Mewujudkan Birokrasi Kaya Fungsi

 


Oleh: Joko Tri Haryanto, Peneliti BKF Kemenkeu *) 


Di dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), disebutkan perlunya ASN yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik sekaligus bersih dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Syarat tersebut juga menjadi kriteria utama pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi dengan lebih menekankan aspek penciptaan kemandirian daerah di dalam menjalankan seluruh fungsi birokrasi, pelayanan publik dan pembangunan daerah. 

Di Indonesia, ASN juga diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat sekaligus menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa peran dan amanat ASN bukan lagi sekedar menjadi abdi negara pelayan masyarakat namun juga mengemban misi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemuliaan fungsi birokrasi inilah terkadang menjadi sisi kebanggaan tersendiri bagi masing-masing individu yang tidak dapat dikalkulasi dalam hitungan moneter. 

Untuk mewujudkan misi mulai menjadikan ASN sebagai bagian dari reformasi birokrasi, tentu dibutuhkan ASN menjadi sebuah profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya serta wajib mempertanggung jawabkan kinerjanya dalam menerapkan prinsip merit manajemen ASN. Di dalam regulasi tersebut juga memberikan perhatian tentang besarnya tantangan yang dihadapi para ASN khususnya terkait dengan perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan antar jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam proses rekutmen, pengangkatan dan promosi pada jabatan.

Birokrasi Modern

Jika ditarik dalam perspektif birokrasi kontekstual, suatu pemerintahan yang modern dituntut untuk mengutamakan kualitas pelayanan kepada masyarakat melalui peningkatan efektivitas, efisiensi, profesionalisme sekaligus akuntabilitas pemerintahan itu sendiri. Sebagai dampaknya, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, tidak dapat dilakukan secara sepihak dimana karena masyaraknya harus ikut diberdayakan sebagai subyek bukan semata obyek. Dan kinerja aparatur pemerintahan tersebut merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menunjukkan kualitas pelayanan termasuk melestarikan kepercayaan masyarakat selaku stakeholders utama.  

Sayangnya, dalam beberapa pemahaman seringkali masih terjadi pola pikir birokrat sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan publik. Hal ini menyebabkan munculnya kesulitan untuk melakukan perubahan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Hal tersebut menjadi urgen jika dikaitkan dengan pendapat Osborne dan Gaebler, 1996 yang menyebutkan bahwa misi utama dari adanya suatu pemerintahan adalah melakukan perbaikan (pembangunan) bukan hanya mengejar kepentingan uang semata. Misi utama lainnya adalah menyelenggarakan pelayanan publik yang prima kepada seluruh masyarakat. 

Tokoh lainnya, Hughes, 1994, juga menambahkan bahwa pemerintah sesungguhnya memiliki peran yang sangat penting di dalam menentukan standar hidup riil dimana banyak orang menggantungkan diri pada pelayanan pemerintah seperti kualitas pendidikan, kesehatan, transportasi umum, lingkungan, hukum, perencanaan kota dan sebaliknya. 

Komitmen ini hanya dapat dipegang kalau rakyat merasa bahwa pemerintahan yang berjalan masih mengarah kepada upaya untuk melindungi dan melayani masyarakat. Perasaan puas dari masyarakat akan terpenuhi apabila apa yang diharapkan dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah dengan tetap memperhatikan aspek kualitas dan terjangkau.  Urgensi pelayanan umum menjadi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat umum dalam berbagai aspek kehidupannya. 

Dengan demikian, pelayanan publik akan mengalami tuntutan yang semakin meningkat dari masyarakat, khususnya yang terkait dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Gelombang perubahan paradigma administrasi publik yang terjadi di belahan penjuru dunia disaat bersamaan juga tengah melanda Indonesia melalui gerakan reformasi birokrasi karena dirasakan selama ini penyelenggaraan pemerintahan belum sepenuhnya menunjang terwujudnya good governance sehingga reformasi menjadi suatu keniscayaan. 

Dalam beberapa kesempatan, budaya birokrasi struktural sering dianggap penghambat utama upaya meningkatkan kualitas pelayanan tersebut. Beberapa budaya birokrasi struktural yang menghambat diantaranya budaya menunggu perintah atasan, pasif, tidak kreatif, tidak berani mengambil keputusan, malas dan tidak inovatif. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh (Nugroho, 2001) yang menyebutkan bahwa reformasi kultural dianggap sebagai reformasi yang paling sulit namun wajib dilakukan pertama kali karena menjadi bahasa pengantar peletakan proses reformasi di setiap tahap dan bagian. 

Padahal ke depannya, ASN dituntut untuk berperilaku dan berkinerja sama dengan pegawai swasta yang menjunjung tinggi aspek kompetensi dan kualitas profesionalisme. Untuk itulah, peran dari jabatan fungsional ke depannya dianggap menjadi makin penting, mengingat manajemen aparatur sipil negara justru diharapkan lebih diwarnai oleh aspek profesional dari sisi jabatan fungsional dibandingkan aparatur yang bersifat struktural. Jargon yang coba dikembangkan adalah suatu manajemen yang kaya fungsi dalam mendukung upaya profesionalisme aparatur sipil negara dalam menjalankan misi pelayanan prima kepada seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…