Distribusi Kekayaan dan Ketimpangan Sosial Berdampak pada Pajak?

 

 

Oleh: Devino Rizki Arfan, Staf Pusdiklat Ditjen Bea Cukai Kantor Pusat *)

 

Dibalik gedung-gedung tinggi perkantoran yang gemerlap di sepanjang Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, terdapat banyak pemukiman kumuh dan padat. Begitu pula di daerah penyangga dimana ada komplek perumahan mewah, tidak jauh terdapat perkampungan padat penduduk. Gambaran seperti itu merupakan potret kesenjangan sosial di negeri ini. 

Kesenjangan sosial di Indonesia telah menjadi isu yang cukup kompleks dan terus diperbincangkan. Saat ini, data terbaru menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Indonesia di bulan Maret 2022 mencapai 9,54%, turun dari 9,71% di bulan September 2021. Meskipun demikian, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2022 masih cukup besar, yaitu sebanyak 26,16 juta jiwa. Data menunjukkan bahwa 50% penduduk miskin di Indonesia hanya memiliki pendapatan sekitar Rp17,1 juta per tahun atau 1,4 juta per bulan, sedangkan 10% kelompok penduduk kaya memiliki penghasilan rata-rata 19 kali lebih banyak dari penduduk miskin yakni sekitar Rp331,6 juta per tahun atau Rp27,5 juta.

Menurut survei yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 1% orang kaya di Indonesia menguasai 50% aset nasional. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam distribusi kekayaan di negara ini. Selain itu, Direktur Eksekutif Megawati Institute (MI), Arif Budimanta, juga menyatakan bahwa 10% orang terkaya di Indonesia menguasai 74,8% kekayaan nasional.

Dalam konteks kekayaan global, menurut CNBCIndonesia, 1% orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan yang sama dengan 46,6% total kekayaan seluruh penduduk Indonesia. Ini menunjukkan tingkat kesenjangan yang tinggi dalam distribusi kekayaan di Indonesia.

Dalam perbandingan dengan negara lain, Indonesia masih memiliki tingkat kesenjangan sosial yang cukup tinggi. Berdasarkan data World Inequality Database, indeks ketimpangan pendapatan di Indonesia mencapai 38,1 pada tahun 2017 sedangkan indeks ketimpangan kaya miskin di Indonesia mencapai 60,8. Sementara itu, di negara-negara maju seperti Swedia, Norwegia, dan Finlandia, indeks ketimpangan pendapatan hanya berkisar antara 25 - 27.

Kesenjangan Sosial

Dalam rangka menangani kesenjangan sosial di Indonesia, pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai program dan kebijakan, seperti program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, dan lainnya. Namun, upaya untuk mengatasi kesenjangan sosial ini masih perlu ditingkatkan. Namun hal tersebut nampaknya belum dapat mengatasi masalah kesenjangan sosial dan ekonomi secara fundamental.

Thomas Piketty, seorang ekonom dunia, memberikan solusi dalam mengatasi kesenjangan ekonomi. Menurutnya, pajak modal progresif harus diterapkan pada orang-orang kaya. Dalam hal ini, kekayaan di atas €200.000 akan dikenakan pajak sebesar 1%, dan pemilik kekayaan di atas €2 juta akan dikenakan pajak sebesar 5%. Ia berpendapat bahwa dengan pajak modal progresif, kesenjangan ekonomi dapat diperkecil dan mendorong sistem lebih adil bagi seluruh rakyat. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam melaporkan pendapatan dan kekayaan dalam mendukung sistem pajak yang lebih baik.

Namun solusi Piketty ini masih diperdebatkan oleh sejumlah ekonom dan pengamat keuangan. Beberapa dari mereka lebih menekankan pada perbaikan sistem redistribusi dan perlindungan tenaga kerja sebagai solusi untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.

Hal ini merupakah masalah yang dihadapi oleh semua negara, dan contoh yang dapat mengatasinya dengan baik adalah negara negara Skandinavia yang menerapkan pajak dengan tarif tinggi dengan tingkat kepatuhan yang baik, karena rakyatnya sudah mempunyai kesadaran tentang pajak. Hal ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia bagaimana membuat pemerintahan yang bersih sehingga mendapat kepercayaan dari rakyat sehingga timbul kesadaran dalam membayar pajak. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Jawab Isu Indonesia Gelap dengan Kerja dan Capaian

  Oleh: Budiman Aktuari, Peneliti di Urban Catalyst Institute   Dalam beberapa waktu terakhir, muncul seruan dan narasi yang menyebutkan…

Menolak Narasi Palsu Tentang Indonesia Gelap

    Oleh: Nana Sukmawati,  Mahasiswa PTS di Palembang   Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…

Komitmen Pemerintah Terus Perkuat Sistem Pengawasan Gizi MBG

    Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan     Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pemerintah Jawab Isu Indonesia Gelap dengan Kerja dan Capaian

  Oleh: Budiman Aktuari, Peneliti di Urban Catalyst Institute   Dalam beberapa waktu terakhir, muncul seruan dan narasi yang menyebutkan…

Menolak Narasi Palsu Tentang Indonesia Gelap

    Oleh: Nana Sukmawati,  Mahasiswa PTS di Palembang   Narasi Palsu terkait "Indonesia Gelap" yang beredar belakangan ini mencuat…

Komitmen Pemerintah Terus Perkuat Sistem Pengawasan Gizi MBG

    Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Pangan     Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam membangun generasi sehat dan…

Berita Terpopuler