Ternyata Kejujuran adalah Pangkal Keberhasilan - Oleh: Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si

Hidup ini memang unik dan penuh misteri di baliknya yang menarik untuk dikupas. Selain itu, ia berlangsung dalam oposisi biner. Ada kesulitan dan ada pula kemudahan. Ada gelap dan ada terang. Ada yang datang dan ada pula yang pergi. Ada kisah orang sukses, dan ada pula yang gagal. Begitu seterusnya. Terkait dengan kisah sukses hidup, seorang pakar human resource development bernama Thomas Stanley (menurut Prof. Dr. Sugiyanto, M.Sc – Ketua Kopertis Wilayah VII dalam ceramahnya pada acara Dies Natalis ke III Universitas Ma Chung Malang, 3 Juli 2010) pernah melakukan penelitian terhadap 750 jutawan dunia tentang kisah sukses mereka dalam mengelola busines. Padahal, waktu yang tersedia juga sama dengan yang lain, yakni 24 jam per hari, kesempatan dan tantangan yang dihadapi juga sama dengan yang lain. Tetapi mengapa 750 orang itu sangat sukses, bahkan jauh melebihi yang lain?

Berangkat dari penelitiannya terhadap para jutawan tersebut, Thomas Stanley secara berurutan merangkum setidaknya ada 5 (lima) kunci pokok keberhasilan, yakni: kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, team work yang kokoh, bekerja lebih keras dari yang lain.

Tulisan pendek ini hanya akan berbicara tentang kejujuran. Kejujuran ternyata menempati urutan pertama. Mengapa? Perhatikan dengan serius berbagai keributan, persoalan, keruwetan, dan kesemrawutan dalam hidup ini, baik pada tingkat individu, keluarga, maupun masyarakat sampai bangsa pangkalnya adalah kejujuran. Korupsi adalah contoh konkret dari tindak ketidakjujuran. Karena itu, korupsi bisa menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Karena itu, sebuah negara atau bangsa tidak akan pernah bisa hidup sejahtera manakala dikelola dengan tidak jujur melalui praktik-praktik seperti korupsi dan manipulasi.

Sebagai sebuah bangsa akhir-akhir ini kita sangat resah karena ketidakjujuran begitu merajalela di kalangan dan elit politik negeri ini. Sudah tak terhitung begitu banyaknya mantan pejabat yang akhirnya masuk penjara karena terbukti melakukan korupsi atau bentuk-bentuk ketidakjujuran yang lain. Mata kita terbelalak ketika menyaksikan orang orang yang dulu memegang kekuasaan tinggi harus meringkuk di penjara karena ketidakjujuran yang mereka lakukan sendiri. Lalu hati kita seolah berkata “wajar jika di negeri kita yang sejatinya memiliki sumber alam yang melimpah, tetapi angka kemiskinan masih begitu tinggi. Salah satu penyebabnya adalah karena banyak pejabat negara yang tidak jujur sehingga menyalahgunakan keuangan negara yang notebene adalah uang rakyat”.

Contoh lain, misalnya, kita bisa membayangkan bagaimana jika seorang atasan memiliki staf yang tidak jujur atau suka berbohong. Sementara atasan tersebut sangat mempercayainya. Karena tidak jujur, informasi yang disampaikan ke atasannya juga tidak benar. Dia berprinsip yang penting atasannya senang. Orang sekarang menyebutnya ABS (Asal Bapak Senang). Karena informasi yang diterima atasan tidak benar, maka kebijakan yang diambilnya salah. Nah, repot kan?

Seorang dosen, misalnya, yang menugasi mahasiswanya menulis makalah bisa sangat kecewa jika ternyata makalah itu bukan buatannya sendiri atau waktu ujian si mahasiswanya nyontek. Padahal, dosen tersebut ingin sekali mengukur tingkat pencapaian atas materi yang diajarkan. Begitu juga seorang kepala kantor juga akan kecewa berat jika bendaharanya tidak jujur sehingga uang yang mestinya untuk kebutuhan kantor diselewengkan untuk keperluan lain atau malah pribadinya. Orangtua juga akan marah jika punya anak yang tidak jujur. Pembeli bensin akan sangat marah jika petugas yang melayani mengisinya dengan menggunakan ukuran yang tidak sama dengan volume bensin yang masuk. Siapa pun pasti akan marah, setidaknya kecewa, jika dibohongi oleh siapa pun pula.

