Pasar Obligasi Masih Dihantui Sentimen The Fed

NERACA

Jakarta – Ancaman inflasi dan tren kenaikan suku bunga global menjadi sentiment yang bakal menghantui pasar obligasi Indondesia kedepannya. Meski demikian, kondisi ekonomi domestik yang terjaga akan menjadi katalis positif yang menahan sentimen dari luar. “Pasar obligasi masih cenderung volatil pada sisa tahun 2022. Hal tersebut seiring dengan kondisi ketidakpastian global yang akan menekan pasar obligasi dalam negeri,”kata Head of Research & Market Information Department PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Roby Rushandie di Jakarta, kemarin.

Disampaikannya, salah satu sentimen penekan pasar surat utang Indonesia adalah risiko ekonomi global seperti terjadinya stagflasi. Hal ini akan berdampak pada langkah bank sentral global, seperti The Fed di AS untuk meningkatkan suku bunga. Dirinya menjelaskan, jika The Fed menaikkan suku bunga secara agresif sekitar 50–75 basis poin di 4 pertemuan bulanan yang tersisa, maka imbal hasil obligasi AS atau US Treasury akan turut naik.

Kenaikan tersebut akan membuat spread yield SBN dan US Treasury menyempit. “Spread yang mengecil akan memicu investor untuk lebih memilih US Treasury. Selain yield-nya yang cukup besar, US Treasury akan lebih aman dibandingkan dengan SBN kita,” jelasnya

Sentimen lain yang akan mempengaruhi pergerakan pasar surat utang adalah tensi geopolitik Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai serta kelanjutan penanggulangan pandemi virus corona. Di sisi lain, Roby mengatakan, sentimen dari dalam negeri akan menjadi penopang positif terhadap pasar obligasi. Hal ini tercermin dari tren pemulihan ekonomi Indonesia yang cukup baik di tengah kembali melonjaknya pandemi virus corona. “Selain itu, nilai tukar rupiah sejauh ini juga terbilang terjaga meski memang dibayangi risiko outflow asing dari pasar keuangan dan stagflasi negara mitra dagang,” jelasnya.

Outlook pasar obligasi Indonesia juga akan ditopang oleh penurunan defisit fiskal yang terjadi pasa APBN 2022. Hingga April 2022, anggaran Indonesia terpantau surplus 0,58 persen, berbanding terbalik bila dibandingkan dengan periode Januari – April 2021 dengan defisit 0,8 persen. Lebih lanjut, kelanjutan burden sharing antara Bank Indonesia dan pemerintah pada tahun ini dapat menjaga kondisi pasar surat utang Indonesia. “Keyakinan investor juga akan terjaga karena rating utang Indonesia yang terjaga, bahkan outlook Indonesia juga naik menjadi stabil oleh Standard & Poor’s,” ujarnya.




 

BERITA TERKAIT

Kemana Jasa Marga dan PUPR? - Stasiun Whoosh Karawang Belum Beroperasi

Stasiun Kereta Cepat Whoosh Karawang hingga kini masih belum bisa digunakan sebagai tempat pemberhentian meski sebenarnya sudah rampung. Penyebabnya karena…

PGEO Beri Kesempatan Setara Bagi Perempuan

Dalam rangka memperingati hari Kartini dan mendukung kesetaraan perempuan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) juga memberikan kesempatan yang luas…

Hasil Keputusan MK Hambat Penguatan IHSG

NERACA Jakarta -Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa yang dilayangkan pasangan calon (paslon) capres dan cawapres No.1 dan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Kemana Jasa Marga dan PUPR? - Stasiun Whoosh Karawang Belum Beroperasi

Stasiun Kereta Cepat Whoosh Karawang hingga kini masih belum bisa digunakan sebagai tempat pemberhentian meski sebenarnya sudah rampung. Penyebabnya karena…

PGEO Beri Kesempatan Setara Bagi Perempuan

Dalam rangka memperingati hari Kartini dan mendukung kesetaraan perempuan, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) juga memberikan kesempatan yang luas…

Hasil Keputusan MK Hambat Penguatan IHSG

NERACA Jakarta -Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa yang dilayangkan pasangan calon (paslon) capres dan cawapres No.1 dan…