Media dan Digitalisasi

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Sepekan terakhir media memberitakan kontroversi tuntutan jaksa terkait kasus Sambo. Di satu sisi ada yang menyebut tidak adil dan mengebiri peradilan dan keadilan tetapi di sisi lain ada juga yang pesimis dengan mencibir prinsip keadilan atas peradilan yang ada di republic ini. Fakta ini tentu terkait tudingan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Bahkan, beredar rumor gerakan bawah tanah untuk meringankan vonis. Terlepas dari riuh pemberitaan seputar peradilan Sambo ternyata media berkutat dengan hidup dan kehidupannya sendiri. Bahkan, situasinya lebih tragis dibanding keadilan dan peradilan dibalik kasus Sambo yaitu bagaimana masa depan media itu sendiri.

Salah satu bad news di awal tahun 2023 adalah bergantinya penerbitan salah satu media cetak nasional dari versi cetak ke digital. Di satu sisi, tidak lagi terbit secara cetak adalah konsekuensi persaingan yang semakin ketat di industri media dan di sisi lain kehadiran media online tidak terlepas dari perubahan perilaku pembaca.

Terkait ini, jika dicermati satu persatu media cetak berguguran karena dipicu faktor internal dan eksternal, selain realita di persaingan yang semakin kompetitif. Bisa dikatakan industrialisasi media cetak menatap masa suram dan kehadiran berbagai platform digital akan menggantikan. Fakta ini diperparah rendahnya minat baca dan makin interaktifnya media online. Oleh karena itu, secara perlahan media cetak akan mati dan digantikan media online.

Pesimisme Industri

Matinya media cetak, termasuk yang terjadi di awal tahun 2023 menandai pesimisme di industri media cetak secara umum. Masa endemi ini semuanya memang harus tetap bisa hidup dan survive, termasuk tentunya di industri media baik cetak maupun online, meski persaingan kian ketat. Bahkan, jika dicermati keemasan media cetak memang kian redup dan karenanya butuh strategi untuk terus hadir.

Media cetak harus berubah dan berbenah agar bisa tetap diterima. Setidaknya, fenomena pengasong koran di sejumlah perempatan yang hilang menegaskan koran cetak tidak menjanjikan dijual. Meski demikian bukan berarti situasi ini juga menegaskan matinya minat baca masyarakat. Sejatinya minat baca itu masih ada dan bergeser ke virtual – online. Jadi, media memang harus berubah dan berbenah untuk tampil secara online sehingga berkembanglah e-paper dan media online.

Berkaca dari fenomena yang berkembang maka beralasan jika industri media melakukan evaluasi. Persepsian optimis tidak terlepas dari realitas pandemi yang akhirnya memicu tumbangnya sejumlah sektor bisnis, termasuk media yang ditandai maraknya PHK dan penjadwalan ulang semua target bisnis. Di sisi lain persepsian tentang kreatif justru lebih mengedepankan pentingnya menumbuhkan kreatifitas untuk kerja cerdas sehingga tetap bisa hadir di tengah publik dan pastinya bisa bersaing, baik itu secara generic competition ataupun product form competition. Artinya kerja keras dan kerja cerdas menjadi tuntutan bagi semua pelaku bisnis di tengah pandemi yang kemarin berdampak terhadap ancaman resesi dan krisis.

Sejumlah media cetak memang masih bisa eksis tapi secara keseluruhan jumlahnya tidak sepadan. Imbasnya, pemasukan dari iklan semakin redup dan tiras juga kecil. Komitmen memperkuat positioning dalam konteks persaingan industri media baik secara cetak atau online tidak bisa sebab fakta persaingannya semakin ketat. Hal ini menegaskan realitas transformasi keperilakuan memang benar ada dan bukan teoritis semata.

Betapa tidak, era internet yang kian mudah, murah dan kecepatan akses kian tinggi merubah perilaku dan fenomena digitalisasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan pada persaingan bisnis itu sendiri. Hal ini menjadi tantangan bahwa survival of the quickest di masa endemi dan masa depan harus dipersiapkan sehingga proaktif tidak bisa diabaikan. Jadi pelaku bisnis yang reaktif pasti tergusur dan akhirnya kalah bersaing yang berujung kematian bisnis.

