NERACA
Jakarta - Bank Indonesia (BI) meminta ada komunikasi lebih lanjut dari Bank Sentral Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS). "Namun hingga sekarang komunikasi itu belum ada," ujar Gubernur BI Darmin Nasution, saat dikonfirmasi soal akuisisi DBS ke Danamon dengan keberadaan aturan lisensi berjenjang atau multiple license.
Bank sentral, menurut Darmin, belum membicarakan aturan tersebut ke MAS. "Belum bicara dengan lembaga moneter Singapura, tapi saya minta supaya ada komunikasi lebih lanjut dengan dan dari mereka," katanya. Darmin juga menegaskan, aturan multiple license untuk bank asing bertujuan agar mereka tetap memelihara permodalan kantor cabangnya.
"Karena itu memang secara perijinan, agar mereka memelihara modal ekivalen, tapi fungsinya sebenarnya sama saja, di mana ada metodenya dan itu tidak bisa dibikin-bikin sendiri, tapi ada metode menghitungnya," terangnya.
Tetapi, lanjut Darmin, justru ada yang mengatakan BI terlalu baik (kepada bank asing). "Ada yang mengatakan kenapa tidak diwajibkan berbadan hukum nasional saja," tuturnya. Menurut Darmin, BI tidak bisa mewajibkan bank asing untuk memiliki badan hukum di Indonesia karena Undang-Undang Perbankannya masih membolehkan kantor cabang asing masuk.
"Jadi kalau kita tiba-tiba mewajibkannya, ya bisa dibawa ke pengadilan nanti. Jadi sekarang ini yang bisa kita lakukan adalah tidak mewajibkan bank asing berbadan hukum nasional, tapi mereka harus memelihara dana yang ekuivalen dengan modal bank," kata Darmin.
Sehingga, apabila bank itu tidak punya modal, dia harus menambahnya. "Demikian pula kalau dia (bank asing) kurang (modal) harus nambah. Jadi itu jangan terpengaruh dengan komentar yang tidak terlalu jelas latar belakangnya,” tukas dia.
Belum lengkap
Sebelumnya diberitakan rencana akuisisi DBS Group Holding Ltd terhadap PT Bank Danamon Tbk (BDMN) masih jalan di tempat. Sebab, dokumen DBS yang disampaikan ke Bank Indonesia (BI) belum lengkap.
Direktur Kepatuhan Bank Danamon Fransisca Oei menjelaskan DBS telah menyerahkan dokumen ke regulator sejak September 2012 lalu. "Tapi BI bilang dokumen DBS masih banyak yang belum lengkap. Ada juga yang kurang jelas, makanya disuruh melengkapi," kata Fransisca saat konferensi pers kinerja kuartal tiga perseroan, beberapa waktu lalu.
Hingga saat ini, DBS masih melengkapi dokumen yang dimaksud. Meski dokumen belum lengkap, perseroan tidak akan memberikan target secara jelas, kapan akuisisi DBS terhadap Bank Danamon itu rampung. "Kita tidak pasang target, semua tergantung BI sekarang," tambahnya.
Sekadar catatan, pada 2 April lalu DBS Group mengajukan pengambilalihan seluruh saham Fullerton Financial Holdings Pte Ltd pada PT Bank Danamon Tbk (BDMN) sebanyak 67,37%. Mereka menargetkan, proses tersebut bisa selesai pada akhir semester kedua tahun ini. Transaksi antara DBS dan Fullerton itu bernilai Rp45,2 triliun atau S$6,2 miliar atau setara dengan senilai US$7,2 miliar. Nilai ini didasarkan pada harga kesepakatan Rp7.000 per saham Danamon yang dimiliki Fullerton melalui Asia Financial Indonesia.
Total nilai transaksi akan dibayarkan dalam bentuk 439 juta saham baru DBS dengan harga penerbitan saham sebesar S$14,07 per saham baru DBS. Sebelumnya, DBS Group Holdings (DBS Group) membukukan pendapatan bersih sebesar S$1,74 miliar pada Semester I 2012 atau naik 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Dengan perbaikan produk dan kemampuan distribusi, neraca yang kuat dan eksekusi strategi yang konsisten, bisnis DBS Group bertumbuh secara berkesinambungan dan mampu mencatatkan total pendapatan di tengah tahun pertama melebihi S$4 miliar untuk yang pertama kalinya," jelas Piyush Gupta, CEO DBS Group, beberapa waktu lalu.
Dia menyatakan, DBS Group berhasil melewati enam bulan pertama dengan kinerja yang cukup solid, meskipun dihadapkan pada kondisi perlambatan makro ekonomi dunia dan gejolak pasar. Menurutnya, periode ini juga menandai kuartal kesepuluh, di mana perusahaan mampu mencatatkan pertumbuhan dan kinerja yang kuat, terutama pada tengah tahun pertama di 2012.
"Kemampuan kami untuk menjalankan strategi didukung oleh jaringan yang kuat di kawasan serta tim manajemen regional yang handal. Saya percaya bahwa DBS Group memiliki kemampuan untuk menjadi Bank terdepan di Asia,” tukasnya.
Sedangkan Peter Seah, Chairman DBS Group, menambahkan dengan perkembangan yang stabil di Asia, pertumbuhan organik secara konsisten dapat menghasilkan kinerja perusahaan yang kuat. [ardi]
Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…
NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…
NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…
Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…
NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…
NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…