Memaknai SiLPA APBN Saat Masa Krisis

 

Oleh: DR. Marwanto Harjowiryono, MA

Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal

 

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) merupakan selisih antara  defisit pada  realisasi APBN, dengan besarnya pembiayaan (neto) yang digunakan untuk menutup defisit tersebut. Pada tataran pengelolaan kas (cash management),  SiLPA menunjukan selisih antara kebutuhan kas yang diperlukan untuk menutup defisit (cash outflow) dengan tersedianya pembiayaan neto (cash inflow) yang dapat dikelola.

Dengan demikian, SiLPA yang terkumpul dalam satu tahun anggaran, akan menambah posisi akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhir tahun anggaran dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Dana SAL yang ditempatkan di Bank Indonesia ini,  dapat  digunakan untuk menutup defisit yang terjadi pada periode berikutnya

Dalam UU APBN yang dirancang setiap tahun, APBN dapat direncanakan mengalami defisit. Untuk menutup celah defisit,  digunakan sumber  pembiayaan neto yang bersumber dari pembiayaan utang, pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan pembiayaan lainnya.  Nilai neto pembiayaan defisit tersebut sebagain besar berasal dari pembiayaan utang.

Bagaimana proses SiLPA terbentuk perlu mendapat perhatian, mengingat dampak yang ditimbulkan  bagi pengelolaan anggaran  dan perekonomian secara keseluruhan bisa berbeda. Secara sepintas, meningkatnya SiLPA akan menambah posisi kas, namun dalam situasi tertentu, pengaruh  ekonomi  kondisi tersebut dapat mengurangi efektifitas multiplier efek dari belanja APBN.

Manakala realisasi  defisit APBN ternyata lebih rendah dari yang direncanakan dalam APBN, sementara pembiayaan neto sama, maka SiLPA akan meningkat.  Secara umum, defisit yang lebih rendah ini merupakan kinerja pelaksanaan anggaran yang baik. Lebih rendahnya defisit paling tidak, diakibatkan oleh :  a) pendapatan negara   (perpajakan) meningkat;  b) belanja negara dapat dieksekusi lebih efisien ; c) namun bisa juga karena kinerja belanja yang buruk (penyerapan belanja rendah ).

Realisasi SiLPA yang positif menggambarkan terjadinya kelebihan dana pada realisasi APBN, dan akan menambah  SAL. Pada gilirannya,  meningkatnya SAL   dapat digunakan untuk menambah sumber pembiayaan defisit sehingga penggunaan utang akan menurun. Dengan demikian meningkatnya SiILPA akan dapat memperkuat sumber pembiayaan defisit pada tahun berikutnya.

Namun demikian, meningkatnya SiLPA secara terus menerus dalam pelaksanaan APBN harus di waspadai dan dimaknai secara hati-hati. Penyebab  terjadinya SILPA akan menentukan kualitas pengelolaan fiskal dalam tahun berkenaan.

Bila SiLPA meningkat karena kinerja belanja buruk (penyerapan rendah), sementara variabel lain tetap, maka dapat dimaknai bahwa terdapat belanja yang tertunda, yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

SiLPA yang disebabkan rendahnya penyerapan anggaran dari kementerian dan lembaga (K/L) perlu diwaspadai mengingat kejadian ini menunjukkan kualitas pelaksanaan anggaran yang tidak maksimal. Kondisi ini menunjukan ketidak mampuan K/L dalam mengeksekusi belanja yang direncanakan. Secara makro, menimbulkan biaya tambahan bagi perekonomian karena dana penerimaan pembiayaan yang sebagian diperoleh dari utang, tidak dapat dimanfaatkan. Sementara biaya utang sudah terlanjur harus dikeluarkan.

Dengan demikian untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat, eksekusi belanja negara harus terus ditingkatkan. K/L harus melakukan monitoring dan evaluasi dengan lebih ketat atas pelaksanaan belanja yang sudah dianggarkan. Saran dan temuan dari internal dan eksternal auditor yang berkaitan dengan lambatnya penyerapan anggaran, harus menjadi agenda penting dalam pengelolaan belanja K/L.

Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) harus terus meningkatkan kualitas monitoring pelaksanaan anggaran dengan terus menyempurnaan Indikator Kinerja Pelaksanaan  (IKPA) seluruh K/L selaku pengguna anggaran (PA).

Di masa krisis,  realisasi SiLPA yang tinggi  akan memperkuat sumber pembiayaan defisit pada tahun berikutnya. SiLPA akan memperkuat SAL sehingga mampu menurunkan utang. Namun secara filosofis, SiLPA yang disebabkan karena lambatnya penyerapan anggaran mengindikasikan pengelolaan belanja K/L yang lambat, sehingga eksekusi proyek dan kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tidak maksimal.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…