Setengah Hati Lindungi Petani

Upaya pemerintah Indonesia melindungi petani penghasil komoditas hortikultura ternyata masih setengah hati. Sebab, tatkala Menteri Pertanian Suswono mengeluarkan larangan impor 13 produk hortikultura dalam enam bulan di awal 2013 ini, yaitu sejak Januari hingga Juni, justru Menteri Perdagangan Gita Wiryawan justru tak suka.

Sebab, Gita berkeyakinan impor buah dan sayuran itu masih diperlukan.  Selain tidak cukup, impor hortikultura masih diperlukan karena anggapan kualitas buah dan sayuran lokal kurang baik dari produk impor.  

Ke-13 produk sayur dan buah itu adalah kentang, kubis, wortel, cabe, nanas, melon, pisang, mangga, papaya, durian, krisan, anggrek, dan bunga heliconia. Pelarangan itu sendiri sebetulnya merupakan konsekuensi diterbitkannya Permentan Nomor 60/2012 dan Permendag Nomor 60/2012 tentang impor hortikultura. Kementerian Pertanian pun tidak akan mengeluarkan ReKomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebagai salah satu prasyarat wajib importir hasil pertanian, khususnya bagi ke-13 macam itu.

Kasus ini sama seperti ketika mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad melarang impor garam. Sebab Indonesia sangat potensial menjadi penghasil garam terbesar di dunia karena negei ini memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada. Sebaliknya, ketika itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu justru merestui belanja impor garam karena kualitas garam lokal yang rendah.

Kasus lain lagi adalah ketika mantan Wapres Jusuf Kalla memimpin delegasi Indonesia ke negeri Tiongkok. Salah satu misinya, membeli sejumlah pesawat terbang. Lha, bukannya pesawat bikinan Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) Nurtanio, kini berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI) jauh lebih canggih. Bahkan kecanggihannya sudah diakui Boeing, Cassa, juga Fokker di kelasnya.  Profesor Habibie adalah jaminan mutunya. Sejumlah spare part pesawat di Boeing adalah ciptaan dia.  

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin prihatin neraca perdagangan Indonesia 2012 defisit dibandingkan 2011 yang surplus. Pada 2011, neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 26,32 miiar. Pada akhir 2012,  neraca perdagangan Indonesia tak bisa bertahan. Nilai impornya mencapai US$ 191,67 miliar, sedangkan nilai ekspornya sebesar US$190,04 miliar.

Jika masih ada orang pemerintah yang justru membuka keran impor seluas-luasnya dan menghalangi sekuat-kuatnya ekspor produk unggulan lokal yang bernilai tambah,  kepada siapa lagi para petani dan produsen kita mencari perlindungan.  (saksono)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…