Jenewa – Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) secara resmi membentuk panel sengketa dagang Indonesia dengan Uni Eropa (UE) terkait kebijakan pengenaan bea masuk imbalan dan bea anti-dumping Uni Eropa terhadap produk baja Indonesia (DS616: European Union–Countervailing and Anti-Dumping Duties On Stainless Steel Cold-Rolled Flat Products From Indonesia).
NERACA
Pembentukan panel sengketa dagangtersebut dilakukan pada pertemuan regular Badan Penyelesaian Sengketa WTO pada di Jenewa, Swiss.
“Penerapan kebijakan Uni Eropa tersebut telah menghapuskan atau mengurangi keuntungan yang diperoleh Indonesia secara langsung atau tidak langsung berdasarkan perjanjian terkait,” ujar Duta Besar RI untuk WTO, Dandy Satria Iswara.
Dandy menuturkan, permintaan pembentukan panel telah disampaikan pertama kali oleh Indonesia pada 18 April 2023. Berdasarkan pasal 6.1 Dispute Settlement Understanding (DSU), panel akan otomatis terbentuk pada pertemuan DSB berikutnya, yaitu pada Mei 2023, setelah permintaan pembentukan panel pertama disampaikan.
“Uni Eropa berpandangan kebijakannya telah sesuai dengan perjanjian WTO dan panel akan menegakkan kebijakan tersebut. Walaupun kecewa atas keputusan Indonesia untuk membentuk panel sengketa, namun Uni Eropa mengakui bahwa keputusan tersebut merupakan hak Indonesia. Uni Eropa juga menyatakan kesiapan untuk berdiskusi dengan Indonesia mengenai pengaturan sementara timbal balik berdasarkan Pasal 25 DSU selama Appellate Body (Badan Banding) WTO tidak berfungsi,” jelasnya.
Dalam pertemuan pembentukan panel, lanjut Dandy, terdapat 14 Anggota WTO yang menyatakan keinginan untuk menjadi Pihak Ketiga Sengketa DS616, yaitu Amerika Serikat, Argentina, Brasil,Tiongkok, India, Inggris, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Rusia, Singapura, Thailand, Turki, dan Ukraina.
“Ini menunjukkan besarnya perhatian dan kepentingan anggota WTO terhadap kasus sengketa ini. Sesuai pasal 7.1 DSU, Indonesia dan Uni Eropa diharapkan dapat menyepakati kerangka acuan Panel dalam waktu 20 hari setelah pembentukan panel,” jelas Dandy.
Sebelumnya pada 24 Januari 2023, Indonesia telah meminta konsultasi dengan Uni Eropa mengenai pengenaan bea masuk imbalan dan anti-dumping pada produk baja Indonesia.
Indonesia menekankan, langkah-langkah ini tidak konsisten dengan kewajiban Uni Eropa berdasarkan Perjanjian Subsidies and Countervailing Measures, Perjanjian Anti-Dumping, dan GATT 1994. Konsultasi antara kedua pihak telah berlangsung pada 13 Maret 2023, namun tidak dapat menghasilkan solusi jalan keluar atas perselisihan tersebut.
Lebih lanjut terkait dengan industri baja, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan
terus mengupayakan pembukaan pasar baru ke pasar-pasar non tradisional. Selain itu, Kemendag terus berupaya membuka akses pasar melalui kesepakatan dagang baik melalui persetujuan perdagangan bebas (FTA), preferential trade agreement, atau persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) sebagai jalan tol bagi ekspor Indonesia ke mitra dagang.
Seperti diketahui bahwa saat ini Indonesia masuk dalam lima besar eksportir besi dan baja terbesar di dunia. Dalam lima tahun, Indonesia berhasil melompat keposisi ke-5 pada 2022 dari posisi ke-18 pada 2018. Pada 2022, ekspor besi danbaja Indonesia mencapai USD 27,82 miliar dengan tren pertumbuhan sebesar 52,08 persen.
Sementara itu, pertumbuhan industri besi baja Indonesia berkembang sangat pesat selama lima tahun terakhir (2018–2022). Hal ini terlihat dari angka ekspor pada 2022 sebesar USD 27,82 miliar dari sebelumnya sebesar USD 5,60 miliar pada 2018. Terdapat kenaikan 476 persen selama periode lima tahun.
Lebih lanjut, Industri baja memiliki peran strategis sebagai “mother of industries” yang berproduksi untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan sektor industri lainnya. Berbagai pengguna bahan baku baja tersebut, antara lain sektor konstruksi, alat transportasi, alat berat, elektronik, alat pertahanan, dan lain sebagainya.
“Pemerintah Indonesia memberikan perhatian penuh terhadap sektor industri logam. Di triwulan I -2022, sektor industri logam mencatatkan pertumbuhan 7,9 persen, atau mendekati 8 persen. Ini suatu hal yang sangat menggembirakan, apalagi bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya ketika sektor ini mengalami kontraksi sebesar 0,49 persen,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Melihat angka tersebut, menandakan industri kian positif. Pertumbuhan positif ini juga didorong oleh kinerja perdagangan besi baja. Pada tahun 2021, neraca perdagangan besi dan baja (Kode HS 72) mengalami surplus sebesar 342 ribu ton. Peningkatan ekspor dari tahun 2020 ke 2021 sebesar 51,8 persen, sedangkan peningkatan ekspor dari tahun 2019 ke 2021 adalah sebesar 133,6 persen. “Pertumbuhan ekspor yang baik ini menunjukkan resiliensi industri baja kita dalam rangka pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Agus.
NERACA Surabaya - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mendorong seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor perkebunan khususnya tebu untuk bergerak…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa pemberantasan terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak…
NERACA Osaka – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri didampingi Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Fajarini…
NERACA Surabaya - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mendorong seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di sektor perkebunan khususnya tebu untuk bergerak…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan bahwa pemberantasan terhadap kegiatan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak…
NERACA Osaka – Wakil Menteri Perdagangan RI Dyah Roro Esti Widya Putri didampingi Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Fajarini…