Rantai Pasok

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Pandemi dua tahun terakhir berdampak sistemik terhadap semua mata rantai bisnis yang kemudian berpengaruh terhadap fluktuasi harga yang juga dipicu karena distribusi. Jadi, beralasan jika pemerintah mengimbau untuk tidak panik dan tidak resah yang berlanjut berperilaku konsumtif memborong komoditas dengan harga yang melonjak dan membeli bahan pokok makanan di gerai mal pasar tradisional berlebihan (panic buying). Terkait ini dipastikan harga komoditas pangan - bahan baku naik sehingga sangat beralasan jika kemudian memicu sentimen inflasi. Data BPS inflasi 2021 mencapai 1,87% (yoy) atau naik dibanding 2020 yaitu 1,68%.

Meski relatif rendah tetapi laju inflasi tetap harus dikendalikan sehingga besarannya di tahun 2022 tetap relatif aman, apalagi realita kasus minyak goring juga rentan memicu laju inflasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan pemetaan jaminan pasokan dan kepastian ketersediaan bahan baku dan bahan pangan. Artinya jika tidak diantisipasi ancamannya yaitu laju inflasi, sementara ancaman inflasi musiman pada ramadhan –lebaran mendatang sudah pasti menghadang.

Argumen yang mendasari tidak bisa terlepas dari fakta bahwa sejak awal Januari 2022 dan sampai triwulan I 2022 ternyata rawan bencana beruntun mulai banjir, tanah longsor dan sebaran virus corona, termasuk gempa. Imbasnya adalah rantai pasok yang tersendat dan distribusinya semakin terganggu sehingga terjadi perubahan harga secara signifikan. Bahkan sejumlah komoditas pangan - bahan baku juga mulai merangkak naik. Dampak lain yaitu daya beli yang tertekan sehingga rentan memicu kemiskinan. Oleh karena itu dipastikan mulai pekan ini akan ada kelangkaan pasokan bahan pangan dan bahan baku yang tentunya diikuti dengan kenaikan harga. Implikasinya tentu mengarah ke daya beli.

Mencermati situasi yang terus berkembang dari dampak bencana di awal tahun 2022 dan ditambah sebaran pandemi dan dampak erupsi Gunung Semeru akhir tahun 2021 maka pemetaan terhadap semua kebutuhan bahan pangan, bahan pokok dan tentu bahan baku untuk proses produksi menjadi penting karena implikasinya adalah jaminan pasokan dan kontinuitas proses produksi. Setidaknya ketergantungan pasokan bahan baku dari China harus menjadi pembelajaran karena kini keluar masuk produk made in China juga rentan terhadap berbagai kepentingan sosial - ekonomi -politik.

Padahal, kasus ketergantungan impor bawang putih menjadi test case bahwa dominasi dari negara tertentu atas impor komoditas ternyata bisa berakibat fatal. Setidaknya pandemi yang menyebar di sejumlah negara menjadi bukti. Oleh karena itu, perlu komitmen mereduksi ketergantungan agar jaminan pasokan tetap stabil tanpa harus takut dominasi kekuatan pasokan dari negara tertentu yang justru rentan bagi proses produksi dan harga. Jadi kekuatan bilateral secara tidak langsung juga berperan untuk mereduksi ketergantungan pasokan dari satu negara tertentu yang kemudian rentan terhadap fluktuasi harga komoditas.

Data menunjukan bahwa ketergantungan bahan baku dari China relatif cukup tinggi sebab mencapai lebih dari seperempat total impor Indonesia. Jadi, realitas ini sangat berbahaya jika terjadi sesuatu yang rentan terhadap China. Setidaknya perang dagang AS-China yang lalu juga berimbas terhadap perekonomian bilateral dan multilateral. Begitu juga dengan ancaman sebaran virus corona yang ternyata terus berlarut dan semua impor dari China ke berbagai negara dihentikan sementara. Konsekuensinya tentu jaminan pasokan semakin limbung dan harga komoditas terkoreksi yang berpengaruh terhadap inflasi dan akhirnya mereduksi daya beli masyarakat.

Terkait hal ini data Kementerian Perdagangan memberi gambaran bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia-China kian melebar yaitu di tahun 2014 sebesar US$ 13 miliar, 2015 menjadi US$ 14,4 miliar, tahun 2016 US$ 14 miliar dan di 2018 menjadi US$ 18,4 miliar. Jadi pandemi menjadi pembelajaran tentang rantai pasok untuk mengamankan distribusi barang – jasa sehingga jerat inflasi bisa terkontrol.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…