Komitmen segelintir media untuk tetap eksis harus didukung semangat kerja keras dan kerja cerdas. Hal ini akan berdampak terhadap positioning-nya. Di sisi lain bukan tidak mungkin jika akhirnya juga akan merubah peta bisnisnya menjadi media online, meski tidak dipungkiri untuk tetap bersaing di media cetak. Argumen yang mendasari karena realitas generasi pembaca media saat ini sudah berubah drastic yang diperkuat kehadiran generasi milenial di struktur kependudukan di republik ini. Hasil Sensus Penduduk 2020 menegaskan dominasi Generasi Milenial dan Generasi Z dalam struktur kependudukan Indonesia.

Hasil SP 2020 menegaskan jumlah penduduk tahun 1990 ada 179,38 juta, tahun 2000 menjadi 206,26 juta, pada tahun 2010 ada 237,63 juta dan tahun 2020 yaitu 270,2 juta jiwa. Sebaran di Sumatera 58,6 juta (21,68%), Kalimantan 16,6 juta (6,15%), Sulawesi 19,9 juta (7,36%), Maluku -Papua 8,6 juta (3,17%), Bali - NTB - NTT 15 juta (5,54%) dan Jawa 151,6 juta jiwa (56,1%). Struktur kelompok Pre-Boomer 1,87%, Baby Boomer 11,56%, Generasi X 21,88%, Post Generasi Y 10,88%, Generasi Z 27,94% dan juga Milenial 25,87%.

Identifikasi dari kekuatan generasi milenial pasti mengubah paradigm bisnis dan pastinya ini juga berdampak terhadap persaingan di industri media. Fakta menunjukan 5 tahun ini transformasi ke arah bisnis digital semakin kuat dan karenanya kebutuhan bisnis big data juga semakin menjanjikan sehingga media juga tidak bisa menghindar dari hal ini. Oleh karena itu, pelaku bisnis yang proaktif wajib mencermati realitas ini agar tidak tergerus oleh perubahan keperilakuan massal tersebut. Oleh karena itu, kehadiran media online di masa depan pastinya akan semakin berkembang.

Selain pertimbangan kecepatan, tentu nilai efisiensi dan efektivitas tidak bisa diabaikan terkait percepatan kehadiran sejumlah media online yang dipastikan ke depan kehadirannya akan semakin jamak ditemui. Jadi, media harus mencermati hal ini dan tidak boleh lengah, apalagi jumawa sehingga abai-lalai dengan target. Selain itu, media juga harus memperkuat positioning-nya agar tidak kalah bersaing dan tergerus oleh perubahan keperilakuan pembaca.

Komitmen media ke depan pasti harus juga melibatkan pembaca pada khususnya dan publik pada umumnya sebagai bagian dari jati diri dan kekuatan media. Hal ini tidak terlepas dari peran penting publik yang tidak saja sebagai target pasar tapi sejatinya juga harus menjadi bagian penting dari kehadiran media itu sendiri.

Artinya, publik menjadi subyek dan obyek pemberitaan dan menyatu dalam nadi operasional media. Sinergi ini menjadi penting karena kehadiran media, baik cetak atau online kini tidak terlepas dari realitas global information society yang memungkinkan semua informasi dengan sangat mudah di cari dan diunggah dalam sekejap tinggal klik saja. Bahkan, citizen journalism kini juga semakin mewarnai kehidupan media sehingga semua bisa menjadi ‘pewarta’.

Sangat Vital

Gunter, et.al (2009) dalam artikelnya berjudul: Blogs, news and credibility yang dimuat di Aslib Proceedings: New Information Perspectives, Vol. 61, No. 2, hal. 185-204 secara jelas menegaskan bahwa di era global information society maka peran publik tidak lagi sebagai objek pemberitaan media, tetapi mereka juga sekaligus menjadi subyek melalui berbagai perangkat teknologi media yang dimiliki, termasuk dengan menuliskan di blog dan situs jejaring yang saling terkait. Oleh karena itu, media kini memainkan peran yang sangat vital dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan, termasuk juga terkait dengan peran strategis penegakan demokrasi. Meskipun demikian, media masih berkutat dengan delik ancaman pencemaran nama baik yang tampaknya menjadi tameng untuk berkelit bagi penguasa yang enggan dikritik melalui pemberitaan media.

Peran media sebagai penyeimbang informasi di era global ini pastinya tidak bisa hanya mengedepankan independensi semata karena media juga harus hidup, survive dan dapat bersaing, baik secara generic competition ataupun product form competition. Terkait hal ini maka media ke depan harus berani berubah dan berbenah menyambut era persaingan yang semakin ketat dan karenanya itu menjadi tantangan untuk sekaligus memperkuat positioning media. Sekali lagi persaingan industri media di masa depan semakin ketat dan perlu strategi jitu untuk bersaing demi memenangkan kompetisi di era digital.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…