Radang Sendi Tak Kunjung Sembuh - Dokter : Waspadai Sebagai Kondisi Autoimun Pada Anak

Diagnosis penyakit autoimun pada anak seringkali terlambat sebab kasus autoimun jarang terjadi, sehingga kesadaran masyarakat ataupun dokter juga kurang. Padahal bila jeli, melihat radang sendi pada anak yang tidak kunjung sembuh selama lebih dari enam minggu dapat dicurigai sebagai kondisi autoimun. Hal tersebut disampaikan dokter dari Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional (PKIAN) RSAB Harapan Kita, Endah Citraresmi.

“Athritis atau radang sendiri itu penyebabnya banyak, maka kita harus tunggu sambil menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyakit lain itu minimal enam minggu. Jadi, kalau lebih dari enam minggu anak itu masih bengkak, nyeri, sakit sendi, baru kita boleh berpikir ini adalah JIA (radang sendi karena autoimun),” kata Endah dalam webinar di Jakarta, kemarin.

Autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh dari patogen atau kuman berbahaya, namun malah berbalik menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat. Autoimun dapat mengenai semua organ atau sistem organ tubuh pada tubuh manusia, termasuk persendian.

Radang sendi karena autoimun pada anak disebut Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA). Endah menjelaskan, radang sendi bisa terjadi karena infeksi dan trauma. Tetapi, apabila penyebab radang sendiri tidak jelas, dokter akan berpikir pada kemungkinan kondisi autoimun. Meski tidak mengancam jiwa, Endah mengingatkan radang sendi karena autoimun membuat fungsi persendian pada anak menjadi terganggu. Dia menyebutkan satu dari seribu anak bisa mengalami radang sendi autoimun.“Ini (radang sendi autoimun) bisa terjadi pada semua usia, baik dari bayi sampai anak remaja. Tetapi rata-rata biasanya di usia sekitar 7 tahun," ujar dia.

Endah mengatakan, gejala awal pada sebagian anak yang mengalami radang sendi autoimun hanya merasakan pegal atau kaku pada persendian saja. Gejala tersebut timbul secara bertahap, bahkan menetap selama berbulan-bulan hingga tahunan.

Radang sendi ini juga menyebabkan pembengkakan yang terasa nyeri mengingat produksi cairan sendi atau cairan sinovial meningkat. Apabila pembengkakan dibiarkan, maka akan terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi, osteoporosis, dan atrofi atau pengecilan otot.“Kekhasannya adalah nyerinya itu mayoritas terjadi saat pagi hari. Bangun tidur rasanya kaku dan berat. Kemudian begitu bertambah siang lebih mudah bergerak. Atau sehabis duduk lama, sehabis pulang sekolah, anak merasakan nyeri lagi. Sering kali disertai demam, juga bisa terjadi penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan,” jelas Endah.

Ada beberapa tipe radang sendi autoimun pada anak, salah satunya oligoartikular yang menyerang maksimal empat sendi. Endah menyebutkan, 30% anak yang mengalami radang sendi autoimun menderita jenis oligoartikular ini.

Sedangkan tipe yang menyerang lebih dari empat sendi atau poliartikular dialami oleh 50% anak penderita radang sendi autoimun. Endah mengatakan tipe poliartikular ini cukup sulit untuk dikendalikan, apalagi sering kali terjadi pada sendi-sendi kecil seperti jari-jari tangan atau kaki.“Kemudian ada JIA yang sistemik, yang disertai demam dan komplikasi ke organ lain. Ada tipe lain yang disertai dengan psoriasis (peradangan pada kulit). Ada yang kenanya ke ligamen atau tendon. Ada juga JIA yang tidak bisa diklasifikasikan. Pembagian tipe-tipe JIA ini kepentingannya untuk menentukan terapi dan prognosis atau kemungkinan penyembuhannya karena nanti obatnya akan berbeda-beda,” kata Endah.

