Program Mandatory Biodiesel Tingkatkan Daya Minyak Sawit

NERACA

Jakarta – Penerapan biodiesel hingga saat ini banyak dinilai sukses baik dari sisi lingkungan maupun dari sisi penghematan devisa. Kementerian ESDM mencatan pada 2023 biodiesel telah menghemat devisa lebih dari Rp122 triliun dan penurunan gas rumah kaca sebesar Rp132 juta ton CO2.

Meski demikian, saat ini pemerintah sedang mendorong bioenergy salahsatunya melalui bahan baku kelapa sawit melalui program biodiesel.

“Hal ini sebetulnya sudah terbukti menjamin stabilitas harga dan pasokan energi di dalam negeri. Pada satu sisi, kita tidak rentan dengan fluktuasi harga minyak bumi di pasar internasional. Di sisi lain, program mandatori biodiesel terbukti mampu meningkatkan daya serap produk minyak sawit di pasar domestik. Sehingga harga sawit relatif stabil dan tinggi terlepas dari apaapun kondisi perekonomian global. Harga minyak sawit yang stabil dan baik pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan pemerintah dan kesejahteraan petani,” papar Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawijaya, aau biasa disapa Mauli.

Sebagaimana diketahui, Mauli menjelaskan, bahwa dengan luas lahan sekitar 16,3 juta hektar dan produksi minyak sawit mencapai 50 juta ton, tidak ada isu terkait pasokan baik di pasar domestik maupun global. Absorbsi minyak sawit di pasar domestik, khususnya untuk bahan baku pangan dan energi, tidak mengurangi pasokan di pasar ekspor. 

“Sehingga dengan program mandatori B30 yang sekarang berjalan, kebutuhan bahan baku minyak sawit untuk biodiesel masih aman dan ekspor minyak sawit Indonesia juga masih tetap baik. Dengan produksi mencapai 50 juta ton, 70% masih teserap di pasar ekspor dan sisanya di pasar domestik. Permintaan ekspor masih tetap tinggi,” jelas Mauli.

Namun, Mauli menerangkan, disaat yang sama saat adanya Kampanye negatif terhadap sawit tidak akan pernah berhenti selama minyak sawit memegang pangsa pasar terbesar dalam pasar minyak nabati global. Kampanye negatif terkait program mandatori biodiesel sebenarnya juga bagian dari kampanye negatif sawit yang berjalan sangat sistematis. Agak aneh memang jika program menciptakan energi baru dan terbarukan seperti biodiesel tetap mendapatkan kritik. Padahal program mandatori biodiesel adalah solusi paling efektif untuk mencapai kemandirian energi dan menciptakan lingkungan yang berkelanjutan.

“Karenanya tidak semua paham kenapa kelapa sawit bisa digunakan sebagai bahan energi, kita perlu meningkatkan sosialisasi dan public awareness terkait program EBT, termasuk biodiesel. Karena program ini memberikan manfaat jangka panjang yang sangat besar. Dengan konsistensi melaksanakan kebijakan mandatori biodiesel, menuju Indonesia Emas 2045, Indonesia akan menjadi pusat energi dan pangan dunia,” terang Mauli.

Erkait biodiesel, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute DR Ir Tungkot Sipayung memaparkan, Indonesia telah mencatatkan diri sebagai Top-3 produsen dan konsumen biodiesel dunia. Bahkan dalam produksi dan komsumsi biodiesel berbasis sawit, Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Keberhasilan Indonesia dalam industri biodiesel merupakan hasil dari konsistensi Indonesia dalam menghasilkan dan mengkonsumsi biodiesel sebagai subsitusi solar fosil.

Saat ini pemerintah Indonesia telah menerapkan mandatory B35, yang artinya 35% menggunakan minyak sawit. Hal ini sebetulnya sudah sangat bagus dan sudah berjalan tapi kedepan kita harus mengembangkan bukan hanya biodiesel tapi bisa juga Bensin Sawit (Bensa). Karena harus diakui bersama bahwa pengembangan Biodiesel memberikan banyak manfaat  yang dinikmati seluruh masyarakat/sektor pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebagaimana diketahui, bahwa pengembangan biodiesel berbasis sawit telah menciptakan berbagai manfaat sosial, ekonomi dan ekologi yang dinikmati masyarakat secara keseluruhan. Pertama, bisa menghemat solar yang berbahan baku dari fosil.

Kedua, bisa menghemat devisa. Kebijakan mandatori biodiesel domestik yang berdampak pada penurunan impor solar fosil tersebut juga secara langsung menghemat devisa untuk impor solar fosil. Ketiga bisa menurunkan emisi. Subsitusi solar fosil dengan biodisel sawit dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 40-70%. “Namun yang jelas, dengan mengembangkan dan menggunakan biodiesel didalam negeri maka benefitnya bukan hanya pada petani tapi juga pada negara,” terang Tungkot.

 

 

 

BERITA TERKAIT

Transformasi Koperasi Siap Masuk Sektor Industri Tengah

NERACA Solo - Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono memastikan, proses transformasi koperasi untuk masuk dalam sektor industri tengah dipersiapkan dan…

Pertamina Perkuat Sistem Tata Kelola

NERACA Jakarta – Mendukung 100 hari kerja Pemerintahan Prabowo – Gibran serta sejalan dengan Asta Cita pada bidang memperkuat pencegahan…

Kolaborasi Indonesia deang Jepang Tingkatkan SDM Industri yang Berdaya Saing

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus meningkatkan kompetensi dan daya saing sumber daya manusia (SDM) industri melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi. Hal…

BERITA LAINNYA DI Industri

Transformasi Koperasi Siap Masuk Sektor Industri Tengah

NERACA Solo - Wakil Menteri Koperasi, Ferry Juliantono memastikan, proses transformasi koperasi untuk masuk dalam sektor industri tengah dipersiapkan dan…

Pertamina Perkuat Sistem Tata Kelola

NERACA Jakarta – Mendukung 100 hari kerja Pemerintahan Prabowo – Gibran serta sejalan dengan Asta Cita pada bidang memperkuat pencegahan…

Kolaborasi Indonesia deang Jepang Tingkatkan SDM Industri yang Berdaya Saing

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus meningkatkan kompetensi dan daya saing sumber daya manusia (SDM) industri melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan vokasi. Hal…