Perma Pidana Korporasi Tidak Akan Ragukan Penyidik

Perma Pidana Korporasi Tidak Akan Ragukan Penyidik

NERACA

Jakarta - Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar mengatakan, Peraturan MA (Perma) tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi tidak akan meragukan penyidik dalam mengidentifikasi perusahaan sebagai pelaku tindak pidana korupsi.

"Jadi setelah ada Perma nanti tidak ada keraguan lagi bagi seluruh penegak hukum lain untuk memasukkan korporasi sebagai subjek hukum, sebagai terdakwa meskipun sudah ada putusan-putusan yang melakukan seperti itu, sudah memidanakan meskipun tidak didakwakan," kata Artidjo usai menghadiri seminar di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara, Rabu (16/11).

Dalam seminar yang bertajuk "Kedudukan dan Tanggung Jawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi" itu, Artidjo mengatakan aparat penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi gamang dalam menentukan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi.

Menurut dia, korporasi dianggap kebal akan hukum karena adanya kendala surat dakwaan yang harus menentukan agama, jenis kelamin dan tempat tanggal lahir pelaku kejahatan korporasi."Kendalanya KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) kita belum mengadopsi tentang surat dakwaan yang memasukkan sebagai korporasi, antara lain harus ada agamanya, jenis kelaminnya. Jadi untuk itu dalam Perma baru ini, akan dijawab nantinya," ujar Artidjo.

Ia menambahkan, dalam Peraturan MA yang tidak lama lagi segera diterbitkan itu, surat dakwaan akan menyesuaikan perkembangan. Misalnya identitas umur dan tanggal kelahiran pelaku berdasarkan perbuatan korporasi terlibat korupsi serta kapan perusahaan didirikan.

Sejumlah unsur identifikasi, seperti agama dan jenis kelamin tidak akan dimasukkan dalam surat dakwaan, namun akan diberikan penjelasan karena korporasi didefinisikan bukan per orang, melainkan sekumpulan orang yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.

Peraturan MA ini juga akan menjerat seluruh korporasi baik swasta maupun negeri atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Adapun pembahasan mengenai rancangan peraturan MA ini sudah memasuki tahap penyelesaian yang akan dijadikani materi dalam rapat pimpinan.

"Rapim (rapat pimpinan) itu nantinya Perma akan ditandatangani Pak Ketua (Mahkamah Agung). Ini tinggal tunggu rapat pimpinan Mahkamah Agung saja. Sebentar lagi (rapimnya)," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi menjadi pedoman untuk KPK dalam menjerat korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor).

Laode mengatakan setelah Perma disahkan, aparat penegak hukum, baik KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian tidak lagi ada keraguan untuk menetapkan korporasi sebagai pelaku tipikor."Selama ini karena belum ada 'guidance' yang cukup karena hanya disebutkan dalam UU Tipikor bahwa korporasi bisa bertanggung jawab, TPPU juga begitu, tetapi bagaimana mengoperasionalkannya dalam KUHAP itu belum ada," kata Laode.

KPK bersama dengan Mahkamah Agung serta Kepolisian dan Kejaksaan pun bersama-sama membuat Peraturan MA sebagai dasar untuk menentukan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang terlibat tindak pidana korupsi.

Laode juga mengatakan penyidik akan lebih berkekuatan "firm" untuk menetapkan korporasi maupun perusahaan sebagai subjek hukum atau terdakwa. Menurut dia, sebelum ada Perma, penyidik memiliki kendala dalam surat dakwaan yang harus menentukan nama pelaku, jenis kelamin, agama, tempat tanggal lahir dan unsur identifikasi lainnya.

"Bukan cuma KPK, Polisi dan Kejaksaan juga akan menjadi lebih 'firm'. Kalau sekarang kan liat ada nama, agama, kalau korporasi gimana? karena dalam KUHAP tidak dijelaskan," ujar Laode.

Ia menambahkan Perma juga nantinya akan mengatur tentang prosedur pengumpulan bukti-bukti dan dokumen untuk menjerat korporasi yang terlibat tipikor. Pengumpulan bukti tersebut dilakukan dengan antara lain menghimpun anggaran dasar/rumah tangga (AD/ART), lokasi pendaftaran nomor akun rekening dan segala transaksi yang dilakukan korporasi. Ant

 

BERITA TERKAIT

Anggota Komisi III Apresiasi Kinerja Jamdatun Selamatkan Uang Negara

NERACA Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Bimantoro Wiyono mengapresiasi kinerja luar biasa Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan…

PANRB Ajak Polri Perkuat Kepercayaan Publik Lewat Pendekatan Humanis

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Purwadi Arianto menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam pelayanan Polri,…

Menteri Pigai: Seluruh Pegawai Kemenham Harus Jadi Pembela HAM

NERACA Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengingatkan seluruh pegawai Kementerian HAM (Kemenham) untuk menjadi pembela hak asasi…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Anggota Komisi III Apresiasi Kinerja Jamdatun Selamatkan Uang Negara

NERACA Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Bimantoro Wiyono mengapresiasi kinerja luar biasa Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan…

PANRB Ajak Polri Perkuat Kepercayaan Publik Lewat Pendekatan Humanis

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Purwadi Arianto menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam pelayanan Polri,…

Menteri Pigai: Seluruh Pegawai Kemenham Harus Jadi Pembela HAM

NERACA Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengingatkan seluruh pegawai Kementerian HAM (Kemenham) untuk menjadi pembela hak asasi…