Kebijakan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi Tidak Baik untuk Siswa

 

Kebijakan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menerapkan masuk sekolah jam 5 pagi banyak mendapatkan kritik. Masuk jam 5 pagi dinilai terlalu membebani siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Untuk itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur atau Pemprov NTT membatalkan kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi WITA. Pemprov NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, serta para Kepala SMA/SMK/SLB Negeri di Kota Kupang menyepakati kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi. FSGI mendorong Pemprov NTT mempertimbangkan kembali kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi. Sebab, ini sangat membahayakan tumbuh kembang anak.

FSGI pun mengumpulkan pendapat sejumlah guru dan orang tua terkait kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi di NTT. Mereka mencatat banyak orang tua yang tidak setuju dengan kebijakan ini, karena:

  1. Faktor keamanan anak saat menuju sekolah
  2. Transportasi yang sulit pada pagi hari
  3. Kesiapan orang tua di rumah baik dalam menyediakan sarapan dan lainnya
  4. Kesehatan anak dan kemampuan belajarnya

“Apabila anak tidak cukup waktu tidur, maka akan ada dua fase yang sangat berpotensi terganggu yakni kesehatan tubuh dan pertumbuhan otak dapat terpengaruh,” kata FSGI dalam keterangan pers, dikutip dari Antara.

Disamping itu, studi membuktikan anak-anak yang kurang jam tidurnya cenderung memiliki mood tidak stabil, mudah marah, sulit konsentrasi ketika melakukan sesuatu dan mengalami penurunan kemampuan belajar ketika di sekolah.

Penelitian Journal Academic Pediatrics itu juga menunjukkan, siswa sekolah dasar dapat mengalami gangguan belajar, mengingat dan menganalisi. “Tidur sangat penting bagi tubuh. Pada saat tidur, tubuh memperbaiki diri baik secara fisik maupun mental, sehingga kita merasa segar dan berenergi saat bangun, serta siap menjalani aktivitas,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti.

Oleh karena itu, mereka meminta aturan masuk sekolah jam 5 pagi di NTT dibatalkan. Hal senada disampaikan oleh P2G. “Kami menilai kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi di NTT tampaknya tidak melalui kajian akademis terlebih dulu,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan pers berbeda.

Seharusnya ada kajian secara filosofis, sosiologis, pedagogis, termasuk geografis. Sebab, banyak sekolah yang jaraknya jauh dari rumah siswa atau guru di NTT, bahkan ada yang lebih dari lima kilometer. Kebijakan masuk seolah jam 5 pagi di NTT juga dinilai tidak berkorelasi dengan capaian kualitas pendidikan di provinsi tersebut, karena masih terdapat banyak masalah seperti prevalensi stunting tertinggi yakni 37,8% berdasarkan data Kemenkes 2021, IPM NTT 65,28 atau peringkat ke-32 dari 34 provinsi berdasarkan data BPS 2021, masih banyak ruang kelas di sekolah dalam kondisi rusak yakni 47.832 kelas, berdasarkan data NPD Kemdikbudristek 2021 66%, SD belum dan berakreditasi C, 61% SMP belum dan berakreditasi C, 56% SMK belum dan berakreditasi C, Ribuan guru honorer di NTT diberi upah jauh di bawah UMK/UMP yaitu Rp 200 ribu – Rp 750 ribu per bulan

"Semestinya kebijakan pendidikan pemprov berfokus saja pada masalah esensial dan pokok di atas. Bisa dikatakan ‘Pemprov NTT menggaruk bagian yang tidak gatal’,” kata Satriwan.

Perlu diketahui, kebijakan masuk jam 5 pagi ini hanya berlaku di jenjang SMA dan SMK yang ada di Kota Kupang, NTT serta hanya berlaku di 10 sekolah. Aturan ini sudah diberlakukan sejak Senin (27/2), dan masih banyak siswa yang terlambat untuk masuk sekolah lantaran mereka perlu beradaptasi dengan kebiasaan baru ini. Dihari kedua pada Selasa (28/2), berdasarkan pantauan di SMA Negeri 6 Kupang, masih ada juga siswa yang terlambat meskipun antusiasme siswa mulai meningkat.  

Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang mengaku saat ini pihaknya tengah berkoordinasi secara intensif dengan Pemprov NTT terkait usulan tersebut. "Kemendikbudristek saat ini tengah berkoordinasi intensif dengan pemerintah daerah dan dinas pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur terkait penerapan kebijakan yang dimaksud," kata Chatarina.

Namun demikian, Chatarina mengklaim Kemendikbudristek berkomitmen untuk selalu melindungi hak siswa dapat belajar dengan aman. "Dan menyenangkan di sekolah," lanjutnya. Menurutnya, perubahan terhadap kebijakan harus mempertimbangkan pendapat orang tua siswa dan masyarakat. "Setiap kebijakan perlu juga mendapatkan masukan dari masyarakat khususnya rang tua," ujarnya.

BERITA TERKAIT

40.164 Sekolah Miliki Siswa Berkebutuhan Khusus

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan terdapat 40.164 satuan pendidikan formal di Indonesia yang memiliki peserta…

Perpusnas Bikin Kegiatan Mudik Asyik Baca Buku

  Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyambut baik kegiatan mudik asyik baca buku tahun 2024 yang diinisiasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan…

Mengajak Anak untuk Ikut Mudik, Perhatikan Hal Ini

  Datangnya bulan Ramadan selalu bersamaan dengan persiapan umat muslim untuk pulang ke kampung halaman dengan tujuan berkumpul bersama keluarga…

BERITA LAINNYA DI

40.164 Sekolah Miliki Siswa Berkebutuhan Khusus

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan terdapat 40.164 satuan pendidikan formal di Indonesia yang memiliki peserta…

Perpusnas Bikin Kegiatan Mudik Asyik Baca Buku

  Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyambut baik kegiatan mudik asyik baca buku tahun 2024 yang diinisiasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan…

Mengajak Anak untuk Ikut Mudik, Perhatikan Hal Ini

  Datangnya bulan Ramadan selalu bersamaan dengan persiapan umat muslim untuk pulang ke kampung halaman dengan tujuan berkumpul bersama keluarga…