disampaikan. Hasil kunjungan lapangan dilakukan guna memperoleh studi kelayakan untuk menentukan proyek mana yang dapat dijadikan prioritas untuk dibangun.

Investasi Cina ke Indonesia diharapkan akan dapat mendukung program pembangunan nasional meski hingga kini publik masih harus menunggu realisasi rencana investasi yang tengah dikejar pemerintah itu. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…