Kenyataan Pahit Ekowisata Indonesia
Memiliki keindahan alam yang menakjubkan bukan menjadi jaminan akan dicintai oleh masyarakatnya sendiri. Kenyataan pahit tersebut terjadi dengan ekowisata Indonesia, yang mana lebih digemari oleh wisatawan asing ketimbang masyarakatnya sendiri, sebagai pemilik secara geografis."Sejauh ini kunjungan wisatawan ke tempat ekowisata seperti taman nasional masih dikuasai asing," kata Endang Karlina, peneliti ekowisata dari Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam ‘Seminar Basic Research Taman Nasional’ di Bandung, beberapa waktu yang lalu.
"Kalau secara data, kurang lebih di atas 60 persen taman nasional di Indonesia sudah dikunjungi oleh wisatawan asing," kata Endang.
Senada dengan Endang, Profesor Bismarck, peneliti senior konservasi menuturkan bahwa selain kurangnya minat kunjungan wisatawan domestik mengunjungi lokasi ekowisata dalam negeri,kesadaran akan berwisata selaras dengan alam masih menjadi kebutuhan di kala senggang."Sekarang itu orang ikut ekowisata saat ada waktu senggang saja, bukan menjadi sebuah kebutuhan," kata Bismarck. "Kalau pun ada yang menjadwalkan, biasanya kalangan menengah ke atas, itupun ke luar negeri bukan di dalam negeri.”
Professor yang bekerja pada di Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut menduga promosi dari negara tetangga jauh lebih menarik dibandingkan dengan pemasaran yang dilakukan di dalam negeri.
Padahal, professor yang berdomisili di Bogor ini mengatakan minat orang asing untuk datang menikmati hujan tropis di Indonesia sangatlah besar. Dan bila dimanfaatkan dengan baik, akan menjadi sumber devisa yang membantu keuangan negara serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal karena masyarakat setempat dapat membuka usaha yang berkaitan dengan kerajinan tangan, sesuai dengan cita-cita ekonomi kreatif dari pemerintah Indonesia."Orang luar itu mencari hutan tropis, entah mungkin orang Indonesia sudah bosan," kata Bismarck. "Pelayanan juga perlu ditingkatkan, kalau ada diskon dan tiket murah mungkin jadi lebih tertarik para wisatawan.”
Tersandung Akses
Kondisi Indonesia yang teramat luas dengan lokasi ekowisata yang tersebar di berbagai penjuru menjadi salah satu sebab kondisi akomodasi belum merata antar taman nasional, sebagai tempat yang paling banyak menjadi lokasi ekowisata. Beberapa taman nasional dapat dijangkau dengan mudah, seperti Taman Nasional (TN) Gunung Halimun, TN Gunung Gede-Pagrango, TN Ujung Kulon, dan TN Komodo.
Namun, ada pula taman nasional yang membutuhkan usaha lebih untuk melihat keindahan di dalamnya. Seperti pada Taman Nasional Danau Sentarum, Kapuas Hulu Kalimantan Barat. TN Danau Sentarum membutuhkan perjalanan tujuh hingga 23 jam dari Pontianak, melewati udara, sungai, dan jalanan tanah yang sulit. Namun, bila dari Sarawak, Malaysia, cukup melewati jalan tol dan akses yang singkat. "Misal ke suatu tempat harus menunggu pesawat 13 jam atau menunggu dua hari kan tidak menarik," kata Bismarck. "Saat ini apresiasi daerah untuk pengembangan wisata jadi penting, tapi bagaimana bisa jadi apresiasi bila daerahnya sendiri tidak dapat melihat potensi rupiah yang ada di dalamnya. Kalau tidak ditunjukkan potensi itu, mungkin Pemerintah Daerah tidak greget mengelolanya. Berjalan sih, tapi tidak dengan semestinya."
Ditempat berbeda, Tangkahan adalah sebuah kawasan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Diapit oleh Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang, Tangkahan menawarkan pemandangan yang spektakuler dan udara segar yang menyejukkan.
Dulu, illegal loging merupakan pendapatan utama bagi masyarakat di hutan Tangkahan. Begitu besarnya pendapatan tersebut sampai mereka mengabaikan perkebunan mereka. Namun, semakin lama keamanan hutan dan usaha penangkapan kepada penebang liar semakin diperketat dan memaksa para penebang liar ini untuk mencari penghasilan lain, yang tidak hanya berasal dari hutan namun aman dari jeratan hukum dan dapat berkelanjutan. Mereka kemudian kembali mengelola perkebunan mereka yang semula terbengkalai dan mulai untuk menjalankan ide mempromosikan ekowisata.
NERACA Jakarta - Vila mewah Xerana Resort siap untuk dibangun di kawasan Pantai Pengantap, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dengan luas…
NERACA Jakarta – Caffè Vergnano 1882, salah satu merek kopi paling bergengsi dari Italia, resmi membuka outlet pertamanya di Indonesia, menandai…
NERACA Jakarta - Selebriti Mikha Tambayong didaulat menjadi duta pariwisata Taiwan pertama di Indonesia. Dihadapan para awak media Mikha menceritakan…
NERACA Jakarta - Vila mewah Xerana Resort siap untuk dibangun di kawasan Pantai Pengantap, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dengan luas…
NERACA Jakarta – Caffè Vergnano 1882, salah satu merek kopi paling bergengsi dari Italia, resmi membuka outlet pertamanya di Indonesia, menandai…
NERACA Jakarta - Selebriti Mikha Tambayong didaulat menjadi duta pariwisata Taiwan pertama di Indonesia. Dihadapan para awak media Mikha menceritakan…