Oleh: Marwanto Harjowiryono
Pemerhati Kebijakan Fiskal
Tahun anggaran 2024 akan berakhir di penghujung Desember 2024. Sejalan dengan itu, APBN 2024 pengelolaannnya juga akan ditutup, baik pengelolaan pendapatan, belanja, maupun pembiayaan defisit. Hanya tinggal menyisakan waktu 1,5 bulan, dan bahkan bila dicermati hanya tinggal sekitar 1 bulan hari kerja efektif. Dalam waktu pendek ini, pelaksanaan APBN 2024 tetap harus dikawal ketat karena masih menghadapi beberapa risiko krusial.
Hal ini bukan berarti pengelolaan APBN 2024 kurang berhasil, namun antisipasi terhadap terjadinya risiko fiskal tetap harus menjadi perhatian serius dari Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN), sekaligus CFO negara. Kewaspadaan dalam mengelola risiko ini akan sangat menentukan hasil akhir dari kebijakan fiskal, khususnya pengelolaan APBN di sepanjang tahun 2024.
Risiko yang harus dikelola dengan hati-hati adalah apakah pelaksanaan APBN 2024 nanti mampu menepati sasaran defisit budget yang ditetapkan dalam UU APBN 2024, yakni Rp 588,2 triliun atau 2,29 % terhadap PDP. Atau setidaknya defisit konsisten berada dibawah 3% seperti amanah dalam UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Menyimak konferensi pers Menteri Keuangan tentang APBN KiTA September, pada Senin (23/9) lalu, sampai dengan Agustus 2024, pendapatan negara baru mencapai Rp 1.777,0 triliun atau 63,4 % dari sasaran dalam APBN. Kinerja penerimaan pajak mencapai Rp 1.196,5 triliun atau 60,1 % dari target APBN, sedangkan PNBP mencapai Rp 383,8 triliun atau 78,0 % dari target.
Sasaran total pendapatan ini tidak mudah dicapai meskipun berbagai upaya tetap dilakukan mengingat kondisi perekonomian nasional yang tidak sebaik perkiraan semula, bahkan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2024 hanya tumbuh 4,95 % (yoy).
Padahal, dalam situasi perekonomian yang lesu, apalagi aktivitasnya menurun, dapat dipastikan bahwa potensi pajaknya akan melemah. Meskipun berbagai upaya lain dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak, risiko tidak tercapainya penerimaan pajak perlu diwaspadai.
Nampaknya dari sisi pendapatan negara, perlu banyak upaya untuk mendongkrak kinerjanya sehingga mampu mencapai sasaran yang direncanakan dalam APBN. Lantas, bagaimana dengan sisi belanja negara, apakah dapat dikendalikan agar tidak melampaui sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2024?
Belanja negara hingga Agustus sudah mencapai Rp 1.930,7 triliun atau 58,1 dari target APBN, yang meningkat 15,3% dari periode yang sama tahun lalu. Kekawatiran publik atas meningkatnya belanja opersional kementerian dan lembaga (K/L) selaku pengguna anggaran (PA) perlu mendapat perhatian. Karena, jumlah K/L dalam Kabinet Merah Putih (KMP) meningkat dari asumsi perhitungan belanja operasional K/L dalam penyusunan APBN 2024.
Jumlah K/L yang meningkat menjadi 48 dalam KMP perlu dikelola dengan hati-hati. Belanja operasional harus diupayakan agar tidak telalu meningkat dari anggaran APBN 2024. Tidak mudah, namun kendala anggaran perlu menjadi pertimbangan serius agar para menteri baru selaku COO negara agar tidak menuntut dukungan dana yang berlebihan dalam melaksanakan tugasnya di tahun 2024. Demi menyelamatkan kinerja APBN 2024.
Namun, dalam pelaksanaan tugas di tahun 2025, belanja operasional dan belanja modal K/L yang baru dibentuk, dapat lebih leluasa untuk dipenuhi secara bertahap, dan bila diperlukan dapat dilakukan perubahan APBN 2025.
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kata 'korporasi' selama ini identik dengan sebuah perusahaan yang kuat serta modal yang…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Dalam beberapa pekan terakhir, diskursus publik mengenai pro and cons…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Perubahan lanskap ekonomi global terus terjadi dan semakin cepat pasca pandemi Covid-19, dipengaruhi oleh…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kata 'korporasi' selama ini identik dengan sebuah perusahaan yang kuat serta modal yang…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Dalam beberapa pekan terakhir, diskursus publik mengenai pro and cons…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Perubahan lanskap ekonomi global terus terjadi dan semakin cepat pasca pandemi Covid-19, dipengaruhi oleh…