Oleh: Sarwani, Pengamat Kebijakan Publik
Setelah puasa laba dalam dua tahun terakhir akibat didera pendemi Covid-19, para pengusaha dan pedagang mencoba meraup keuntungan dari kedatangan bulan suci Ramadan, waktu dimana konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat signifikan, menyusul pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah.
Pengusaha makanan dan minuman sudah lebih dulu curi start jauh sebelum Ramadan tiba dengan menghipnotis masyarakat betapa nikmatnya jika sahur atau berbuka mengkonsumsi produk mereka. ‘Penyadaran’ (awareness) tersebut dijejalkan melalui Iklan-iklan di media elektronik, media cetak, dan media sosial.
Tujuan akhir dari ‘penyadaran’ tersebut jelas, yakni meningkatnya penjualan produk mereka. Pendapatan ekstra pada bulan Ramadan kali ini diharapkan bisa mengkompensasi penerimaan yang merosot tajam dalam dua tahun terakhir.
Semakin banyak penjualan mereka pada Ramadan kali ini, maka kerugian semakin cepat dapat ditutup. Tak hanya jumlah yang menjadi target kenaikan, harga pun ikut ‘disesuaikan’ dengan alasan meningkatnya permintaan. Tak pelak harga barang-barang di pasar merangkat naik.
Tak mengherankan jika inflasi pada bulan ini diperkirakan meroket dan akan menjadi yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Selain inflasi bulanan, konsensus pasar yang dihimpun oleh sejumlah media ekonomi menunjukkan adanya kenaikan inflasi tahunan secara signifikan. Pada Maret, inflasi secara tahunan diperkirakan menembus 2,6 persen.
Sejumlah barang yang belakang ini meningkat harganya menjadi penyumbang inflasi, terutama yang berkaitan dengan bahan makanan yang menjadi kebutuhan rumah tangga seperti telur dan daging ayam ras, cabai rawit, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, gula pasir, tahu, tempe, dan daging sapi. Ditambah lagi dengan emas perhiasan, sabun detergen bubuk/cair, angkutan udara, jeruk, hingga rokok kretek filter.
Maret adalah musim panen raya dimana biasanya inflasi rendah. Namun kali ini sebaliknya, karena dekat dengan kedatangan bulan Ramadan yang jatuh pada awal April, dampak perang Rusia-Ukraina, dan melejitnya harga minyak goreng.
Pada pertengahan Maret pemerintah memutuskan untuk melepas harga minyak goreng sesuai mekanisme pasar dan menghapus ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET). Jika sebelumnya pemerintah menetapkan HET minyak goreng kemasan senilai Rp14.000 per liter, begitu harganya dilepas ke pasar, melonjak ke kisaran Rp25.000 per liter.
Perang Rusia-Ukraina yang dimulai Februari lalu memicu lonjakan harga energi seperti minyak dan gas, menyeret harga komoditas pangan dan energi di tingkat global ke level yang lebih tinggi. Peningkatan harga energi membuat harga BBM non-subsidi ikut naik. Pertamina pun lantas menaikkan harga penjualannya untuk Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex pada awal Maret yang berdampak pada peningkatan biaya transportasi.
Emas turut pula memberikan kontribusi pada kenaikan inflasi kali ini. Harga emas terus membumbung naik. Perang Rusia-Ukraina menimbulkan ketidakpastian mengenai prospek ekonomi global, mendorong investor untuk mengumpulkan aset yang dinilai aman (safe haven) seperti emas.
Kenaikan inflasi juga dipicu oleh meningkatnya mobilitas masyarakat, menyusul kebijakan pemerintah melonggarkan PPKM yang membuka peluang bagi sekolah, pusat belanja maupun perkantoran menaikkan kapasitas keterisian menjadi 75 persen.
Inflasi tentu menjadi momok bagi rakyat kecil yang membuat kemampuan daya beli mereka merosot. Pemerintah harus dapat mengendalikan harga bahan pangan dan kebutuhan pokok agar terjangkau oleh rakyat. Mengandalkan bantuan sosial untuk menolong mereka tidak akan cukup karena ada batasnya.
Apalagi kenaikan inflasi diperkirakan masih berlanjut pasca-Lebaran disebabkan meningkatnya permintaan sejalan dengan pelonggaran PPKM, ditambah kenaikan yang didorong oleh peningkatan harga energi dan pangan.
Kemampuan pemerintah mengendalikan harga akan menjadi kado istimewa dan rakyat akan menyambut bulan suci Ramadan dengan gembira. (www.watyutink.com)
Oleh: Fajar Dwi Santoso, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan Penetapan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) oleh Mahkamah Konstitusi…
Oleh: Cahyo Widjaya, Pengamat Ekonomi Kerakyatan Presiden Prabowo Subianto secara tegas menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai salah satu…
Oleh: Syafira Nanda, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam membangun fondasi…
Oleh: Fajar Dwi Santoso, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan Penetapan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) oleh Mahkamah Konstitusi…
Oleh: Cahyo Widjaya, Pengamat Ekonomi Kerakyatan Presiden Prabowo Subianto secara tegas menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai salah satu…
Oleh: Syafira Nanda, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam membangun fondasi…