Bekerjasama Dengan ACT - Pemkot Jaktim Bejibaku Tekan Jumlah Penderita Stunting

Tekan jumlah penderita stunting atau kegagalan pertumbuhan badan anak, pemerintah kota Jakarta Timur (Pemkot Jaktim) menggandeng organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk memberikan edukasi dan pelayanan dalam upaya menekan jumlah penderita "stunting""Kita harap tekan terus jangan melihat kita sudah di bawah standar nasional. Ditekan terus bagaimana Jakarta Timur bebas dari stunting sebelum target 2030," kata Wali Kota Jakarta Timur, Muhammad Anwar di Jakarta, kemarin.

Saat ini, angka stunting di wilayahnya mencapai 13,4 % atau di bawah angka standar nasional 14% yang ditetapkan pemerintah. Meskipun demikian, kata Anwar, membebaskan suatu daerah dari kasus stunting sebagai tantangan besar. Terlebih Jakarta Timur termasuk wilayah dengan jumlah penduduk yang padat di DKI Jakarta mencapai 3,2 juta jiwa.

Namun, dia mengatakan, pihaknya telah melakukan upaya pencegahan agar kasus stunting tidak meluas selama bertahun-tahun lewat berbagai program.”Saya sangat apresiasi dan terima kasih kepada Presiden ACT dan CSR lain yang sudah mendukung kegiatan ini yang selama ini turun bersama saya memberikan terutama gizi buruk yang berdampak pada stunting," ujar Anwar.

Sementara itu, Presiden ACT Ibnu Khajar berkomitmen bersama pemerintah, salah satunya Pemerintah Kota Jakarta Timur untuk menangani stunting melalui program "Humanity Medical Services" (HMS). Sebab, Ibnu menyebut stunting memberikan dampak panjang terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang.”Jika kualitas SDM buruk akibat stunting, masa depan Indonesia menjadi taruhan. Cita-cita mewujudkan Indonesia Emas di 100 tahun kemerdekaan dan menjadi bangsa yang maju bisa terhambat,” tutur Ibnu.

 

Menjaga Mental

 

Sementara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa kondisi mental dan emosional menjadi salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan orang tua saat mengoptimalkan tumbuh kembang seorang anak.“Kapasitas orang tua dan kondisi lingkungan yang baik, akan memungkinkan seorang anak tumbuh dan berkembang secara optimal,” kata Program Officer Bidang Program dan Kegiatan Sekretariat Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Pusat BKKBN, Lucy Widasari seperti dikutip ANTARA.

Dia mengatakan, lingkungan pertama yang akan dikenal secara mendalam oleh seorang anak adalah unit terkecil di dalam masyarakat yakni keluarga. Kemudian anak akan mendapatkan banyak pengalaman hidup tambahan melalui sekolah dan teman-teman bermainnya dalam intensitas yang sedikit."Keluarga merupakan tempat utama bagi seorang anak untuk menanamkan pendidikan, penguatan karakter anak dan pendirian melalui pengasuhan yang berkualitas," jelasnya.

Dalam mengasuh seorang anak, katanya, berbagai tindakan yang dilakukan oleh orang tua akan berdampak pada sisi psikologisnya. Pola asuh yang salah dan seringkali ditemukan pada keluarga di Indonesia misalnya memaksa anak untuk makan dengan kata-kata yang menakutkan. Hal tersebut kemudian dapat menakuti dan secara terpaksa membuat anak menurut. Padahal perhatian orang tua pada saat memberikan makan kepada anak seharusnya jadi waktu untuk memperkuat hubungan intim dengan seorang anak.

Dia mengatakan, kesalahan lain yang sering terjadi dalam pola asuh keluarga adalah hanya berbicara mengenai asupan yang sehat dan seimbang saja. Bukan memperhatikan hal terpenting dari pola asuh makan yakni besar jumlah asupan gizi pada makanan anak. Menurut dia kedekatan emosional yang dibangun oleh ibu dengan bayi melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, juga berpengaruh terhadap kecerdasan sosial bayi nantinya.”Memberikan ASI maksudnya menyusui ya. Ini berbeda dengan pemberian ASI perah karena ada bonding atau kedekatan emosional yang terjalin antara ibu dan bayi dan tentunya berpengaruh terhadap kecerdasan sosial dari bayi. Kemudian ada hormon dari skin to skin contact yang akan mempengaruhi perilaku pengasuhan ibu,” kata Lucy yang juga menjabat sebagai pakar gizi dan nutrisi itu.

Dengan memberikan ASI eksklusif, pembentukan empati maternal pada anak dapat menjadi sangat kuat, bayi menjadi tenang dan merasa aman, membentuk sistem kekebalan pada tubuh bayi melalui pemaparan bakteri baik yang terdapat dalam kulit ibu serta mencegah terjadinya kekerdilan (stunting) pada anak selama masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).“Kita ketahui juga bahwa di dalam ilmu pengetahuan terbaru, kontak pertama dengan mikrobiotas ibu apakah dari vagina, ASI, mulut atau kulit itu juga akan menentukan kematangan usus bayi dan tentunya ini akan berpengaruh pada kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Lucy Widasari.

 

BERITA TERKAIT

Peduli Lingkungan - SML Resmikan SVM, Penukar Sampah Botol Plastik

Wujudkan komitmen bisnis berkelanjutan dan ramah lingkungan, Sinar Mas Land (SML) melalui Living Lab Ventures (LLV) menggandeng Plasticpay, sebuah startup…

Semarak Halal bil Halal - FIFGroup Berbagi Kebahaagiaan Bersama 35 Panti Asuhan

Setelah perayaan hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah, penting untuk tetap menghidupkan semangat kebaikan dan saling berbagi kepada sesama. Dalam…

Gen-Z dan Milenial Pilar Penentu Pengelolaan Hutan Lestari

Generasi muda yang masuk dalam kelompok umur Gen-Z dan Milenial dinilai memiliki kreativitas dan penuh dengan gagasan inovatif serta mampu…

BERITA LAINNYA DI CSR

Peduli Lingkungan - SML Resmikan SVM, Penukar Sampah Botol Plastik

Wujudkan komitmen bisnis berkelanjutan dan ramah lingkungan, Sinar Mas Land (SML) melalui Living Lab Ventures (LLV) menggandeng Plasticpay, sebuah startup…

Semarak Halal bil Halal - FIFGroup Berbagi Kebahaagiaan Bersama 35 Panti Asuhan

Setelah perayaan hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah, penting untuk tetap menghidupkan semangat kebaikan dan saling berbagi kepada sesama. Dalam…

Gen-Z dan Milenial Pilar Penentu Pengelolaan Hutan Lestari

Generasi muda yang masuk dalam kelompok umur Gen-Z dan Milenial dinilai memiliki kreativitas dan penuh dengan gagasan inovatif serta mampu…