NERACA
Jakarta - Ombudsman RI mengharapkan adanya kepastian hukum kepada masyarakat dalam implementasi keadilan restoratif (restorative justice) pada proses hukum pidana yang diyakini bisa menjadi solusi berbagai penegakan hukum di Indonesia.
Dalam penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di Jakarta, Selasa (5/11), Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro menyampaikan bahwa masing-masing penegak hukum saat ini masih memiliki aturan sendiri dalam melaksanakan keadilan restoratif.
"Jadi selama ini timbul pertanyaan kenapa yang ini bisa pakai keadilan restoratif, tetapi yang itu tidak," kata Johanes seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (7/11).
Atas dasar itu, Ombudsman melakukan investigasi atas prakarsa sendiri mengenai keadilan restoratif dan menyerahkan laporannya kepada Inspektur Pengawasan Umum Polri Komjen Pol. Ahmad Dofiri, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana, serta Hakim Yustisial pada Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung (MA) Tri Baginda.
LHP Investigasi Atas Prakarsa Sendiri mengenai Dugaan Malaadministrasi pada Penyelenggaraan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Tindak Pidana juga diserahkan Ombudsman kepada Deputi Imigrasi dan Pemasyarakatan Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) I Nyoman Gede Surya Mataram serta Kepala Bagian Administrasi Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Erni Mustikasari.
Dalam LHP itu, Ombudsman mencatat terdapat dua temuan, yakni pertama, tidak adanya payung hukum yang dapat dijadikan acuan bersama bagi lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan keadilan restoratif. Temuan kedua, yaitu kurangnya koordinasi, baik dalam hal perumusan regulasi payung maupun sistem pendukung dalam pelaksanaan keadilan restoratif.
Johanes menjelaskan potensi malaadministrasi yang dapat terjadi atas temuan tersebut, yakni tidak adanya konsep yang jelas dan seragam mengenai mekanisme, indikator, dan tolok ukur pemulihan kembali korban yang penanganan perkaranya dilaksanakan dengan keadilan restoratif.
Kemudian, belum adanya pengawasan yang berimbang bagi semua lembaga penegak hukum dalam pelaksanaan keadilan restoratif serta belum atau tidak diberikannya pemahaman kepada masyarakat mengenai konsep dan proses keadilan restoratif.
Ombudsman pun memberikan tindakan korektif untuk dapat dijalankan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) dan/atau Kemenko Kumham Imipas serta Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan MA.
"Kami berharap aparat penegakan hukum bisa mencermati laporan hasil pemeriksaan Ombudsman ini untuk kemudian ada tindak lanjut signifikan bersama-sama memperbaiki proses penegakan hukum," tuturnya. Ant
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan pendekatan kolaborasi berbasis teknologi akan menjadi kunci dalam memberantas…
NERACA Jakarta - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mendorong peningkatan kualitas kebijakan melalui pendekatan berbasis bukti (evidence-based policy) di…
NERACA Jakarta - Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh pada 10 Desember menjadi momentum penting bagi pemerintah…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan pendekatan kolaborasi berbasis teknologi akan menjadi kunci dalam memberantas…
NERACA Jakarta - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mendorong peningkatan kualitas kebijakan melalui pendekatan berbasis bukti (evidence-based policy) di…
NERACA Jakarta - Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh pada 10 Desember menjadi momentum penting bagi pemerintah…