Hadapi AEC 2015 - Pengusaha Minta Harmoniasi Dengan Pemerintah

NERACA

 

Jakarta - Dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara Asean atau dikenal dengan Asean Ecinomic Community (AEC) yang mulai berlaku pada 2015, kalangan dunia usaha meminta kepada pemerintah untuk memperkuat daya saing salah satu caranya adalah dengan harmonisasi dan koordinasi dengan pemerintah. Pasalnya ada beberapa perjanjian perdagangan bebas yang telah dilakukan oleh pemerintah tetapi tidak melibatkan kalangan dunia usaha, akibatnya neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.

"Pengusaha dan pemerintah harus bekerja sama secara efektif agar bisa menekan hambatan daya saing industri dan memperkuat kemampuan dunia usaha di dalam negeri. Kuncinya adalah harmonisasi dan koordinasi yang baik untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri," ungkap Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional, Chris Kanter di Jakarta, Selasa (15/1).

Ia juga mengatakan pemerintah harus mempersiapkan dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung duniausaha dalam menghadapai implementasi AEC. "Pemerintah harus mempersiapkan dan membuat kebijakan bagi dunia usaha untuk menghadapi persaingan yang lebih ketat dan terbuka di AEC 2015. Dunia usaha juga mulai berbenah diri untuk meningkatkan daya saing," jelasnya.

Sedangkan Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengatakan, pihaknya telah merancang matriks rencana aksi pemerintah untuk menghadapi AEC 2015. "Matriks memuat kebijakan yang harus dilaksanakan oleh kementerian tertentu, dalam waktu tertentu, dan target tertentu, yang didukung harmonisasi regulasi. Kuncinya adalah daya saing dan Indonesiaa masih berpeluang untuk memetik keuntungan di kawasan Asean," ujarnya.

Persiapan Matang

Menurut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Indonesia diminta untuk siap menghadapi AEC. Namun demikian, masih ada keterbatasan dalam menyambut AEC yang tidak hanya berada di Indonesia tetapi juga sembilan negara ASEAN lain. "Tantangannya adalah bagaimana mengejar kemajuan industrialisasi sejumlah negara ASEAN lain dalam sisa waktu yang ada. Keterbatasan di Indonesia jelang AEC tidak ada, untuk infrastruktur pendukung memang tidak sempurna 100%, namun pembangunan menjurus ke sana," jelas Gita.

Selain itu, tantangan yang juga harus diselesaikan oleh sejumlah negara ASEAN adalah upaya pengenalan AEC kepada masyarakat. Ternyata masih banyak yang belum mengetahui mengenai AEC oleh berbagai kalangan di Indonesia, baik di kalangan pemerintah pusat, daerah, dan kalangan dunia usaha. Ini merupakan tantangan yang membutuhkan tanggapan yang tepat dan cepat, tetapi yang tentunya tidak mudah untuk bisa meyakinkan para pemangku kepentingan dan pengusaha yang selama ini tidak menjadikan ASEAN sebagai pasar atau sasaran investasi yang penting.

Secara umum AEC memiliki 12 sektor prioritas, yakni produk-produk  berbasis pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, poduk berbasis karet, tekstil dan  pakaian, produk berbasis kayu, perjalanan udara,  e-ASEAN, kesehatan, pariwisata,  dan logistik. Sektor tersebut yang paling diminati anggota ASEAN, dan menjadi  ajang untuk bersaing satu sama lain. Gagasannya adalah jika sektor-sektor ini  diliberalisasikan secara penuh, maka akan mengembangkan keunggulan masing-masing sektor dengan menarik  investasi dan perdagangan, serta membantu mengembangkan produk-poduk buatan ASEAN.

Liberalisasi Tenaga Kerja

Namun, dari sisi ketenagakerjaaan dalam skema AEC 2015 hanya memberlakukan liberalisasi tenaga kerja profesional papan atas, seperti dokter, insinyur, akuntan dan sebagainya. Disayangkannya, tenaga kerja informal yang selama ini merupakan sumber devisa yang cukup potensional bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di AEC 2015 nanti. Maka, kualitas Smber Daya Manusia (SDM) harus ditingkatkan agar bisa digunakan baik dalam negeri maupun intra-ASEAN, selain itu untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari luar negeri.

Untuk itu, Chris mengingatkan perdagangan bebas bukan selalu tentang barang. Namun, jasa atau tenaga kerja termasuk yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait perdagangan bebas. Apalagi saat memasuki AEC 2015, akan ada kelonggaran bagi keluar masuknya tenaga kerja antar negara Asia Tenggara. Maka tenaga kerja Indonesia perlu mempersiapkan diri.

Menurut dia, tenaga kerja nasional perlu meningkatkan daya saingnya. Kalau tidak, bisa kalah dengan tenaga kerja asing yang berasal dari negara-negara tetangga. "Jadi oleh karena itu perlu suatu pengukuran standar kompetensi," terangnya. Dia menjelaskan, bahwa program pelatihan, sertifikasi, serta penempatan tenaga kerja (3P) juga menjadi keharusan dalam menyongsong AEC 2015. Tapi, tenaga kerja yang berkompetensi bagus pun belum tentu mampu melakukan pekerjaan dengan maksimal, sebab harus menjaga tingkat produktivitas dan daya saing industri tersebut.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…