PERHELATAN KTT G7 - Presiden Jokowi: Negara Berkembang Terancam Kelaparan

NERACA

Jakarta – Dalam helatan KTT G7 di Elmau, Jerman pada Senin (27/6) waktu setempat, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa ratusan juta rakyat di negara berkembang terancam kelaparan dan akan jatuh dalam jurang kemiskinan akibat krisis pangan yang timbul sebagai dampak perang yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini.

KTT G7 yang dihadiri oleh pimpinan negara-negara maju dibidang industri seperti Amerika Serikat, Jerman, Italia, Jepang, Kanada dan Perancis, Presiden Jokowi memfokuskan isu pangan. “Presiden antara lain menyampaikan bahwa rakyat di negara berkembang terancam kelaparan dan jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers yang diberikan secara virtual melalui akun YouTube, Selasa (28/6).

Menlu Retno Marsudi mengatakan Presiden Jokowi dalam pernyataannya mencatat ada 323 juta orang pada 2022 menghadapi kerawanan pangan akut, berdasarkan data dari UN World Food Programme. Padahal pangan merupakan permasalahan hak asasi manusia yang paling mendasar, kata Presiden Jokowi. Perempuan dan keluarga miskin menjadi pihak yang paling terkena dampaknya akibat kekurangan pangan

Oleh karena itu, Presiden meminta negara-negara G7 dan G20 dapat berupaya bersama dalam mengatasi krisis pangan. "Di akhir sambutannya di sesi kedua, Presiden menegaskan bahwa (negara) G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk mengatasi krisis pangan ini mulai sekarang," kata Menlu Retno.

Selain menghadiri KTT G7 sebagai partner countries, Presiden Jokowi juga melakukan sekitar sembilan pertemuan bilateral dengan pimpinan negara diantaranya India, Prancis, Kanada, Jerman, Inggris, Jepang, Uni Eropa, serta pejabat IMF. Isu terkait rantai pasok pangan dunia pun tidak luput dibahas oleh Presiden Jokowi di hampir semua pertemuan bilateral itu.

Menurut Kepala Negara, dunia tidak memiliki waktu yang panjang untuk menyelesaikan gangguan rantai pasok pangan yang disebabkan dari kelangkaan dan kenaikan harga komoditas pangan serta pupuk. Dalam sejumlah pertemuan bilateral itu, Presiden Jokowi sangat jelas membawa suara negara-negara berkembang, sebagai yang paling terdampak krisis pangan dari perang di Ukraina. "Jika dunia tidak bersatu untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka yang paling merasakan dampaknya adalah ratusan juta atau bahkan miliaran penduduk negara berkembang," kata Presiden Jokowi seperti dikutip Menlu Retno Marsudi.

Bagaimana dengan ketahanan pangan di Indonesia? Global Food Security Index 2021 menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 113 negara. Indeks ini juga menunjukkan Indonesia berada di peringkat 113 dari 113 dalam kategori Sumber Daya Alam dan Ketahanan, yang dapat diartikan Indonesia memiliki kerentanan terhadap risiko sumber daya alam, perubahan iklim, dan adaptasi terhadap risiko-risiko tersebut. Selain itu, Indonesia menempati peringkat ke-54 dalam kategori Keterjangkauan dan peringkat ke-95 dalam kategori Kualitas dan Keamanan.

Maka dari itu, Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai perlu reformasi kebijakan pertanian secara menyeluruh dan mendesak untuk mencegah krisis pangan yang disebabkan oleh konflik geopolitik global serta ancaman perubahan iklim serta permasalahan produktivitas. “Diperlukan pemahaman dari semua pihak kalau sistem pangan itu kompleks, terdiri atas produksi, distribusi, rantai pasok, dan juga perdagangan internasional. Membenahi salah satu saja tidak akan cukup karena semuanya saling menopang dalam memastikan ketersediaan pangan untuk konsumen,” kata Kepala Penelitian CIPS Felippa Ann Amanta.

Felippa menjelaskan, peringkat-peringkat tersebut merefleksikan bahwa kebijakan pertanian yang sudah dijalankan perlu dievaluasi dan diadaptasi supaya bisa menjawab tantangan dari risiko-risiko yang ada. Swasembada yang seringkali dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan pertanian, sudah tidak relevan untuk Indonesia.

“Terus bertambahnya jumlah populasi dan terus berkurangnya luas lahan pertanian sudah menunjukkan ada keterbatasan pada daya dukung lahan untuk menyediakan pangan bagi ratusan juta penduduk. Kita perlu memanfaatkan keterbatasan yang ada dengan metode yang lebih efisien dan tidak membahayakan lingkungan,” kata Felippa.

Dia menambahkan bahwa kebijakan pertanian perlu diarahkan pada intensifikasi yang fokus pada pemanfaatan lahan yang sudah ada dengan menggunakan input pertanian berkualitas. Kebijakan ini dapat mendukung sistem pertanian berkelanjutan dengan memastikan lingkungan bisa terus memberikan manfaat kepada manusia, dengan cara-cara yang aman. bari

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…