Adaptasi Dunia Berubah

Di tengah kondisi ekonomi global yang tidak stabil dan penuh tantangan, bahkan Presiden Jokowi mengisyaratkan 2023 adalah tahun yang gelap, dengan indikasi terdapat sedikitnya 40 negara sedang antre pasien lembaga keuangan internasional IMF, karena mereka terancam bangkrut.

Penyebabnya antara lain konflik militer di Ukraina, yang mempengaruhi semua aspek hubungan internasional sehingga membuat institusi keuangan dan perdagangan internasional tidak netral politik. Artinya, mereka digunakan oleh Barat sebagai senjata untuk mengintimidasi, blackmail, dan menghancurkan ekonomi negara lain yang dinilai tidak sejalan.

Perang komoditi yang dilancarkan Koalisi Barat terhadap negara negara penghasil komoditi. Perang untuk tujuan mengendalikan agar harga komoditas supaya tetap murah. Barat juga berusaha mengembargo energi fosil Rusia, agar harga energi dunia bergejolak, dan rantai pasok energi dunia terganggu. Usaha ini gagal. Koalisi barat beralih dengan penerapan senjata ekonomi baru, yaitu price cap, sebuah kebijakan batas harga minyak Rusia.

Tentu saja negara anggota OPEC terkejut, jika berhasil diterapkan ke Rusia berpotensi diterapkan ke negara produsen minyak dan energi lainnya. Bahkan terhadap semua jenis komoditi. OPEC+ langsung bereaksi dengan memangkas produksi 2 juta barel/hari.

Nah, Rusia tidak tinggal diam. Terhitung sejak 1 Januari 2023, Rusia mengambil alih kepemimpinan Dewan Tertinggi Eurasian Economic Union (EAEU) yang merupakan Dewan Antarpemerintah Eurasia dan Komisi Ekonomi Eurasia.

Sejak lembaga itu berdiri pada 2015, EAEU telah berkembang dengan mantap, dengan jelas menunjukkan efektivitas dan relevansinya. Secara absolut, perdagangan antara negara-negara anggota telah meningkat sebesar 60% yang selama periode ini telah mencapai nilai tertinggi dalam sejarah US$ 73,1 miliar pada 2021, sementara perdagangan luar negeri meningkat 46% menjadi US$ 846,3 miliar. Setiap tahun, pembagian nilai tambah yang tinggi dari non-komoditas dalam perdagangan domestik negara anggota terus meningkat. Per kapita Pertumbuhan PDB adalah 28,7%, dan pembagian pembayaran dalam mata uang nasional mendekati 75%.

Jelas, integrasi yang demikian cepat harus kita respon untuk menjawab sejumlah masalah global yang sebelumnya diperburuk oleh pandemi Covid-19 yang berdampak buruk pada beberapa negara, seperti kemiskinan, perubahan iklim dan kekurangan sumber daya, termasuk yang paling penting adalah masalah makanan, air dan energi.

Dari gambaran tersebut, Rusia memiliki kesempatan untuk menjadi sebuah kutub baru yang kuat, independen, mandiri dalam multipolar yang muncul di dunia. Menjadi pusat daya tarik bagi semua negara merdeka termasuk Indonesia, yang bisa berbagi pengalaman dan berusaha untuk bekerja sama dengan EAEU.

Jelas, dampak perang ekonomi negara adidaya tersebut berpengaruh terhadap Indonesia.

Adanya potensi krisis pangan dunia menjadi ancaman nyata di tahun 2023 ini. Akibat kenaikan harga gas maka harga pupuk pun naik. Produksi pertanian jadi terganggu. Juga banyaknya pabrik pupuk yang mengurangi/berhenti berproduksi terutama di Eropa. Dampaknya, produksi pangan yang terganggu karena beberapa lumbung pangan tidak bisa berproduksi karena menjadi zona konflik militer seperti di Ukraina.

Ini mencerminkan gangguan dalam rantai perdagangan pangan akibat sanksi ekonomi. Sanksi barat terhadap ekspor pangan dan pupuk Rusia yang merupakan produsen besar di dunia menjadi salah satu penyebab ancaman krisis pangan global.

Hampir semua negara negara pasar utama bertarung dengan inflasi tinggi dan ancaman resesi. Bank sentral dari negara negara pasar utama mengerek suku bunga. Sebagai akibat nya terjadi kekeringan likuiditas di negara-negara berkembang dan yang ekonominya lebih lemah. Indikasi ini pun terlihat dari pelemahan kurs mata uang termasuk rupiah.

Untuk itu, Indonesia harus bersiap terutama dalam hal kebijakan energi harus diletakkan dengan menghitung secara cermat neraca energi nasional. Kita importir besar untuk minyak, surplus energi adalah gas dan batubara. Upaya upaya untuk menutupi kekurangan produksi minyak harus menempatkan kepentingan nasional sebagai yang utama, yaitu mengupayakan harga terbaik dan supply chain yang handal. Perluasan struktur energi nasional harus berbasis sumber energi dimana kita mengalami surplus. Begitu pula produksi pangan nasional harus ditingkatkan.

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…