DPR Sesalkan Keputusan BI - Danamon Resmi Diakuisisi DBS

NERACA

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyesalkan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menyetujui Development Bank of Singapore (DBS) Group Holding Limited mengakuisisi 67,4% saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Mereka menginginkan adanya kebijakan resiprokal (timbal balik) yang adil antara perbankan nasional dengan perbankan asing. Anggota Komisi VI DPR, Lili Asdjudiredja, mengungkapkan akuisisi Danamon semakin menunjukkan penguasaan asing dalam perbankan nasional sehingga intervensi asing dalam berbagai kebijakan ekonomi moneter dan perbankan akan sangat besar. “Saya ngeri melihat situasi seperti ini. Mestinya, otoritas moneter menyadari soal ini dan mengubah pola pikir agar kita lebih mandiri, bukan sebaliknya menyerahkan banyak urusan pada asing tanpa pembatasan yang ketat,” kata Lili di Jakarta, Rabu (22/5).

Menurut dia, sudah saatnya ada pembatasan yang jelas dan ketat terhadap kepemilikan asing di bank-bank nasional. Untuk kasus Danamon, Lili juga mempertanyakan mengapa tidak dijual sahamnya ke publik (tapi publik orang Indonesia) sehingga akses pengusaha Indonesia juga makin besar. “Pembatasan harus dengan regulasi yang jelas dan ketat,” tegasnya.

Sementara anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta, menambahkan banyak hal yang semestinya dirundingkan terlebih dahulu dengan pihak DBS, sebelum persetujuan akuisisi disahkan. Dia mencontohkan, BI bisa mendorong azas resiprokalitas supaya bank nasional juga bisa membuka layanan di Singapura. \\\"BI memiliki bargaining position yang tinggi untuk menuntut asas resiprokal diberlakukan oleh Singapura,\\\" ungkap Arif. Dengan demikian, pihaknya meminta agar BI melakukan kaji ulang atau review atas putusan persetujuan yang bukan tidak mungkin nantinya akan berubah menjadi persetujuan kepemilikan mayoritas.

“Kalau memang demikian, jadi dimana dong kewibawaan kita? Kita serahkan semuanya pada asing?” tanya Arif, seraya menyindir. Mengingat putusan persetujuan BI mengenai akuisisi Danamon dinilai tergesa-gesa dan dipaksakan, Arif menegaskan, DPR akan meminta penjelasan soal ini pada gubernur BI yang baru. \\\"Harapan kita putusan itu dikaji ulang,\\\" tandasnya. Mudahnya asing “masuk” ke perbankan nasional lantaran konsekuensi dari Peraturan Pemerintah (PP) No 29/1999 yang membolehkan pihak asing memiliki saham bank umum hingga 99%. Namun sejak tahun lalu, bank sentral sudah mengeluarkan berbagai peraturan baru agar perbankan nasional menjadi lebih tertata.

Berpeluang besar

Di tempat terpisah, dosen FE UGM Tony A Prasetiantono mengatakan, peluang bank-bank BUMN jika diberikan kelonggaran oleh Pemerintah Singapura dalam memperluas aktivitasnya dinilai cukup besar dan dapat bersaing dengan bank-bank setempat. \\\"Saya kira BNI, BRI, Mandiri, cukup baik untuk buka di sana, otomatis kalau kita buka di sana peluangnya besar,\\\" ujarnya. Tony mengatakan, Singapura memang cenderung protektif namun persyaratan yang diajukan Bank Indonesia kepada Monetary Authority of Singapore (MAS) agar DBS Holding Group bisa mengakuisisi 67,4% saham Bank Danamon yakni dengan memberikan kelonggaran kepada bank-bank BUMN Indonesia dinilai sudah tepat. \\\"Singapura cenderung protektif, tetapi kita juga wajar juga memberikan resipro treatment. Jadi wajar untuk itu semua, saya rasa ini baik,\\\" ujar Tony. Menurut dia, ini adalah momen yang bisa dijadikan kesempatan bagi bank-bank BUMN untuk bisa melebarkan sayap di negeri jiran tersebut.

\\\"Jumlah penduduk di sana sekitar lima juta, dan ini sangat padat sekali. Banyak yang berhubungan bisnis dan hampir ekportir kita pasti ada di Singapura. Nah, inilah saatnya,\\\" jelas dia. Sebelumnya, Grup DBS mengharapkan persetujuan BI atas proposal awal rencana melakukan akuisisi Danamon. Dalam siaran persnya disebutkan, DBS telah mengetahui pernyataan Gubernur BI Darmin Nasution yang menyatakan bahwa BI menyetujui pembelian awal 40% saham Danamon oleh DBS, dengan kemungkinan persetujuan pembelian saham lanjutan, jika syarat dan ketentuan resiprokal antara Indonesia dan Singapura disetujui. Namun, pihak DBS menyatakan, hingga Selasa (21/5), pengumuman resmi dan tertulis mengenai persetujuan tersebut belum diterima DBS dari BI. [ardi]

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…