Pemerintah Belum Putuskan Pinjamkan IMF - Terkait Suntikan US$1 Miliar

NERACA

Jakarta –Pemerintah belum memutuskan memberi pinjaman kepada International Monetary Fund (IFM) sebesar US$1 miliar. “Sebagai anggota IMF, seharusnya kita mesti berpartisipasi memberikan pinjaman. Tetapi, tentunya presiden akan mempertimbangkannya terlebih dahulu terkait kepentingan di dalam negeri dan luar negeri,” kata  Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro di Jakarta,2/7.

Mantan Dekan FEUI ini menambahkan  sedianya dana yang akan diberikan kepada IMF tersebut bukan berasal dari APBN. “Nantinya, IMF akan membuat semacam surat berharga dan negara-negara yang menjadi anggota (IMF) bisa membeli surat berharga itu untuk pengelolaan devisanya,” tukasnya.

Dengan demikian, lanjut dia, kendati pemerintah harus memberikan bantuan kepada IMF, namun dana yang ditempatkan di institusi keuangan internasional itu merupakan aset negara. “Uang untuk IMF itu tetap menjadi milik kita dalam bentuk aset,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis menilai langkah Menteri Keuangan yang berencana memberikan pinjaman kepada International Monetary Fund (IMF) senilai US$1 miliar telah menjebak DPR. Alasanya pemerintah tidak meminta izin terlebih dahulu kepada DPR sebelum menggunkan uang negara. “DPR tidak akan menyetujui rencana pemerintah untuk memberikan pinjaman ke IMF, jika hal itu hanya sebatas pencitraan,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Kebijkan Fiskal (BKF), Dirjen Perbendaharaan, Dirjen Kekayaan Negara di DPR, Jakarta, Senin (2/7).

Menurut Harry, DPR harus melihat dulu manfaatnya terhadap Indonesia. “Kalau alasannya jelas dan logis, maka kami akan mempertimbangkannya. Namun , kalau upaya ini mampu memberikan keuntungan terbesar bagi bangsa, maka kami akan dukung sepenuhnya," tambahnya

Senada dengan Harry, Ketua Komisi XI DPR, Emir Moeis, menilai sejauh ini pihaknya belum mendengar pernyataan langsung dari pemerintah terkait rencana pemberian pinjaman senilai US$1 miliar kepada IMF. "Saya belum mendengar dari pemerintah soal rencana itu. Tetapi, pemerintah harus meminta izin terlebih dahulu dari DPR," ujarnya

Kalau pun pemerintah berkeras untuk merealisir rencananya tersebut, kata Emir, akan sulit bagi anggota DPR untuk menyetujui keinginan memberikan pinjaman kepada institusi keuangan internasional tersebut. Terlebih lagi, pemerintah tengah membutuhkan dana yang besar untuk menjalankan tugas prioritas di dalam negeri untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur.

Emir menilai, keinginan pemerintah untuk memberikan pinjaman kepada IMF tersebut juga tidak sesuai dengan kondisi di dalam negeri di tengah bergejolaknya perekonomian eksternal. "Kami rasa sulit kalau pemerintah mau melakukan itu (memberikan pinjaman ke IMF) sekarang," imbuhnya. **bari

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…