Anehnya, dalam kehidupan sehari-hari kisah-kisah ketidakjujuran atau kebohogan begitu mudah kita temukan. Pelaku mesum yang direkam dalam video porno yang tersebar luas dan masyarakat luas sudah mengenal siapa pelakunya masih berbohong kendati pasangan mainnya sudah mengaku. Akibatnya, masalahnya menjadi berlarut-larut karena ketidakjujurannya. Orang begitu mudah berbohong dan seolah-olah jika sudah bisa membohongi orang lain, dia sudah merasa senang. Padahal, menurut para psikolog semakin orang yang dibohongi percaya atau semakin banyak orang percaya dengan kebohongannya, maka sesungguhnya dia semakin gelisah karena khawatir kalau-kalau kebohongannya suatu saat terbongkar.

Pembohong pasti tidak tenang dalam hidupnya. Sebab, dia selalu dihantui oleh perbuatan yang dia buat sendiri. Umpamanya orang yang berbohong itu adalah seorang karyawan perusahaan, maka dia tidak bisa produktif menjalankan aktivitasnya sebagai karyawan karena selalu khawatir kalau-kalau kebohongannya suatu saat diketahui oleh atasannya. Begitu juga jika seorang kepala rumah tangga melakukan kebohongan, maka waktunya akan semakin tersita untuk memikirkan bagaimana cara menyembunyikan kebohongannya daripada menggunakan waktu untuk aktivitas produktif mengelola keluarganya.

Begitu pula sebaliknya orang yang jujur akan menjalani hidup dengan tenang. Sebab, dia tidak memendam sesuatu yang dikhawatirkan, sehingga bisa memanfaatkan waktunya secara produktif. Dia tidak dikejar-kejar oleh kebohongan. Dengan jiwa yang tenang dan tidak gelisah, dia bisa memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk kepentingan yang positif. Karena itu, jika sebuah lembaga atau institusi publik penuh dengan orang-orang yang amanah, maka, insya Allah, lembaga itu akan produktif. Sebaliknya, jika di sebuah lembaga banyak orang yang tidak amanah, maka lembaga itu akan penuh dengan keruwetan dan kekacauan. .

Tidak sedikit contoh banyak orang yang berkemampuan biasa-biasa saja, tetapi memiliki kejujuran akan bisa lebih diterima oleh orang lain daripada orang hebat tetapi pembohong. Karena itu, kejujuran dibarengi dengan sikap rendah hati, dan kemampuan untuk bisa bekerja sama dengan orang lain dengan saling menghormati, menerima kelebihan dan kekurangan orang lain akan menjadi salah satu kekuatannya atau daya kompetitifnya. Dengan demikian, di tengah-tengah banyak orang yang bohong, maka orang yang memiliki kejujuran tinggi akan dicari banyak orang. Ada pepatah Arab yang artinya semakin sesuatu itu berjumlah banyak, maka semakin rendah harganya, kecuali kejujuran dan kebaikan.

Kejujuran dan kebaikan bersifat universal. Di mana pun di dunia ini orang mengidamkannya. Sebab, ia indah dan agung. Lebih dari itu, ia menyelamatkan. Rosulullah Muhammad SAW pun dikenal sebagai manusia paling mulia di sisi Allah karena, salah satu sebabnya, ialah kejujurannya. Tak sekali pun Rosulullah berbohong dalam hidupnya. Begitu pentingnya nilai kejujuran, maka wajar jika Stanley menempatkannya sebagai unsur yang paling utama dalam menggapai keberhasilan. Selamat mencoba! (uin-malang.ac.id)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…