Ayo, Lindungi Buruh Migran

Tidak sedikit dari pekerja migran tersebut mengalami perlakuan tidak manusiawi, bahkan menjadi korban dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan hak-hak nya tidak dihormati. Solusinya?

 

NERACA

 

Pemerintah Indonesia mendorong kesepakatan Dokumen Perlindungan Buruh Migran untuk dilaksanakan pada 2017 saat pertemuan antara Pemimpin ASEAN dengan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). "Ini adalah kesempatan antara eksekutif dan legislatif bertukar pikiran dan bersinergi guna memajukan agenda-agenda vital di masyarakat ASEAN," kata Presiden Joko Widodo dalam pertemuan yang dilaksanakan di Summit Hall, Philippine International Convention Center (PICC), Manila, Sabtu pekan lalu.

Dengan usia yang sudah mencapai 50 tahun, menurut Jokowi, ASEAN perlu memperkuat tekad asosiasi yang berfokus dan berpusat kepada masyarakat sehingga manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.

"Salah satu elemen penting dalam masyarakat ASEAN yang memerlukan perhatian adalah perlindungan pekerja migran. Saat ini jumlah pekerja migran ASEAN tercatat sekitar 6,8 juta orang. Dengan kontribusi remittance sebesar USD 58 milyar tahun 2015. Kontribusi mereka nyata bagi perekonomian ASEAN," kata Presiden dalam siaran pers dari Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, diterima Antara di Jakarta.

Menurut Jokowi, tidak sedikit dari pekerja migran tersebut mengalami perlakuan tidak manusiawi, bahkan menjadi korban dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan hak-hak nya tidak dihormati.

Oleh sebab itu, Presiden mengingatkan bahwa upaya ASEAN untuk memberikan perlindungan terhadap buruh migran menjadi sangat penting.

Peranan dari parlemen negara-negara ASEAN juga dinilai sangat perlu memperhatikan isu tersebut. "Saya harapkan dukungan dari para delegasi AIPA di masing-masing parlemennya untuk mendukung pemajuan hal ini. Saya berharap dokumen perlindungan buruh migran dapat disepakati pada tahun ini. Untuk membuktikan 'we do care'," ucap Presiden mengakhiri pidatonya.

Sebelum mengikuti pertemuan Pemimpin ASEAN dengan AIPA, Presiden bersama Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN menandatangani "ASEAN Declaration on the Role of the Civil Service as a Catalyst for Achieving the ASEAN Community Vision 2025".

Sedangkan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyeru Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) agar tetap relevan bagi warga kawasan dengan melindungi jutaan pekerja migran yang mencari nafkah di negeri tetangga. "Tahun ini adalah tahun penting bagi ASEAN karena telah berusia setengah abad. Organisasi ini harus tetap relevan dengan melindungi para pekerja migran," kata Retno.

Perlindungan bagi pekerja migran memang masih menjadi persoalan utama, terutama bagi negara-negara pengirim seperti Indonesia dan Filipina, dan negara-negara penerima seperti Malaysia.

Data terbaru menunjukkan bahwa ada sekitar dua juta tenaga kerja Indonesia resmi yang mencari penghidupan di Negeri Jiran. Selain itu, menurut organisasi sipil Tenaganita, ada sekitar lima juta imigran ilegal yang berada di Malaysia saat ini. Sebagian besar mereka berasal dari Indonesia dan Filipina.

Para buruh migran bergaji rendah itu dilaporkan harus bekerja tanpa hari libur dengan jam kerja mencapai 14 jam sehari. Mereka juga mengalami diskriminasi gaji dengan orang lokal dengan posisi yang sama.

Kondisi memprihatinkan tersebut, sebenarnya sudah diakui oleh negara-negara ASEAN sejak 10 tahun yang lalu saat para kepala negara menandatangani deklarasi perlindungan dan promosi hak-hak para buruh migran. Namun, upaya untuk meningkatkan deklarasi tersebut dalam perjanjian yang mengikat hingga kini masih menemui jalan buntu.

Salah satu titik perdebatan penting dalam sektor perburuhan asing itu adalah apakah perlindungan juga berlaku bagi mereka yang secara tidak sah memasuki dan bekerja di negara ASEAN lain.

Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina, Robespierre Bolivar, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Filipina, mengaku yakin pihaknya selaku tuan rumah bisa memperbaharui deklarasi perlindungan buruh migran pada KTT ASEAN pekan ini di Manila.

Namun, Menteri Luar Negeri Retno membantah keterangan tersebut karena perundingan masih dalam proses karena Indonesia menginginkan kesepakatan yang mengikat. "Kami ingin negara-negara Asia Tenggara lain menyadari bahwa mereka yang lemah harus diberi perlindungan yang paling besar," kata Retno. "Kalau kita bicara mengenai manfaat ASEAN bagi masyarakat, maka persoalan tenaga kerja merupakan bagian yang paling besar. Perlindungan terhadap merekalah yang Indonesia perjuangkan," tutur Retno.

 

Indonesia Sendirian

 

Yang jelas, Indonesia dalam pertemuan para pejabat senior Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) masih bersikeras sendirian dalam memperjuangkan kesepakatan perlindungan terhadap buruh migran yang mengikat secara hukum di kawasan, demikian keterangan Kementerian Luar Negeri. "Semua negara ASEAN lain sebenarnya sudah menyepakati skema perlindungan buruh migran ini. Namun kami masih sendirian memperjuangkan perjanjian yang mengikat secara hukum," kata Jose Tavares, Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Saat ini negara-negara Asia Tenggara memang mengalami masalah besar terkait buruh migran mengingat sibuknya lalu lintas perpindahan pekerja berketrampilan rendah. Negara-negara pengirim seperti Indonesia dan Filipina masih berseteru dengan negara penerima seperti Malaysia dan Singapura.

Indonesia misalnya punya hampir dua juta pekerja (TKI) di Malaysia. Pada 2015 lalu, ada sekitar 600 laporan kasus yang melibatkan TKI di negeri jiran tersebut menurut data dari kedutaan setempat.

Para buruh migran bergaji rendah itu dilaporkan harus bekerja tanpa hari libur dengan jam kerja mencapai 14 jam sehari. Mereka juga mengalami diskriminasi gaji dengan orang lokal dengan posisi yang sama.

Sebetulnya di tingkatan regional, sudah ada kesepakatan kebebasan lalu lintas pekerja sejak berlakunya Komunitas Ekonomi ASEAN pada 2015 lalu. Namun perjanjian tersebut hanya berlaku bagi pekerja di beberapa sektor teknis, perawatan, arsitektur, dan obat-obatan.

Namun, pekerja berketrampilan rendah seperti asisten rumah tangga masih belum mendapatkan skema perlindungan yang kuat. "Saat ini masih sulit mendapatkan apa yang kita inginkan terkait buruh migran ini," kata Jose.

Jose menjelaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab dalam perundingan itu sebetulnya adalah Kementerian Tenaga Kerja. Namun perwakilan dari lembaga tersebut tidak hadir dalam pertemuan ASEAN di Filipina pada pekan ini sehingga Kementerian Luar Negeri masih belum bisa memutuskan langkah selanjutnya. (agus, iwan, rin)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…