Berdalih Sambut AEC 2015 - Regulasi Dituding "Matikan" Asuransi Lokal

NERACA

Jakarta - Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) menegaskan ekistensi industri asuransi lokal telah tergerus oleh industri asuransi asing. Alasanya karena regulasi yang ada jsutru mendukung langkah tersebut.

Menurut Ketua Umum Apparindo, Nanan Ginanjar, banyaknya perusahaan asuransi asing beroperasi di Indonesia dilakukan melalui cara akuisisi atau merger.“Mereka masuk dengan cara akuisisi atau merger. Itu terjadi karena mayoritas asuransi lokal mengalami kesulitan dana untuk operasional. Namun sisi lain izin usaha mereka masih hidup. Dari sinilah mereka masuk. Contohnya Asuransi Mitrajasa yang dibeli Malaysia. Apalagi, regulasi kita sudah sangat liberal,” ungkap Nanan kepada Neraca di Jakarta.

Hingga semester I-2012, sebanyak 10 perusahaan, baik pialang asuransi maupun pialang reasuransi, tidak beroperasi akibat kesulitan dana. Sementara untuk regulasi yang dimaksud adalah UU No.2/1992 yang menyatakan perusahaan asuransi asing dapat memiliki saham perusahaan asuransi lokal hingga 80%.

Dan sampai sekarang, kata Nanan, Undang-Undang tersebut belum direvisi. Ditambah lagi pada 2014, equity untuk perusahaan asuransi minimal Rp100 miliar dan reasuransi sebesar Rp200 miliar.

Nanan menegaskan, alasan regulasi tidak dapat mengatur karena Indonesia tengah mempersiapkan diri menyambut datangnya Asean Economic Community (AEC) 2015 mendatang. “Kalau direvisi maka akan bertentangan dengan AEC,” tambahnya.

Sementara dampak negatif lain dari masuknya industri asuransi asing ke Indonesia, lanjut Nanan, adalah premi yang didapat akan keluar ke negara asal dimana asuransi itu berasal. Dia lalu memberi contoh Asuransi Allianz dan Asuransi Prudential. “Mereka memang mengikuti aturan Indonesia. Tapi premi yang didapat seperti membayar dividen, misalnya, itu terbang ke induk usahanya di luar negeri. Mengapa demikian, ya, aturan kita yang tak bisa melarang. Harusnya mereka memberikan kontribusi besar ke kita, seperti premi besar yang mereka dapatkan,” ujarnya

Kenakan pajak tinggi

Kendati demikian, dirinya masih ada rasa optimis kalau industri asuransi dan reasuransi lokal bisa dilindungi dari ‘kepungan’ asing, salah satunya, dengan menaikkan pajak tertanggung. “Apalagi kalau mereka yang beroperasi disini tanpa lisensi, harus tambah naik lagi pajak tertanggungnya. Lalu, kalau ada korporasi yang memakai jasa pialang asing, dikenakan juga dong pajak tertanggungnya,” ujarnya

Nanan menilai tujuan dari pengenaan pajak tinggi untuk memproteksi industri asuransi dan reasuransi lokal. Hal ini sangat berbanding terbalik 180 derajat dengan Malaysia dan Singapura, yang memproteksi kedua industrinya.

Selain itu, pemerintah perlu menyuntik modal besar kepada industri asuransi dan reasuransi lokal, sebagai upaya meningkatkan kinerja industri tersebut. Menurut dia, saat ini merupakan momentum yang baik dan tepat bagi pemerintah dalam menempatkan investasi di asuransi. Hal ini perlu untuk mendorong investor lokal tertarik dan berinvestasi di dunia asuransi. “Memang tidak mudah menyuntik modal. Tapi, bila dilaksanakan akan mendukung perkembangan industri asuransi,” tutur Nanan.

Berdasarkan data yang dihimpun Neraca, sepanjang Januari-Juni 2012, total jumlah anggota Apparindo sebanyak 132 perusahaan. Rinciannya, 132 perusahaan pialang asuransi, 26 perusahaan pialang reasuransi, dan empat patungan (joint venture).  **ardhi

 

 

 

BERITA TERKAIT

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…

BERITA LAINNYA DI

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi

Investasi Ilegal di Bali, Bukan Koperasi NERACA Denpasar - Sebanyak 12 lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat secara ilegal di…

Farad Cryptoken Merambah Pasar Indonesia

  NERACA Jakarta-Sebuah mata uang digital baru (kriptografi) yang dikenal dengan Farad Cryptoken (“FRD”) mulai diperkenalkan ke masyarakat Indonesia melalui…

OJK: Kewenangan Satgas Waspada Iinvestasi Diperkuat

NERACA Bogor-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi dapat diperkuat kewenangannya dalam melaksanakan tugas pengawasan, dengan payung…