Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dalam dua bulan berturut-turut menunjukkan indikasi ancaman inflasi semakin kentara di depan mata. Pertama, BI menaikkan BI7DRR ke level 3,75% pada Selasa (23/8), setelah 18 bulan bertengger di posisi 3,5% yang merupakan level terendah sepanjang sejarah. Kedua, BI kembali menaikkan suku bunga acuan tersebut 50 bps menjadi 4,25% pada Kamis (22/9/22).
Dewan Gubernur BI menyebut kenaikan suku bunga acuan itu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking atau pemenuhan asas antisipatif untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan inflasi pangan (volatile food), serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Keputusan tersebut pada intinya bermuara pada ketidakpastian situasi pasar keuangan global masih tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin menguat belakangan ini.
Tidak hanya itu. Kebijakan suku bunga acuan BI itu juga terkait erat dengan tren inflasi global. Perang Rusia-Ukraina, masalah rantai pasok logistik, cuaca ekstrem, serta terganggunya kegiatan produksi di berbagai negara telah memicu lonjakan harga komoditas pangan dan energi di seluruh dunia. Inflasi yang tinggi dapat berujung pada stagflasi (pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari inflasi, bahkan minus) di berbagai negara.
Fakta inflasi tinggi juga akhirnya memaksa Bank Sentral AS (The Fed), menaikkan suku bunga. Tahun ini, The Fed telah empat kali menaikkan Fed funds rate (FFR) ke level 2,25-2,50%. Diperkirakan di pengujung 2022, FFR diperkirakan berada di level 3-4%. Kebijakan The Fed mempertahankan suku bunga tinggi sebagai upaya menekan laju inflasi yang di Juli 2022 mencapai 8,5% (yoy), bahkan sebulan sebelumnya tembus 9,1%, tertinggi dalam dempat dekade terakhir. Padahal, ekonomi AS pada kuartal I dan II tahun ini hanya tumbuh masing-masing 3,5% dan 1,6% (yoy).
Jadi, kebijkan BI menaikkan suku bunga acuannya adalah keputusan yang logis. Hal ini tentu terkait dengan kebijakan yang ditempuh The Fed. Apalagi sejumlah bank sentral di negara-negara maju lainnya, termasuk Bank Sentral Eropa (ECB), juga memilih kebijakan moneter ketat untuk mengendalikan inflasi yang sudah mencapai ambang batas double digit.
Nah, bila AS dan sejumlah negara maju lainnya serempak menaikkan suku bunga, maka otomatis negara-negara dunia ketiga (emerging markets), perlu menaikkan suku bunga untuk mencegah pelarian modal (capital flight) yang dapat menggerus nilai tukar dan melambungkan inflasi barang impor (imported inflation). Dikhawatirkan para investor asing keluar dari emerging markets karena investasi di AS dianggap lebih menguntungkan, bila FFR diestimasikan naik hingga ke level 3%-4%.
Patut disadari bahwa ancaman depresiasi rupiah, capital flight, dan imported inflation merupakan hal yang harus diwaspadai dalam kondisi pemulihan ekonomi Indonesia yang telah dicapai dengan susah payah sejauh ini. Karena prestasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan kuartal II-2022 sebesar masing-masing 5,01% dan 5,44% (yoy) bisa tergerus. Pelemahan rupiah jelas akan mendorong inflasi barang impor. Bahaya inflasi akan menggerus pertumbuhan ekonomi, melemahkan daya saing dunia usaha, dan meningkatkan angka kemiskinan. Untuk itu, BI punya ruang untuk menyesuaikan suku bunga acuannya ke level 4,75%-5% pada tahun ini.
Meski demikian, kita sepakat bahwa penaikan suku bunga acuan bisa menjadi pedang bermata dua. Penaikan suku bunga acuan BI itu tidak menjamin perekonomian nasional bakal stabil. Menaikkan suku bunga saat ekonomi baru pulih dari krisis pandemi Covid-19 memang cukup riskan. Risikonya besar karena penaikan suku bunga akan menekan daya beli masyarakat dan dunia usaha, apalagi pemerintah baru menaikkan harga BBM bersubsidi (Pertalite dan Solar). Tinggal pemerintah mau tidak mau harus serius mengurangi laju impornya supaya tingkat daya beli masyarakat di dalam negeri tetap terjaga baik, dan terhindar dari ancaman stagflasi. Semoga.
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…
Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…
Sektor pertanian di dalam negeri memiliki peranan yang vital dalam perekonomian domestik. Sektor pertanian menjadi sektor yang strategis menyediakan bahan…
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…
Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…
Sektor pertanian di dalam negeri memiliki peranan yang vital dalam perekonomian domestik. Sektor pertanian menjadi sektor yang strategis menyediakan bahan…