Sinergi Pekerja-Pengusaha

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Isu perburuhan tidak bisa terlepas dari tuntutan kesejahteraan dan kali ini isunya yaitu kemudahan akses pekerja asing, sementara di sisi lain ancaman pengangguran dan fakta kesejahteraan buruh masih rendah. Tidak bisa dipungkiri ada 2 fenomena yang identik dengan kesejahteraan buruh yaitu pengupahan dan tuntutan insentif, termasuk dalam hal ini yaitu THR yang selalu memicu demo setiap menjelang lebaran. Dari ke-2 nya selalu memusingkan semua pihak. Oleh karena itu, yang terbaik adalah bagaimana meredam aksi sebab diyakini bahwa pemenuhan terhadap ke-2nya akan dapat memenuhi standar hidup yang layak bagi pekerja. Dengan kata lain, realisasi dalam hal ini akan dapat lebih meminimalisasi konflik antara pekerja dan pengusaha (implisit pada peningkatan akses produktifitas secara berkelanjutan).

Terkait komitmen meminimalisasi konflik pekerja - pengusaha, maka khusus untuk pengupahan jelas sangat memusingkan pihak pekerja dan pengusaha sebab sampai kini konflik dan tuntutan upah semakin menguat dan tidak jarang demo menuntut perbaikan upah yang dilakukan pekerja harus disertai dengan kekerasan yang buntutnya adalah pengrusakan pabrik - perusahaan. Yang justru menjadi pertanyaan, mengapa ke-2 hal itu seringkali terjadi atau cenderung bersifat rutinitas? Apakah tidak ada alternatif solusi yang komprehensif sehingga bisa meredam konflik yang terjadi? Bagaimana proactive strategic yang harus diterapkan? Secara riil diakui upah adalah hak pekerja, termasuk juga hak-hak yang lainnya yang seharusnya diterima oleh pekerja. Meskipun demikian, dalam prakteknya sering hak-hak tersebut tidak diberikan secara penuh kepada pekerja. Lalu, mengapa konflik antara ke-2 pihak yaitu pengusaha dan pekerja masih saja terjadi?

Dualisme  

Selain adanya tekanan atas industrialisasi yang padat modal sehingga akses terhadap pekerja - buruh semakin minor, faktor lain yang juga menjadi pemicu superioritas kaum pengusaha adalah booming angkatan kerja yang cenderung meningkat setiap tahun. Hal ini makin diperparah ketika daya beli rendah yang diikuti dengan akses pertumbuhan yang minim. Padahal, persepsi pemerintah bahwa setiap pertumbuhan 1% akan mampu menyerap 2.000 TK. Dengan kata lain pemahaman ini sekaligus menunjukan bahwa bargaining pekerja - buruh adalah sangat rendah!

Adanya pemahaman tentang kondisi tersebut maka pihak pengusaha justru seringkali memposisikan sebagai pihak yang dibutuhkan oleh pekerja. Padahal, antara pengusaha dan pekerja seharusnya memahami bahwa keberadaannya adalah saling membutuhkan yaitu di satu sisi pengusaha membutuhkan pekerja untuk mendukung proses produksinya dan di sisi lain pekerja membutukan kesejahteraan yang tidak lain adalah haknya untuk memacu produktifitas yang akan meningkatkan profit bagi perusahaan.

Aktualisasi terhadap posisi yang saling membutuhkan inilah yang justru memicu akses konflik sebab tidak jarang pengusaha justru melihat kesejahteraan pekerja sebagai cost yang tentu harus diminimalisasi. Padahal, teoritis manajemen SDM menunjukan bahwa minimalisasi kesejahteraan pekerja - SDM justru akan menurunkan produktifitas. Oleh karena itu sangatlah beralasan kalau muncul dan berkembang suatu pemahaman bahwa orientasi terhadap kepuasan konsumen tidak akan pernah tercapai kalau tidak terpenuhi terlebih dahulu kepuasan karyawan.

Dari paparan diatas menunjukan bahwa pemahaman tentang keterkaitan bersama antara pengusaha - pekerja secara tidak langsung justru akan bisa meningkatkan kesejahteraan pekerja dan tidak lain akan memacu produktifitas - profit, yaitu tidak saja dalam jangka pendek (melalui turn over pekerja yang nol dan zero deffect), tetapi juga jangka panjang yaitu melalui efisiensi kerja yang tercipta dari stimulus kondisi profesionalisme pekerja secara sistematis dan berkelanjutan.

Refleksi atas berbagai kasus perburuhan yang muncul, terutama dalam aspek tuntutan pekerja terhadap nilai upah, maka yang justru harus dipikirkan adalah sisi kebersamaan. Artinya, bahwa maraknya aksi tuntutan ini sebenarnya dapatlah diredam dan ini semua sangatlah tergantung pada bagaimana pihak pengusaha mensiasati "akar konflik". Secara umum diketahui bahwa akar konflik yang berkembang tentang permasalahan upah yaitu minimnya jumlah yang diterima pekerja atau dengan kata lain tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan (minimal) hidupnya.

Kebutuhan Mendesak

Agenda terkait akar konflik itu secara tidak langsung seharusnya justru memicu pekerja untuk me-manage kebutuhan hidup atau paling tidak bisa disesuaikan dengan kondisi kemampuan finansiil yang dimilikinya. Artinya ini sangat tergantung pada manajemen internal pekerja yaitu akses prioritas terhadap tuntutan kebutuhan yang harus dipenuhi. Meski kita mengakui bahwa kebutuhan adalah tidak terbatas tapi manajemen kebutuhan adalah hal yang utama, bukan hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi kita semua.

Selain adanya tuntutan bagi pekerja untuk me-manage kebutuhan, pengusaha juga harus me-manage alokasi dana sehingga pembayaran semua kebutuhan kesejahteraan pekerja tidak justru diposisikan sebagai cost. Kalau pemahaman tentang manajemen dari pihak pekerja - pengusaha bisa dilakukan dengan baik dan sesuai kesepakatan internal, maka konflik dapat diminimalisasi dan hal ini akan mengurangi bad news perusahaan. Artinya kesepakatan dalam memahami kepentingan bersama secara tidak langsung justru akan meredam aksi konflik dan memacu efisiensi - produktifitas. Pemahaman ini memberikan gambaran jika pekerja – pengusaha mampu bijak mensikapi persoalan pengupahan maka persoalan klasik antara pekerja-pengusaha bisa diredam dan tuntutan klasik setiap tahun tentang kesejahteraan buruh bisa diminimalisir.

 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…