Rupiah Melemah, Pilihan Sulit Menaikkan Suku Bunga

 

NERACA

 

Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar terus menunjukan tren pelemahan. Kini rupiah berada dikisaran Rp14 ribuan per dolarnya dan dikhawatirkan akan terus melemah. Maka dari itu, perlu dilakukan langkah agar rupiah tak terus merosot nilainya. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Darmin Nasution mengatakan kenaikan suku bunga acuan bank sentral untuk stabilisasi kurs rupiah bisa melahirkan pilihan sulit, karena dapat mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi. "Memang pada saat situasi kurs berfluktuasi, pilihannya satu dari dua, tidak bisa dua-duanya," kata Darmin, seperti dikutip Antara, kemarin.

Darmin mengatakan kenaikan suku bunga acuan bisa dilakukan untuk menjaga stabilitas kurs rupiah terhadap dolar AS setelah cenderung mengalami pelemahan dalam beberapa minggu terakhir. Namun, penyesuaian suku bunga acuan tersebut dapat mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi yang telah berjalan dengan baik dalam triwulan I-2018. "Tidak bisa dua-duanya, kecuali dalam situasi tenang, itu soal lain," katanya.

Meski demikian, ia menyakini Bank Indonesia bisa mengambil keputusan terkait suku bunga acuan yang masih dipertahankan sebesar 4,25 persen dan mencari solusi dalam menghadapi pergerakan kurs rupiah saat ini. Sebelumnya, pengamat ekonomi Tony Prasetiantono mengatakan kenaikan suku bunga acuan bisa menjadi upaya jangka pendek yang dilakukan bank sentral untuk menekan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Jangan alergi dengan menaikkan suku bunga karena ini bagian dari taktik jangka pendek," kata Tony.

Tony mengatakan kenaikan suku bunga acuan dari saat ini sebesar 4,25 persen bisa menjadi alternatif bank sentral untuk menjaga fluktuasi kurs rupiah agar tidak sepenuhnya bergantung dari cadangan devisa. "Kalau naik setidaknya 25 basis poin, mudah-mudahan rupiah masih terselamatkan," kata pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada ini.

Analis Monex Investindo, Putu Agus Pransuamitra memproyeksikan hingga akhir bulan ini jika rupiah terus melemah maka bisa menyentuh Rp 14.120 per dollar AS. Hal ini mungkin terjadi bila BI tidak melakukan intervensi. Untung saja, Bank Indonesia kini aktif di pasar keuangan melakukan intervensi dengan memanfaatkan cadangan devisa sehingga pelemahan rupiah berpotensi terbatas.

Bahkan bila, pelanjutan pelemahan rupiah masih terjadi, BI juga siap untuk menaikkan suku bunga. "Kenaikan suku bunga saya rasa adalah langkah terakhir jika semua instrumen tidak bisa menahan pelemahan rupiah," kata Putu. Menurut Putu, BI masih akan menunggu untuk menaikkan suku bunga acuan sampai Juni 2018 dan melihat reaksi rupiah merespon kebijakan The Fed.

Bahkan, pengamat ekonomi Indef menyebutkan nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa menyentuh angka Rp14.200 per dolarnya. Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat kurs rupiah melemah. Pertama, para investor melakukan spekulasi terkait prediksi kenaikan suku bunga Bank Central Amerika Serikat (AS) pada rapat FOMC Juni mendatang. Hal ini juga setelah pengumuman data pengangguran AS sebesar 3,9 persen terendah bahkan sebelum krisis 2008. “Spekulasi ini membuat capital outflow di pasar modal mencapai Rp 11,3 triliun dalam 1 bulan terakhir. Spekulasi pasar jelang rapat Fed membuat sentimen investasi di negara berkembang khususnya Indonesia menurun," ujarnya.

Kedua, investor juga bereaksi negatif terhadap rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2018 yang hanya mencapai 5,06 persen. Hal ini disebabkan konsumsi rumah tangga masih melemah terbukti dari penjualan mobil pribadi yang anjlok -2,8 persen di kuartal I 2018 dan data penjualan ritel yang turun. “Sentimen ini membuat pasar cenderung pesimis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang ditarget tumbuh 5,4 persen,” ungkap dia. 

Ketiga, harga minyak mentah terus meningkat hingga USD 74-USD 75 per barel akibat perang di Suriah dan ketidakpastian Perang Dagang AS-China. Hal ini membuat inflasi jelang Ramadan semakin meningkat karena harga BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Pertamax menyesuaikan mekanisme pasar. "Inflasi dari pangan juga perlu diwaspadai karena harga bawang merah naik cukup tinggi dalam satu bulan terakhir," kata dia.

Keempat, permintaan dolar AS diperkirakan naik pada kuartal II 2018 karena emiten secara musiman membagikan dividen. Investor di pasar saham sebagian besar merupakan investor asing, sehingga mengonversi hasil dividen rupiah ke dalam mata uang dolar. Kelima, Importir lebih banyak memegang dolar untuk kebutuhan impor bahan baku dan barang konsumsi jelang Lebaran. Perusahaan juga meningkatkan pembelian dolar untuk pelunasan utang luar negeri jangka pendek.

 

 

BERITA TERKAIT

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BI Catat Term Deposit Valas DHE Capai US$1,9 Miliar

    NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui instrumen Term…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BI Catat Term Deposit Valas DHE Capai US$1,9 Miliar

    NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui instrumen Term…