PRESIDEN: PENDANAAN TRANSISI ENERGI HANYA BEBAN UTANG BARU - DPR Desak Kemenkeu Bentuk Satgas Khusus JETP

Jakarta-Komisi VII DPR-RI mendesak Kementerian Keuangan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menagih komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$20 miliar atau Rp314 triliun. Sebelumnya Presiden Jokowi baru-baru ini menyindir negara maju, bahwa pendanaan transisi energi dari Amerika Serikat cs hanya menambah beban utang baru bagi negara miskin dan berkembang.

NERACA

Awalnya, anggota Komisi VII DPR-RI Fraksi PKB Ratna Juwita Sari mempertanyakan apakah Kemenkeu punya Satgas tersebut. Akan tetapi, pertanyaan Ratna tak dijawab oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu.

"Pak Febrio, di Kemenkeu itu ada tidak ya Satgas khusus yang memiliki tugas 'menagih' komitmen dari negara-negara internasional?" tanya Ratna dalam rapat kerja dengan pemerintah di DPR-RI, Jakarta, Senin awal pekan ini.

"Saya berharap bahwa lembaga atau Satgas ini jalannya bisa agak agresif supaya komitmen yang sudah disampaikan negara-negara besar tersebut juga segera kita peroleh dan menjadi sumber pendanaan yang besar juga untuk peningkatan transisi energi maupun pengurangan emisi di Indonesia," tegas dia.

Desakan Ratna itu dipertegas oleh Ketua Komisi VII DPR-RI Sugeng Suparwoto. Dia mempertanyakan hasil dan tindak lanjut dari kesepakatan JETP dari KTT G20 di Bali. "US$20 miliar kan besar. Karena kalau kita dengar dari versi PT PLN (Persero) syarat-syaratnya tidak mudah, bahkan lantas menjadi semacam ketidakmandirian dan sebagainya," ujarnya.

JETP adalah janji dari negara maju alias G7 untuk mendanai transisi energi Indonesia. Pendanaan JETP sebesar Rp314 triliun disepakati dalam KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu. Sayang, pendanaan tersebut ternyata bukan berbentuk hibah, melainkan pinjaman alias utang.

Presiden Jokowi  bahkan baru-baru ini juga menyindir negara maju. Menurut dia, pendanaan transisi energi dari Amerika Serikat Cs hanya menambah beban utang baru bagi negara miskin dan berkembang.

"Namun, kita tahu semuanya sampai saat ini, sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim (transisi energi) masih business as usual, masih seperti commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang," kata Jokowi dalam Kuliah Umum di Stanford University, AS, Rabu (15/11).

"Kita tahu dunia kini tengah sakit. Perubahan iklim dan transisi energi adalah isu yang sangat-sangat mendesak. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah negara-negara di dunia memiliki komitmen untuk bertanggung jawab dan mengambil peran?" tanya Kepala Negara.

Presiden menyindir pendanaan transisi energi dari negara maju hanya membebani utang baru bagi negara miskin dan berkembang melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).

JETP adalah komitmen pendanaan dari negara-negara maju anggota G7, yakni Amerika Serikat, Italia, Inggris, Prancis, Jepang, Kanada, dan Jerman, untuk membiayai transisi energi di negara berkembang dan miskin.

Jokowi mengatakan tumpukan utang itu terjadi akibat pola pendanaan yang diberikan negara maju layaknya bank komersial. Padahal, harusnya pendanaan yang disediakan bersifat konstruktif jika negara maju benar-benar ingin mendukung transisi energi.

"Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim dan transisi energi masih business as usual, masih seperti commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang," katanya dalam Kuliah Umum di Stanford University, AS pada Rabu (15/11).

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta bantuan Presiden AS Joe Biden untuk mendukung pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia. Itu disampaikan saat ia bertemu Biden di Gedung Putih, Senin (13/11).

Keduanya disebut sepakat menyuntik mati PLTU dengan skema JETP, sebagai upaya peralihan dari energi kotor ke bersih. Kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut pembahasan pendanaan transisi energi saat KTT G20 di Bali, November 2022 lalu. Kala itu, negara anggota G7 yang berjanji membantu transisi energi Indonesia lewat pendanaan JETP sebesar US$20 miliar atau setara Rp314 triliun.

