Penyaluran Kredit Bank Sampoerna Capai Rp2 Triliun - Semester I 2014

NERACA

Jakarta - PT Bank Sahabat Sampoerna mencatat peningkatan penyaluran kredit sebesar 27,5% menjadi Rp2 triliun pada semester I 2014 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp1,6 triliun.

"Meski industri keuangan kurang kondusif, Bank Sampoerna tetap komitmen menjalankan fungsi intermediasinya secara konsisten dan selektif," ujar Direktur Utama Bank Sahabat Sampoerna, Ali Rukmijah di Jakarta, kemarin.

Dengan pertumbuhan kredit itu, lanjut dia, rasio pinjaman terhadap simpanan atau "loan to deposit ratio" (LDR) tercatat menjadi sebesar 91,4%.

Dia menambahkan bahwa secara total aset, perusahaan juga menunjukan pertumbuhan yang sangat baik sebesar 25,6% menjadi Rp2,7 triliun dibandingkan periode semester I 2013 Rp2,2 triliun.

Ali juga memaparkan peningkatan total aset ini diikuti adanya peningkatan dana pihak ketiga pada semester I 2014 menjadi sebesar Rp2,2 triliun atau meningkat 23% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp1,7 triliun.

"Pertumbuhan dana pihak ketiga ini mencerminkan tingkat kepercayaan masyarakat yang terus meningkat kepada Bank Sahabat Sampoerna. Kami senantiasa berupaya untuk dekat dengan para nasabah dan berupaya untuk selalu menyediakan produk layanan sesuai dengan kebutuhan nasabah," katanya.

Sementara tercatat laba sebelum pajak Bank Sahabat Sampoerna semester I 2014 sebesar Rp3,5 miliar, atau lebih rendah dibandingkan pencapaian periode sama tahun sebelumnya Rp10,7 miliar.

Dengan capaian laba tersebut, kata Ali Rukmijah, pendapatan dibanding dengan total aset atau "return on asset" (ROA) pada semester I 2014 sebesar 0,3%. ROA perusahaan itu mencerminkan bahwa pada 2014 masih terus melanjutkan tahapan investasi dalam membangun pondasi organisasi yang kokoh untuk dapat bersaing secara kompetitif di masa mendatang.

Direktur Keuangan dan Operasional Bank Sahabat Sampoerna, Agresius Kadiaman menambahkan, rasio keuangan di Juni 2014, di mana rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) sedikit meningkat menjadi 3,2% dari sebelumnya 1,3%.

"Hal itu dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi yang terjadi di semester I 2013 dan semester I 2014 dengan peningkatan BI rate sampai 7,5% dalam upaya menekan inflasi dan mengendalikan kurs mata uang," katanya. [ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…