Platform Fee, Begini Pendapat Para Pengamat

NERACA

Jakarta - Platform e-commerce, Tokopedia, melakukan pembaruan kebijakan di platform mereka yakni pengenaan biaya jasa aplikasi atau biaya transaksi di setiap transaksi produk non keuangan sebesar Rp 1.000. Hal ini turut menarik perhatian beberapa konsumen melalui media sosial.

Skema pengenaan biaya jasa aplikasi atau biaya transaksi ternyata merupakan hal yang wajar dilakukan oleh perusahaan e-commerce maupun perusahaan layanan pesan antar, baik di level nasional maupun global. Sebut saja Amazon, Alibaba, Walmart, Shopee, Grabfood, Gofood, serta Shopeefood, merupakan perusahaan teknologi yang telah menerapkan skema tersebut guna meningkatkan layanan kepada pelanggan, terutama melalui inovasi serta teknologi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan penerapan biaya jasa aplikasi atau biaya transaksi adalah hal yang lumrah diterapkan oleh platform ekonomi digital.

“Platform fee juga sudah diterapkan di platform ekonomi digital lainnya seperti ride-hailing. Strategi ini juga menurut saya merujuk pada exit strategi Tokopedia untuk bisa segera menghasilkan keuntungan. Terlebih Tokopedia sekarang termasuk perusahaan publik bersama Gojek yang sudah disunahkan mampu memperoleh keuntungan,” tambah Huda.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa penerapan biaya jasa aplikasi atau biaya transaksi tersebut masih wajar selama tidak memberatkan konsumen dan sifatnya tetap dan tidak progresif atau bentuknya persentase.

“Selama tidak memberatkan konsumen dan sifatnya tetap saya rasa masih oke,” ungkapnya.

Penerapan biaya tersebut merupakan strategi dari tiap-tiap perusahaan untuk tetap dapat terus menghadirkan inovasi yang bertujuan untuk menjaga kualitas layananan mereka bagi seluruh konsumennya.

Melihat hal ini,  sangat penting juga untuk perusahaan agar dapat mengomunikasikan kepada para pengguna terkait pengenaan biaya jasa aplikasi atau biaya transaksi di laman check out.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan oleh Tokopedia patut diberikan apresiasi karena besaran biaya jasa aplikasi atau biaya transaksi yang dikenakan ditampilkan di platform sebagai bentuk transparansi kepada seluruh penggunanya.

Terkait dengan e-commerce, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Veri  Anggrijono mengungkapkan Kemendag melalui Ditjen PKTN akan terus menjamin  adanya  kepastian  hukum dalam memberikan  perlindungan  kepada  seluruh konsumen  Indonesia.

“Sebanyak 95,3   persen   atau   8.949   konsumen   membuat   pengaduan   di   sektor   niaga elektronik/niaga-el   (e-commerce).   Banyaknya   pengaduan   di   sektor   ini   seiring   makin intensifnya transaksi elektronik konsumen selama pandemi Covid-19,” ungkap Veri.

 

Pengaduan  di  sektor  niaga-el,  lanjut  Veri, “meliputi  sektor  makanan  dan  minuman,  jasa transportasi,  pengembalian  dana  (refund),  pembelian  barang  yang  tidak  sesuai  dengan perjanjian  atau  rusak,  barang  tidak  diterima  konsumen,  pembatalan  sepihak  oleh  pelaku usaha,  waktu  kedatangan  barang  tidak  sesuai  dengan  yang  dijanjikan,penipuanbelanja daring, serta penggunaan aplikasi media sosialyang tidak berfungsi.”

 

Veri  menambahkan,  dari  total  pengaduan  konsumen,  Kemendag  telah  menyelesaikan  99,2 persen   pengaduan   atau   sebanyak   9.318   pengaduan.

 

Sedangkan,   yang   saat   ini   masih berproses sebanyak tujuh kasus pengaduan.Pengaduan  yang  dinyatakan  dalam  proses merupakanpengaduan  yang  masih  menunggu kelengkapan data dari  konsumen, dalam proses analisis dokumen,  menunggu klarifikasi dari pelaku  usaha  atau  konsumen,  dan  juga  sedang  dalam  proses  mediasi.

 

“Pengaduan  tidak diproses jika konsumen sudah menyampaikan pengaduan yang sama ke lembaga lain seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), pengadilan negeri, atau ke kepolisian,” jelas Veri.

 

Veri  pun menguraikan,  selama  periode  Januari—Desember  2021, aplikasi  pesan Whatsappmenjadi saluran layanan pengaduan konsumen yang paling banyak digunakan yaitusebanyak 8.511   pengaduan.

Saluran   terbanyak   selanjutnya   adalahsurat   elektronik (e-mail) 585 pengaduan, situs  web 268  pengaduan, datang  langsung 8 pengaduan,  surat 5 pengaduan,dan telepon 16 pengaduan.

 

“Penyelesaian pengaduan konsumen akan terus ditingkatkan sebagai  wujud pemerintah hadir  dalam  melindungi  konsumen  Indonesia  dan  menciptakan  konsumen  berdaya, serta pelaku usaha yang tertib,” ungkap Veri.

 

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…