Industrialisasi dan Hilirisasi Jadi Kebijakan Sentral

Industrialisasi dan Hilirisasi Jadi Kebijakan Sentral 
NERACA
Jakarta - Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan industrialisasi dan hilirisasi menjadi kebijakan sentral untuk meningkatkan kontribusi industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Dalam agenda transformasi ekonomi, industrialisasi dan hilirisasi menjadi kebijakan sentral untuk membalikkan kontribusi sektor industri terhadap PDB menjadi meningkat,” ucapnya dalam acara CEO INSIGHT - 15TH KOMPAS100 CEO FORUM di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan kekayaan alam di Indonesia, nikel menjadi komoditas dengan cadangan bijih terbesar di dunia dengan total 5,24 miliar ton, 49,7 juta ton produksi Crude Palm Oil (CPO) terbesar sedunia, cadangan bauksit 3,13 miliar ton, dan 9,2 juta ton produksi rumput laut terbesar kedua di dunia. Hilirisasi komoditas prioritas dinilai menjadi kunci peningkatan nilai tambah dengan potensi tambahan PDB 165 miliar dolar AS.
Industrialisasi turut akan difokuskan pada beberapa sektor prioritas, yakni industri berbasis sumber daya alam atau hilirisasi (agro, tambang, dan sumber daya laut), industri padat karya berkelanjutan, industri dasar (kimia dan logam), serta industri padat teknologi (farmasi, elektronik, dan alat angkutan). Di sisi lain, lanjutnya, pengembangan industri perlu juga memperhatikan aspek lingkungan untuk meningkatkan daya saing.
Saat ini, sektor industri pengolahan merupakan sektor terbesar kedua penghasil emisi karbondioksida. Kemudian, tuntutan delapan negara pembeli terbesar biji nikel dunia telah menetapkan komitmen net zero emission (NZE) dalam bentuk kebijakan dan peraturan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, strategi untuk mendorong pengembangan industri hijau adalah penerapan ekonomi sirkular yang diperkirakan meningkatkan PDB sebesar Rp539-638 triliun pada tahun 2030.
Kedua adalah pembangunan Eco-Industrial Park yang menggunakan energi baru terbarukan, bahan dan sumber daya berkelanjutan, mengurangi limbah, mendorong perusahaan daur ulang dan fasilitasi pemilahan, remodelling bisnis, pemanfaatan teknologi digital, serta simbiosis industri. Terakhir yaitu mengembangkan lima sektor prioritas ekonomi sirkular, yakni pangan, tekstil, konstruksi, plastik, dan elektronik.
Sebelumnya pada Kamis (21/11), Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa industrialisasi harus menjadi fokus, terutama terhadap industri-industri prioritas. Menurut dia, industri dasar merupakan fondasi industrialisasi di manapun negara yang melakukan proses perubahan tersebut. Tanpa memiliki fondasi industri kimia dan industri logam yang kokoh, lanjut dia, biasanya industrialisasi rapuh.
“Industri kimia dan industri logam ini adalah bahan baku yang dibutuhkan untuk industri apapun yang ada. Sebagai contoh, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki itu ada produk kimia apa aja, seperti shampoo, kemudian nanti ada buat minyak rambut, itu semua mengandung produk kimia, baik oleo kimia maupun petro kimia. Kemudian baju yang kita kenakan, kemudian cream wajah, hand cream, apapun semua dari yang kita pakai sampai sepatu itu pasti akan membutuhkan produk kimia sebagai bahan baku,” ungkap Amalia.
 “Karena saat ini Indonesia belum memiliki industri kimia yang kokoh, 95 persen dari kimia kita di supply yang melalui impor. Oleh sebab itu, industri dasar kimia dan lokal menjadi sektor prioritas untuk kita mendorong industrialisasi ke depan,” kata dia.

 

 

NERACA

Jakarta - Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan industrialisasi dan hilirisasi menjadi kebijakan sentral untuk meningkatkan kontribusi industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Dalam agenda transformasi ekonomi, industrialisasi dan hilirisasi menjadi kebijakan sentral untuk membalikkan kontribusi sektor industri terhadap PDB menjadi meningkat,” ucapnya dalam acara CEO INSIGHT - 15TH KOMPAS100 CEO FORUM di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan kekayaan alam di Indonesia, nikel menjadi komoditas dengan cadangan bijih terbesar di dunia dengan total 5,24 miliar ton, 49,7 juta ton produksi Crude Palm Oil (CPO) terbesar sedunia, cadangan bauksit 3,13 miliar ton, dan 9,2 juta ton produksi rumput laut terbesar kedua di dunia. Hilirisasi komoditas prioritas dinilai menjadi kunci peningkatan nilai tambah dengan potensi tambahan PDB 165 miliar dolar AS.