 

Seringkali Terlambat

 

Dirinya juga mengakui, diagnosis penyakit autoimun pada anak seringkali terlambat sebab kasus autoimun jarang terjadi. Padahal, lanjutnya, diagnosis dini autoimun pada anak penting untuk dilakukan agar pengobatan dan terapi bisa dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut.“Kalau penyakit lebih ringan, tentu saja obatnya jadi lebih mudah dan lebih sedikit. Kalau ditemukan pada tahap ini (diagnosis dini), kita tahu bahwa belum banyak kerusakan organ, jadi kualitas hidupnya bisa lebih baik,” kata Endah.

Selain itu, lanjutnya faktor lain adalah fasilitas kesehatan kerap terbatas sehingga pasien harus dirujuk ke rumah sakit tipe B atau A untuk diagnosis dan tata laksana yang mumpuni. Selain itu obat autoimun untuk anak belum banyak tersedia.“Obat-obatnya mayoritas untuk dewasa. Jadi bentuknya tablet. Bahkan obat infusnya pun bentuk sediaannya untuk dewasa. Jadi kalau dipakai di anak yang dosisnya lebih sedikit, tapi kita harus membayar seharga obat untuk dewasa,” katanya.

Menurut Endah, autoimun pada anak seringkali disertai dengan morbiditas atau kesakitan dan kecacatan yang lebih tinggi. Akibatnya, hal ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.“Dan tidak jarang bahwa, contohnya lupus, mortalitas atau angka kematian pada anak itu lebih tinggi dibanding pada kelompok usia dewasa,” ucapnya.

Dia mengingatkan dukungan keluarga dan pengasuh dibutuhkan bagi anak dengan penyakit autoimun. Di sisi lain, pihak sekolah juga perlu memahami kondisi-kondisi khusus apabila terdapat siswanya yang mengalami autoimun. Endah mengatakan terkadang anak-anak dengan autoimun memerlukan dispensasi.“Ada yang tidak boleh olahraga karena radang sendi dan radang otot, dia tidak mampu (olahraga). Ada yang tidak boleh terkena sinar matahari. Ada yang kesulitan untuk naik ke kelas ke lantai kedua. Dan yang paling penting bahwa autoimun ini tidak menular dan tidak boleh dikucilkan,” ujarnya.

Di samping mengalami gangguan fisik, Endah mengatakan anak dengan autoimun juga mengalami gangguan penampilan sehingga mereka kerap tidak percaya diri. Menurut dia, banyak anak dengan autoimun yang bosan minum obat dalam jumlah banyak dan dalam durasi yang lama, serta bisa mengalami efek samping obat.

Kemudian anak dengan autoimun juga bisa mengalami gangguan belajar, terutama pada penderita dengan autoimun yang menyerang ke otak. Anak dengan autoimun juga rentan stres dan depresi karena penyakitnya.“Jadi masalahnya (autoimun pada anak) cukup kompleks. Tidak semata-mata masalah kesehatan, tapi juga ada masalah psikososial dan kualitas hidup,” kata Endah.

BERITA TERKAIT

Meminimalisir Dampak Penyakit Kritis dengan Persiapan Lebih Awal

  NERACA Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus penyakit kritis. Pada tahun 2023,…

Persiapkan Lebih Awal Minimalisir Dampak Penyakit Kritis

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus penyakit kritis. Pada tahun 2023, penyakit jantung, kanker, stroke,…

Perawatan Preventif Kunci Kesehatan Masyarakat Lebih Baik

Hidup sehat dan terbebas dari penyakit merupakan keinginan setiap individu. Kondisi fisik dan mental yang baik tidak hanya meningkatkan produktivitas,…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Meminimalisir Dampak Penyakit Kritis dengan Persiapan Lebih Awal

  NERACA Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus penyakit kritis. Pada tahun 2023,…

Persiapkan Lebih Awal Minimalisir Dampak Penyakit Kritis

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus penyakit kritis. Pada tahun 2023, penyakit jantung, kanker, stroke,…

Perawatan Preventif Kunci Kesehatan Masyarakat Lebih Baik

Hidup sehat dan terbebas dari penyakit merupakan keinginan setiap individu. Kondisi fisik dan mental yang baik tidak hanya meningkatkan produktivitas,…