Risiko Stagflasi Global Masih akan Membayangi Ekonomi

 

NERACA

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengingatkan risiko stagflasi global masih akan membayangi ekonomi Indonesia ke depan, meskipun telah banyak pemeringkat internasional yang masih sangat yakin dengan ekonomi di Tanah Air salah satunya S&P Global Ratings. Adapun S&P baru saja menaikkan peringkat proyeksi ekonomi Indonesia dari negatif ke stabil.

"Kami melihat situasi global ini masih sangat rentan sekali sehingga memang asumsi makro kita masih sangat rentan," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta, Senin (27/6).

Ia menegaskan BI sendiri akan sangat berfokus kepada inflasi yang tahun ini kemungkinan akan melewati target dua persen sampai empat persen di tahun 2022, yakni di atas empat persen. Namun, inflasi akan kembali ke target pada tahun 2023 yakni dalam rentang dua persen sampai empat persen.

Oleh karena itu, BI akan terus mewaspadai tekanan inflasi ke depan, khususnya dari inflasi harga bergejolak dan dampak pada ekspektasi inflasi. “Dalam hal ini kami akan gunakan seluruh kebijakan yang kami miliki, termasuk penyesuaian suku bunga apabila terdapat tanda-tanda kenaikan inflasi inti," tuturnya.

Destry mengatakan saat ini inflasi inti masih berada dalam kisaran 3,6 persen dan BI akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Selain itu, fokus bank sentral lainnya saat ini adalah nilai tukar rupiah yang saat ini sedang mengalami tekanan cukup tinggi.

Kendati kini terdepresiasi, dirinya memperkirakan tekanan kurs Garuda pada tahun 2023 akan lebih reda didukung kondisi fundamental dalam negeri, defisit transaksi berjalan yang lebih relatif kecil tahun 2022 dan 2023, cadangan devisa yang masih kuat, serta prospek perekonomian yang tetap baik.

Adapun kebijakan BI ke depan adalah akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental dari kurs Garuda tersebut untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan makro ekonomi.

Disisi lain, laporan Indonesia Economic Prospect (IEP) Bank Dunia Juni 2022, perekonomian Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1 persen di tahun 2022 dan naik menjadi 5,3 persen di tahun 2023. Proyeksi Bank Dunia ini didasarkan pada beberapa faktor pendukung, seperti kepercayaan konsumen yang meningkat, nilai tukar perdagangan (terms of trade) yang lebih baik, dan lonjakan permintaan yang tertahan (pent-up demand).

“Proyeksi ini masih sejalan dengan rentang outlook pertumbuhan ekonomi Pemerintah. Ini membuktikan bahwa resiliensi Indonesia masih terjaga di tengah peningkatan risiko global,” ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

Menurut Bank Dunia, pemulihan ekonomi Indonesia masih berlanjut meski di tengah situasi global yang semakin menantang, baik karena tekanan inflasi dunia, pengetatan kebijakan moneter eksternal, maupun pemburukan kondisi perekonomian global. Setelah mampu tumbuh 3,7 persen di tahun 2021, momentum pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut hingga triwulan I-2022. Pertumbuhan ekonomi tercatat cukup tinggi di tingkat 5,0 persen, meski sempat mengalami gelombang Omicron.

Meskipun demikian, Bank Dunia menyampaikan bahwa Indonesia perlu mengantisipasi jika kondisi global memburuk, seperti tercermin dalam laporan Global Economic Prospect Juni 2022. Yaitu kondisi di mana pertumbuhan ekonomi global melambat signifikan dari 5,7 persen di tahun 2021 menjadi hanya 2,9 persen di tahun 2022 akibat eskalasi berbagai risiko, seperti inflasi yang tinggi yang memicu pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara saat ini. Selain itu, juga adanya kekhawatiran atas kerawanan ketahanan pangan dan kemiskinan akibat terbatasnya pasokan dan tingginya harga pangan dunia.

Di sisi lain, inflasi Indonesia di tahun 2022 diprediksi oleh Bank Dunia akan mencapai 3,6 persen. Proyeksi ini masih dalam rentang target inflasi Bank Indonesia dan asumsi makro dalam APBN sebesar 2 hingga 4 persen. “Rasio defisit APBN terhadap PDB Indonesia pun diproyeksi secara lebih optimistik oleh Bank Dunia di tingkat 3,7 persen (postur APBN 2022 baru: 4,5 persen) mencerminkan optimisme konsolidasi fiskal yang lebih baik,” tutup Febrio.

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…