Industrialisasi turut akan difokuskan pada beberapa sektor prioritas, yakni industri berbasis sumber daya alam atau hilirisasi (agro, tambang, dan sumber daya laut), industri padat karya berkelanjutan, industri dasar (kimia dan logam), serta industri padat teknologi (farmasi, elektronik, dan alat angkutan). Di sisi lain, lanjutnya, pengembangan industri perlu juga memperhatikan aspek lingkungan untuk meningkatkan daya saing.

Saat ini, sektor industri pengolahan merupakan sektor terbesar kedua penghasil emisi karbondioksida. Kemudian, tuntutan delapan negara pembeli terbesar biji nikel dunia telah menetapkan komitmen net zero emission (NZE) dalam bentuk kebijakan dan peraturan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, strategi untuk mendorong pengembangan industri hijau adalah penerapan ekonomi sirkular yang diperkirakan meningkatkan PDB sebesar Rp539-638 triliun pada tahun 2030.

Kedua adalah pembangunan Eco-Industrial Park yang menggunakan energi baru terbarukan, bahan dan sumber daya berkelanjutan, mengurangi limbah, mendorong perusahaan daur ulang dan fasilitasi pemilahan, remodelling bisnis, pemanfaatan teknologi digital, serta simbiosis industri. Terakhir yaitu mengembangkan lima sektor prioritas ekonomi sirkular, yakni pangan, tekstil, konstruksi, plastik, dan elektronik.

Sebelumnya pada Kamis (21/11), Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa industrialisasi harus menjadi fokus, terutama terhadap industri-industri prioritas. Menurut dia, industri dasar merupakan fondasi industrialisasi di manapun negara yang melakukan proses perubahan tersebut. Tanpa memiliki fondasi industri kimia dan industri logam yang kokoh, lanjut dia, biasanya industrialisasi rapuh.

“Industri kimia dan industri logam ini adalah bahan baku yang dibutuhkan untuk industri apapun yang ada. Sebagai contoh, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki itu ada produk kimia apa aja, seperti shampoo, kemudian nanti ada buat minyak rambut, itu semua mengandung produk kimia, baik oleo kimia maupun petro kimia. Kemudian baju yang kita kenakan, kemudian cream wajah, hand cream, apapun semua dari yang kita pakai sampai sepatu itu pasti akan membutuhkan produk kimia sebagai bahan baku,” ungkap Amalia.

 “Karena saat ini Indonesia belum memiliki industri kimia yang kokoh, 95 persen dari kimia kita di supply yang melalui impor. Oleh sebab itu, industri dasar kimia dan lokal menjadi sektor prioritas untuk kita mendorong industrialisasi ke depan,” kata dia.

BERITA TERKAIT

Jasa Marga Sebut Tak Ada Diskon Tarif Tol untuk Musim Libur Nataru

  NERACA Jakarta - Jasa Marga sebagai Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) mengungkapkan tidak ada diskon tarif tol untuk musim…

UMKM akan Dibentuk Holding

  NERACA Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengatakan akan membuat UMKM holding yang bertujuan…

Meski Cuaca Ekstrem, Menko Pangan Jamin Pasokan Pangan Aman

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan menjamin pasokan pangan nasional dalam kondisi aman, termasuk…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

LKPP Sempurnakan E-Katalog Menjadi Versi 6.0

  NERACA Jakarta - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP menyempurnakan katalog elektronik atau E-Katalog menjadi versi 6.0. Menurut…

Dorong Inkubator Bisnis, UPT Pelatihan Studi Banding di Polbangtan Kementan

  NERACA Bogor - Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) pada Polbangtan Bogor menerima kunjungan dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan…

Wujudkan Kemandirian Pangan dan Energi, BPDPKS Dukung Workshop Penguatan Kelembagaan UKMK Sawit

NERACA Jakarta - Dengan dukungan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY) bersama Sawit…