NERACA
Jakarta – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) format lama masih dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2023. "Ini karena belum seluruh layanan administrasi dapat mengakomodasi NPWP dengan format baru," kata Neilmaldrin, seperti dilansir Antara, kemarin.
Ia menjelaskan NPWP format baru yang telah diluncurkan pada 14 Juli 2022 masih digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas, salah satunya untuk dapat masuk ke aplikasi pajak.go.id sampai dengan tanggal 31 Desember 2023. Adapun terdapat tiga format NPWP baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022.
Format pertama yaitu untuk wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Selanjutnya format kedua adalah bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.
Dengan demikian, Neilmaldrin menegaskan implementasi NPWP format baru secara penuh baru akan dimulai pada 1 Januari 2024, saat sistem inti administrasi perpajakan (core tax) sudah beroperasi. "Penggunaan NPWP format baru akan efektif diterapkan secara menyeluruh saat core tax sudah beroperasi, baik di seluruh layanan DJP maupun kepentingan administrasi pihak lain yang mensyaratkan penggunaan NPWP,” ucap dia.
Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengingatkan soal kerentanan kebocoran data terkait integrasi Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Pokok Wajib Pajak. “Perlu dicermati soal integrasi data pajak dan kependudukan bisa muncul masalah kerentanan data bocor,” ujarnya.
Bhima pun mencontohkan beberapa data kependudukan yang pernah mengalami kebocoran sebelumnya seperti data BPJS maupun data NIK yang disetor di e-commerce sebagai bentuk KYC (know your customer). Guna mencegah kebocoran dan penyalahgunaan data tersebut ia meminta Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Dalam Negeri untuk meningkatkan sistem keamanan siber.
“Dirjen Pajak dan Kemendagri soal sistem keamanan siber NIK juga harus lebih ekstra karena kalau bocor bukan hanya bisa disalahgunakan tapi bisa jadi masalah lain karena ada data pajaknya,” ucapnya. Terkait NIK yang resmi menjadi pengganti NPWP, Bhima menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, penggunaan single number dalam NIK membuat fungsi pengawasan menjadi jauh lebih mudah.
Single identity number terbukti ideal dan sudah diterapkan di berbagai negara maju. Petugas pajak pun bisa melihat kepatuhan wajib pajak hanya dengan mengecek NIK. “Dan setelah lahir kan sudah ada NIK, meski belum jadi wajib pajak. Artinya pencatatan pajak akan jauh lebih lengkap dengan time frame yang panjang bagi tiap penduduk. Celah penghindaran pajak bisa ditutup,” jelas dia.
Sementara itu, Peneliti ekonomi senior Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy menilai integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa mempermudah otoritas mengukur kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. “Jika data NIK dikombinasikan dengan data dari program pengampunan pajak baik itu di jilid 1 maupun di jilid 2, maka seharusnya analisa dari otoritas pajak bisa lebih dalam terutama untuk mengukur kepatuhan masyarakat baik di level individu maupun level perusahaan,” katanya.
Yusuf menyebut integrasi antara NIK dan NPWP merupakan inisiasi atau kebijakan yang wacananya sudah pernah muncul jauh sebelumnya. Integrasi tersebut dinilainya memang menjadi penting terutama dalam konteks menyatukan data kependudukan dan data pajak yang nantinya bisa digunakan oleh otoritas terkait terutama dalam memastikan masyarakat telah membayar dan melaporkan pajaknya secara baik dan benar.
“Apalagi saat ini Pemerintah juga sudah melakukan beragam program reformasi perpajakan termasuk di dalamnya tax amnesty yang juga menghasilkan data-data dari para wajib pajak yang mengikuti program tersebut,” ucapnya.
Kendati demikian, ia menegaskan agar pemerintah perlu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pengintegrasian NIK dan NPWP bukan berarti setiap pemilik NIK menjadi wajib pajak. “Banyak ataupun beberapa masyarakat menganggap ketika sudah terdaftar ataupun memiliki NPWP dalam konteks ini sudah diintegrasikan dengan NIK, maka mereka wajib dalam membayar pajak sesuatu hal yang tentu secara konsep tidak tepat dan perlu diluruskan,” jelasnya.
NERACA Jakarta – Isu hoaks masih menjadi daya tarik tersendiri, padahal hal itu bisa menyesatkan dan mengancam fondasi…
Gelar RUPS, ANTM Rombak Pengurus JAKARTA-PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) memutuskan perubahan…
NERACA Jakarta – Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Suntana menyebutkan ada sejumlah perusahaan tertarik melanjutkan proyek kereta cepat Jakarta…
NERACA Jakarta – Isu hoaks masih menjadi daya tarik tersendiri, padahal hal itu bisa menyesatkan dan mengancam fondasi…
Gelar RUPS, ANTM Rombak Pengurus JAKARTA-PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) memutuskan perubahan…
NERACA Jakarta – Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Suntana menyebutkan ada sejumlah perusahaan tertarik melanjutkan proyek kereta cepat Jakarta…