Pajak Karbon dan Komitmen Net Zero Emission (NZE) Indonesia

 

Oleh: A. Muhammad Noor, PenyuluhPajak Ahli Madya Kanwil DJP Jakarta Timur *)

 

Untuk pertama kalinya, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan negara-negara G20.Presidensi G20 berlangsung selama setahun penuh, mulai dari 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022.

Forum internasional yang dibentuk pada 26 September 1999 ini merupakan forum yang terdiri dari 20 (duapuluh) negara G20 bertujuan untuk mendiskusikan kebijakan terkait stabilitas ekonomi  global. Indonesia telah menjadi anggota G20 sejak awal berdirinya forum ini, yaitu sejak 1999. Serah terima keketuaan (handover) sendiri berlangsung pada KTT G20 di Roma, Italia pada  31 Oktober 2021,di mana serah terimanya dilakukan oleh PM Mario Draghi (Presidensi Italia) kepada Presiden Joko Widodo.

Pertemuan pertama G20 yang dihadiri para menteri keuangan dan gubernur bank sentral membahas perubahan iklim. Sebagaimana diketahui,Indonesia tergabung sebagai salah satu negara yang menyepakati Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang ditandatangani oleh 196 negara.

Ada tiga poin penting dari perjanjian tersebut. Pertama, menahan laju peningkatan temperatur global hingga cukup di bawah 2 (dua) derajat Celsius dari angka sebelum masa Revolusi Industri, dan mencapai upaya dalam membatasi perubahan temperature hingga setidaknya 1,5 derajat Celsius, karena memahami bahwa pembatasan ini akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak dari perubahan iklim.

Kedua,meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim, meningkatkan ketahanan iklim, dan melaksanakan pembangunan yang bersifat rendah emisi gas rumah kaca tanpa mengancam produksi pangan.

Ketiga, membuat suplai finansial yang konsisten demi tercapainya pembangunan yang bersifat rendah emisi gas rumah kaca dan tahan terhadap perubahan iklim.

Jalan Tengah

Salah satu cara Indonesia untuk berpartisipasi dalam upaya mengurangi emisi karbon (CO2) adalah melalui pengesahan Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang didalamnya, terdapat Pasal 13 yang mengatur khusus tentang pajak karbon.

UU HPP menyebutkan bahwa pajak karbon dikenai atas emisi karbon yang memberikan dampak negative bagi lingkungan hidup. Pengenaan ini dilakukan dalam rangka mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung pencapaian nationally determined contribution (NDC) Indonesia. Sebagaimana diketahui, karbon berdampak negatif bagi lingkungan hidup,antara lain penyusutan sumber daya alam, pencemaran, dan kerusakan lingkungan hidup.

Penerapan pajak karbon sejatinya berlaku mulai April 2022 dan diterapkan pada sektor pembangkit listrik yang terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. Peningkatan harga batubara yang hampir menyentuh di angka USD 400 pada Oktober 2022 dibandingkan pada kondisi awal tahun (USD 150), sedianya menjadi momentum yang baik terkait penerapan pajak karbon.

Namun demikian,pada Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2022 (13/10), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa penerapan pajak karbon sementara ditunda dan mulai akan berlaku pada 2025. Penundaan pajak karbon ini pun merupakan penundaan yang ketiga kalinya setelah rencana awalnya.

Walaupun pemerintah telah memitigasi dua sektor prioritas yang menjadi sasaran penurunan emisi ini, yaitu sektor energi dan transportasi serta sektor kehutanan yang secara keseluruhan kedua sektor ini dapat mencapai 97% dari total target penurunan emisi gas rumah kaca.

Adanya penundaan pajak karbon memacu pemerintah untuk menyusun ulang strategi penurunan emisi karbon. Indonesia berkomitmen menurunkan tingkat emisi karbon sebesar29% yang berasaldariusahasendiridanpenurunantingkatemisisebesar41% yang diperoleh dari dukungan internasional. Keduanya harus dicapai paling lama tahun 2030.

Untuk itu, kesiapan penyusunan peraturan pelaksanaan UU HPP harus segera dituntaskan. Sehingga, pada saat diterapkan,potensi pajak karbon dapat direalisasikan dalam bentuk penerimaan negara dan dikembalikan penggunannya untuk mereduksi efek rumah kaca.

Efek dari penundaan pajak karbon ini jangan sampai mengganggu komitmen pemerintah dalam upaya menahan laju peningkatan temperatur global hingga di bawah dua derajat Celcius sesuai Perjanjian Paris. Hal ini setali tiga uang dengan janji Indonesia mewujudkan netralitas karbon (NZE) selambat-lambatnya tahun2060. *)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

BERITA TERKAIT

Indonesia Perkuat Peran Global Lewat Konferensi ke-19 PUIC

  Oleh: Laras Indah Sari, Pemerhati Kebijakan Internasional   Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai kekuatan diplomasi strategis di dunia Islam…

Strategi Peningkatan Daya Beli Upaya Penguatan Ekonomi Nasional

    Oleh : Jodi Mahendra, Pengamat Kebijakan Publik     Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah…

Menyoal Hitung Kerugian Negara Kasus Tom Lembong

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik   Ketika Tom Lembong ditersangkakan merugikan keuangan negara Rp578 miliar melalui…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Perkuat Peran Global Lewat Konferensi ke-19 PUIC

  Oleh: Laras Indah Sari, Pemerhati Kebijakan Internasional   Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai kekuatan diplomasi strategis di dunia Islam…

Strategi Peningkatan Daya Beli Upaya Penguatan Ekonomi Nasional

    Oleh : Jodi Mahendra, Pengamat Kebijakan Publik     Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah…

Menyoal Hitung Kerugian Negara Kasus Tom Lembong

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik   Ketika Tom Lembong ditersangkakan merugikan keuangan negara Rp578 miliar melalui…