Di tahun 2022, Kebutuhan Batubara Domestik Mencapai 193 Juta Ton

NERACA

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan subsektor mineral dan batubara (minerba), kebutuhan batubara diutamakan untuk pemenuhan kepentingan dalam negeri.

Di tahun 2022, kebutuhan batubara domestik mencapai sebesar 193 juta ton atau 116% dari target yang ditetapkan sebesar 166 juta ton. Sementara produksi batubara tahun lalu sebesar 687 juta ton atau 104% dari target 663 juta ton.

"Dari target kita 663 juta ton di tahun 2022, ternyata proyeksi kita meningkat menjadi 687 juta ton. Ini disebabkan demand, kalau kita lihat konsumsi batubara domestik meningkat dari target 166 juta ton, menjadi sebesar 193 juta juta ton. Ekspor itu capainnya mencapai 494 juta ton," ujar Arifin.

Di tahun 2023, target produksi batubara mencapai 695 juta ton dengan proyeksi kebutuhan domestik sebesar 177 juta ton, dan 518 juta ton untuk ekspor.

Selain itu, Kementerian ESDM memastikan akan terus menjaga kebutuhan batubara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Hal ini bisa digambarkan dengan capaian realisasi pemenuhan batubara baik untuk kebutuhan kelistrikan maupun non-kelistrikan.

Adapun serapan batubara mengalami lonjakan signifikan untuk kebutuhan dua sektor tersebut dari 2015 hingga 2021. "Konsumsi listrik batubara untuk kelistrikan mengalami kenaikan 60%, sementara non-kelistrikan mengalami kenaikan 52%," ungkap Arifin.

Arifin pun menguraikan rencana volume kontrak untuk kelistrikan di tahun 2022 sebesar 144,1 juta ton dengan volume alokasi 122,5 juta ton. Hingga Juli 2022, realisasi pemenuhan batubara untuk kelistrikan adalah sebesar 72,9 juta ton.

Sementara untuk kebutuhan non-kelistrikan, rencana kebutuhan batubara dipatok sebesar 69,9 juta ton dengan realisasi pemenuhan sampai bulan Juli 2022 adalah sebesar 30,94 juta ton.

Secara detail, data rencana kebutuhan batu bara dari Kementerian ESDM, kebutuhan batu bara tahun 2022 adalah sebesar 188,9 juta ton. Sementara untuk tahun 2023 sebesar 195,9 juta ton, 2024 tembus di angka 209,9 juta ton, dan 2025 sebesar 197,9 juta ton.

Lebih lanjut, terkait dengan batubara, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin transisi energi tidak harus meniadakan batubara. Dengan inovasi teknologi, emisi dari batubara bisa ditekan sehingga target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 tetap bisa dicapai.

"Mari kita berpikir dengan cara yang lain. Kata kuncinya transisi energi berkelanjutan. Net Zero Emission pada 2060 itu yang menjadi skenario besar yang harus kita rumuskan dengan langkah tidak biasa-biasa saja. Kuncinya adalah inovasi," kata Ridwan.

Terkait inovasi, Ridwan menekankan pentingnya aspek keterjangkauan dan penguasaan teknologi. Ia juga meminta hasil dari Talkshow ini benar-benar dijalankan agar industri batubara dapat mendukung transisi energi yang berkelanjutan.

"Saya mengharapkan diskusi hari ini menghasilkan sesuatu yang konkrit tidak hanya wacana kemudian harus kita tindak lanjuti. Saya menyarankan buatlah NZE versi industri batubara, jadi tidak semata-mata kurangi penggunaan batubara pakai yang lain, adakah cara lain menuju NZE dengan pendekatan yang lebih inovatif," jelas Ridwan.

Selain itu, masih terkait dengan batubara, pengoperasian kembali pembangkit batubara di sebagian negara Eropa turut mengerek permintaan batubara global. Akibatnya, Harga Batubara Acuan (HBA) pada bulan Oktober 2022 mengalami kenaikan sebesar USD11,75 per ton menjadi USD330,97/ton dari bulan September, yaitu USD319,22/ton.

Kenaikan HBA Oktober ini dipengaruhi oleh naiknya rata-rata indeks bulanan penyusunan HBA, yaitu ICI naik 3,63%, Platts naik 4,41%, GNCC naik 3,98%, dan NEX naik 3,08%.

"Selain naiknya rata-rata indeks, negara - negara Eropa seperti Jerman, Belanda dan Belgia telah menghidupkan kembali pembangkit batubara sebagai dampak dari pemangkasan gas oleh Rusia", kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK), Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Lebih lanjut, menurut Agung, faktor lain yang memengaruhi kenaikan HBA adalah adanya kendala pasokan gas alam di Eropa. "Adanya kebocoran jaringan gas yang terjadi di Laut Baltik sehingga harga gas melonjak," ungkap Agung.

Dalam hal ini terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Utilisasi Industri Elektronik Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Menanggapi pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Panasonic Holdings, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri…

Pemerintah Fokus Tingkatkan Tata Kelola Program MBG

NERACA Jakarta – Pemerintah menegaskan komitmennya untuk meningkatkan tata kelola Program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang telah menjadi salah satu…

Pemanfaatan Nilai Budaya Jadi Kunci Dongkrak Ekspor Industri Kreatif

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung dan mengupayakan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) untuk dapat naik kelas…

BERITA LAINNYA DI Industri

Utilisasi Industri Elektronik Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Menanggapi pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Panasonic Holdings, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri…

Pemerintah Fokus Tingkatkan Tata Kelola Program MBG

NERACA Jakarta – Pemerintah menegaskan komitmennya untuk meningkatkan tata kelola Program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang telah menjadi salah satu…

Pemanfaatan Nilai Budaya Jadi Kunci Dongkrak Ekspor Industri Kreatif

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung dan mengupayakan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) untuk dapat naik kelas…