Porsi Hibah Kecil

Sayang, pendanaan tersebut bukan bersifat hibah atau uang cuma-cuma, melainkan pinjaman alias utang. Berdasarkan dokumen yang diterbitkan Sekretariat JETP Indonesia, pendanaan transisi energi ini terbagi menjadi dua sumber.

Pertama, pendanaan publik sebesar US$11,5 miliar atau setara Rp178 triliun. Jumlah ini terdiri dari dana hibah US$300 juta, penjaminan US$2,1 miliar, pinjaman lunak atau concessional loans US$6,9 miliar.

Kemudian, non-concessional loans US$1,6 miliar, ekuitas atau investasi US$400 juta, serta US$300 juta lainnya belum ditentukan. Kedua, pendanaan swasta dari pinjaman komersial senilai US$10 miliar alias Rp155 triliun.

Mengacu pada data tersebut, porsi hibah sangatlah kecil. Bahkan, sumber pinjaman, baik lunak maupun komersial yang cukup besar, berpotensi membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjamin pinjaman tersebut.

Fungsi APBN sebagai penjamin ini dibolehkan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.

Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa sepakat dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi. Menurut dia, JETP hanya akan memberatkan Indonesia. Pendanaan dari AS dan negara maju lainnya itu malah akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Iwa mengatakan JETP membuat Indonesia mau tidak mau menciptakan bunga utang baru, layaknya pinjaman komersial.

"Padahal, transisi energi bukan hanya kepentingan Indonesia semata, tetapi juga dunia. Perlu diingat bahwa kontribusi emisi kita jauh lebih kecil dibandingkan dengan Tiongkok, AS, dan beberapa negara maju Eropa," tegas Iwa seperti dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (17/11).

Iwa menyebut jika Indonesia tak beralih ke energi bersih pun tak masalah. Pasalnya, dampak emisi yang ditimbulkan di Tanah Air tak signifikan terhadap dunia. Oleh karena itu, Iwa berharap Indonesia tidak perlu mengemis kepada Amerika cs, meski dia mengakui sulit untuk mencari pendanaan selain JETP.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berjanji beban keuangan dari transisi energi tak akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Harga energi akan dikelola sedemikian rupa agar tidak memberatkan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan ada dua prinsip utama dalam peralihan energi kotor ke bersih yakni adil dan terjangkau. "Dalam keuangan negara sudah ada mekanisme bagaimana caranya supaya beban tersebut tidak langsung berdampak pada masyarakat. Akan tetapi, itu berarti keuangan negaranya harus kita jaga," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR-RI di Jakarta, awal pekan ini.

Febrio juga menyebut pihaknya terus mendorong dua prinsip tersebut di forum internasional maupun domestik. Menurut dia, konteks keadilan ini bukan hanya dilakukan Indonesia, tetapi juga negara lain.

"Di forum internasional kita selalu katakan bahwa kalau global bisa membantu dan berpartisipasi dalam transisi energi di Indonesia secara adil dan terjangkau, maka ini akan membuat proses transisi yang sama di banyak negara menjadi feasible. Ini prinsip yang kita bawa ke domestik," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Jaga Iklim Investasi, Kadin Bentuk Tim Verifikasi dan Etik

    NERACA Jakarta – Iklim investasi di Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Tak hanya soal organisasi masyarakat (ormas) yang…

PHK DI PERUSAHAAN GLOBAL: - Bisa Berdampak Terjadi di Indonesia

  Jakarta-Pengamat ketenagakerjaan mengatakan,  pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di perusahaan global, termasuk di Panasonic Holdings Corp bisa berdampak…

KAJIAN TIM INDEF: - Pertumbuhan Turun, Alarm Ekonomi Indonesia

  Jakarta-Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat, fakta pertumbuhan ekonomi yang turun sebagai salah satu tanda atau…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Jaga Iklim Investasi, Kadin Bentuk Tim Verifikasi dan Etik

    NERACA Jakarta – Iklim investasi di Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Tak hanya soal organisasi masyarakat (ormas) yang…

PHK DI PERUSAHAAN GLOBAL: - Bisa Berdampak Terjadi di Indonesia

  Jakarta-Pengamat ketenagakerjaan mengatakan,  pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di perusahaan global, termasuk di Panasonic Holdings Corp bisa berdampak…

KAJIAN TIM INDEF: - Pertumbuhan Turun, Alarm Ekonomi Indonesia

  Jakarta-Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat, fakta pertumbuhan ekonomi yang turun sebagai salah satu tanda atau…