Nestapa Pelayaran

 

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Kebijakan pemerintah melarang ekspor batu bara yang hanya berusia beberapa hari telah menimbulkan nestapa bagi perusahaan pelayaran. Dampaknya lumayan akan panjang sepertinya. Misalnya, operator/pemilik kapal harus merogoh kocek sekitar 20.000 hingga 40.000 dollar AS per hari untuk demurrage. Di muka disebutkan bahwa jumlah kapal yang tidak diizinkan angkat jangkar ada lebih dari seratus unit. Terbayang dong berapa besar jumlah total penalti atas keterlambatan bongkar-muat tersebut yang harus dibayarkan operator kepada consignee mereka? Ya, jutaan dollar AS agregatnya.

Kemudian, ada pula kemungkinan – dan ini peluangnya cukup besar – perseteruan hukum antara para pihak: penambang, pembeli dan pengangkut. Dugaan saya, mereka akan berseteru seputar apakah pelarangan ekspor batu bara oleh pemerintah merupakan force majeure atau tidak. Para pihak akan berlomba mengklaim bahwa pelarangan itu merupakan force majeure sehingga pihak bisa berkelit dari kewajibannya masing-masing. Bila penambang, ia akan mengklaim keadaan dimaksud agar bisa menjual batu baranya ke pembeli lain yang harganya lebih tinggi daripada yang sudah ia jual ke pembeli awal.

Jika ia pengangkut/transporter, ia akan mengklaim kebijakan pemerintah melarang kapalnya angkat jangkar merupakan force majeure sehingga bisa terlepas dari membayar demurrage. Begitu seterusnya. Rantainya akan panjang. Bila perseteruan antara para pihak itu hanya terbatas dan tertutup antara mereka, barangkali tidak akan jadi masalah yang serius. Tetapi manakala mereka berseteru di pengadilan, ini baru serius. Soalnya bisa jadi citra Indonesia akan ikut terbawa; terbawa negatif.

Sebagai negara pelabuhan atau port state Indonesia dapat dinilai tidak memiliki penghargaan atas kontrak-kontrak pengangkutan yang sudah dibuat dengan kebijakan pelarangan ekspor batu bara. Tidak bakal ada aksi apa-apa dari mereka yang berseteru tadi atau stakeholder lainnya. Paling-paling hanya menjadi buah bibir tetapi ini cukup dalam menjaga ‘citra buruk’ kita di mata mereka selama ini.

Dari kasus pelarangan ekspor batu bara yang ada, saya menangkap kesan bahwa aspek pelayaran tidak terlalu menjadi perhatian dari para pejabat yang terlibat dalam formulasi kebijakan pelarangan. Padahal, aspek pengangkutan amat sangat terkait dengan pelarangan itu. Persoalannya kini sudah merembet ke sektor pelayaran. Seperti kata pepatah “karena nila setitik rusak susu sebelanga”.

Seharusnya Kementerian Perhubunga itu bertindak saat beleid pelarangan dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dengan mengusulkan kepada sejawatnya itu agar selektif. Tidak seperti sekarang; semuanya digebyah-uyah. Terbukti, banyak dari penambang yang dilarang melakukan ekspor sebenarnya telah memenuhi domestic market obligation (DMO) mereka kepada PLN/IPP. Penyemarataan perlakuan antara kapal-kapal yang sudah memenuhi DMO dan belum dalam penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB) jelas mengirim sinyal buruk kepada komunitas maritim internasional. Entahlah.

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

BERITA LAINNYA DI

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…