Etika Kala Beselancar di Dunia Digital Keharusan

Berselancar di sosial media di era digital saat ini, sangat penting akan prilaku dan etika yang baik. Pasalnya,risiko online atau bermedia sosial terbesar adalah hoaks dan penipuan, ujaran kebencian, serta diskriminasi. ”Jauhi dosa-dosa lisan, seperti: mencaci, mencela, memfitnah, melaknat, berbohong, ghibah, berkata tidak bermanfaat, serta bergosip membuka aib orang lain,”kata Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB, Muhammad Amin dalam diskusi webinar di Lombok, Jumát (26/5).

Menurutnya, etika dalam bermedia sosial sangat penting diperhatikan. Apalagi, sebagai besar pengguna digital (media sosial) terbesar adalah milenial. Dimana seusia pelajar paling sering mengakses media sosial, seperti: Facebook, Twitter, TikTok, Instagram, maupun YouTube. Untuk itu, kata Amin, pelajar butuh etika sebagai bekal berinteraksi di media sosial.

Disampaikannya pula, dari 106 juta pengguna aktif media sosial (40 persen dari total populasi), 77 persennya mengakses media sosial setiap hari. Mereka menghabiskan waktu berselancar di media sosial rata-rata 3 jam 16 menit. Oleh karena itu, menjaga etika di jagat digital menjadi keharusan.

Sebagai sistem nilai dan norma moral dalam bertingkah laku di dunia maya, lanjut Amin, etika seharusnya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. ”Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Apalagi, Indonesia itu multikultur, maka etika digital sangat relevan dipahami dan dipraktikkan oleh semua warga Indonesia, tak terkecuali pelajar,” tegasnya.

Dari perspektif keamanan digital, Ketua Relawan TIK Provinsi Bali I Gede Putu Krisna Juliharta mengatakan, etika pelajar di dunia digital juga harus diserta pemahaman terkait keamanan digital. Kompetensi keamanan digital dibutuhkan untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring, dapat dilakukan secara aman.”Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia. Selain itu, juga untuk menghindari risiko perjudian (cyber gambling), cyber fraud dalam transaksi, phising, serta plagiasi di dunia maya,” jelas Putu Krisna.

Sementara menurut Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Lombok Tengah Nasrullah, etika pelajar di dunia digital juga terkait dengan tidak melakukan ujaran kebencian. ”Pelajar menjauhi ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut,” pesannya.

BERITA TERKAIT

Confluent Umumkan Ketersediaan Confluent Cloud untuk Apache Flink

  Confluent Umumkan Ketersediaan Confluent Cloud untuk Apache Flink NERACA Jakarta – Confluent, Inc. pelopor streaming data, mengumumkan ketersediaan umum…

Hindari Jadi Budak Medsos - Tidak Asal Sharing Informasi Tanpa Ricek

Sejak bangun tidur sampai tidur lagi di alam nyata, sebagian besar warga juga menjadi warga di alam digital lewat jaringan…

Teknologi AI, Kawan atau Lawan?

  Teknologi AI, Kawan atau Lawan?  NERACA Jawa Tengah - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan…

BERITA LAINNYA DI Teknologi

Confluent Umumkan Ketersediaan Confluent Cloud untuk Apache Flink

  Confluent Umumkan Ketersediaan Confluent Cloud untuk Apache Flink NERACA Jakarta – Confluent, Inc. pelopor streaming data, mengumumkan ketersediaan umum…

Hindari Jadi Budak Medsos - Tidak Asal Sharing Informasi Tanpa Ricek

Sejak bangun tidur sampai tidur lagi di alam nyata, sebagian besar warga juga menjadi warga di alam digital lewat jaringan…

Teknologi AI, Kawan atau Lawan?

  Teknologi AI, Kawan atau Lawan?  NERACA Jawa Tengah - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan…