Belanja Perlinsos, Efektif kah?

 

Ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsi (3/9), kebijakan ini cukup mengagetkan masyarakat luas. Kenaikan harga BBM berimplikasi menyeluruh terhadap tiap tingkatan rantai perekonomian nasional. Tentu inflasi barang dan jasa lainnya pun ikut terdampak dan tidak dapat dihindarkan. Pada beberapa momen di berbagai belahan dunia, kenaikan harga BBM yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan krisis yang mengguncang keutuhan suatu negara.

Ada beberapa alasan mengapa harga BBM bersubsi dinaikkan oleh pemerintah. Salah satu alasan utamanya, adalah BBM bersubsidi dinilai tidak tepat sasaran. Artinya, BBM bersubsidi disebut lebih banyak dikonsumsi oleh mereka yang tidak berhak. Oleh karena itu, apabila subsidi ini terus diberikan maka ketahanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun dapat terganggu.

Sementara untuk menandingi kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah perlu mengorbitkan beberapa program. Salah satunya adalah Belanja Wajib Perlindungan Sosial (Perlinsos) sebesar 2% dari Dana Transfer Umum. Hal tersebut sesuai dengan siaran pers Kemenkeu Nomor SP-124/KLI/2022. Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, pemerintah juga memberikan bantalan yang dilakukan oleh daerah,melalui earmarking Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil), Pemda ini diberikan kewenangan untuk membuat program sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat, dan tentunya ini juga menggunakan data yang telah teruji sebelumnya.

Apa yang diungkapkan petinggi Kemenkeu itu dianggap sejalan dengan arahan Presiden Jokowi ketika mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut,  bahwa uang negara harus diprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu dan pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.

Hal ini tentu akan menjadikan pekerjaan pemerintah bertambah. Di satu sisi, pemerintah harus tetap mengatur kembali ritme distribusi BBM bersubsidi agar benar–benar tepat sasaran. Di sisi lain, pemerintah juga wajib memastikan agar program Belanja Wajib Perlindungan Sosial seperti dijelaskan itu dapat berjalan dengan lancar. Terlebih di tengah sulitnya perekonomian pasca pandemi, masyarakat seakan tidak lagi percaya dengan program – program pemerintah yang sifatnya tidak langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan data survei Charta Politika yang menyebutkan, tingkat kepercayaan terhadap Presiden Jokowi cenderung menurun sepanjang 2022. Pada awal Januari, tingkat kepercayaan menyentuh angka 84,9%, menurun pada Februari 2022 menjadi 81,0% dan terakhir di angka 75,8% di April 2022.

Oleh karena itu pemerintah harus benar–benar menjamin bahwa program Belanja Wajib Perlindungan Sosial Sebesar 2% dari Dana Transfer Umum tepat sasaran dan dapat dirasakan masyarakat secara langsung. Jangan sampai program baru ini justru menjadi ladang baru bagi para pemegang amanah untuk mementingkan kepentingan pribadi maupun golongan seperti halnya program bansos di masa pandemi.

Kebijakan hemat subsisi yang diseimbangkan dengan program bantuan sosial boleh diteruskan, namun harus sesuai dengan harapan yang ditanamkan sejak awal. Fokus pemerintah harus sesuai dengan tujuan mulia pemerintah, bahwa semestinya efektivitas atas pelaksanaan bantuan sosial (bansos) juga sangat diperlukan.

Selain itu, tata cara penyaluran bansos maupun BLT BBM sudah saatnya diubah. Dari cara pengumpulan warga di Kantor Pos yang terlihat tidak tertib dan mengenaskan, mengingat banyak kaum Lansia yang datang untuk mengambil haknya. Kini saatnya pelaksana penyaluran bansos atau BLT BBM mesti datang ke rumah masing-masing penerima, yang tentunya sudah jelas alamat domisilinya. Semoga.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…