Isu Terkini UU HPP Klaster Perpajakan Internasional

 

Oleh : Hepi Cahyadi SE,MM., Staf KPP Madya Gresik *)

Sesuai dengan namanya Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berfungsi untuk menyingkronisasi dan menciptakan keharmonisan agar tidak tumpang tindih. Tujuan dari UU HPP adalah untuk membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Setidaknya ada empat pasal terkait klaster perpajakan internasional yang disinggung dalam UU HPP.  Empat pasal tersebut antara lain : Pasal 20A UU KUP, Pasal 27C UU KUP, Pasal 18 UU PPh, dan Pasal 32A UU PPh. Mayoritas negara di dunia (yurudiksi perpajakan)  telah menyetujui konsensus penghindaran pajak lintas negara. Di era digital seperti saat ini transaksi lintas batas yuruduksi (cross border) tak dapat dielakkan oleh setiap negara di dunia.  

Pasal 20A UU KUP mengatur tentang Asistensi Penagihan Pajak Global. Pasal ini memberi panduan (guidance) mengenai pemberian bantuan penagihan kepada negara mitra maupun permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra. Bantuan dilakukan secara resiprokal atau secara imbal balik berdasarkan perjanjian internasional. Saat ini terdapat 13 P3B Indonesia dengan negara mitra yang memuat pasal bantuan penagihan (Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela dan Vietnam). Indonesia telah menyepakati posisi reservasi dalam Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters/ MAC) dan beberapa negara mitra telah meminta bantuan Indonesia.

Bantuan penagihan pajak saat ini dilaksanakan dalam bentuk himbauan kepada penanggung pajak berdasarkan permintaan dari negara mitra P3B, namun belum sampai pada tindakan penagihan aktif, karena ketiadaan pengaturan dalam hukum domestik. Pokok yang diatur dalam regulasi baru antara lain Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan atau meminta bantuan penagihan pajak kepada negara/yurisdiksi mitra berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal. Klaim pajak dari negara/yurisdiksi mitra menjadi dasar penagihan pajak. Pemberian bantuan penagihan pajak dilaksanakan sesuai UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Hasil penagihan pajak ditampung dalam rekening pemerintah lainnya sebelum dikirimkan ke negara/yurisdiksi mitra.

Pasal 27C UU KUP mengatur Mutual Agreement Procedure (MAP) Untuk memberikan payung hukum atas proses bisnis prosedur persetujuan bersama atau mutual agreement procedure (MAP) yang sesuai dengan international best practice dan memberikan payung hukum terkait tindak lanjut persetujuan bersama. Berdasarkan peraturan sebelumnya, WP dapat mengajukan MAP, namun proses MAP dihentikan dalam hal telah terdapat Putusan Pengadilan Pajak atau MA, meskipun jika materi sengketa yang diputus dalam Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali bukan merupakan materi yang diajukan prosedur persetujuan bersama. Dalam UU HPP ditegaskan bahwa jika pelaksanaan prosedur persetujuan bersama belum menghasilkan persetujuan bersama sampai dengan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diucapkan, Direktur Jenderal Pajak tetap melanjutkan perundingan, dalam hal materi sengketa yang diputus dalam Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali bukan merupakan materi yang diajukan prosedur persetujuan bersama.

Pasal 18 UU PPh tentang Instrumen Pencegahan Penghindaran Pajak. Untuk memberikan payung hukum yang lebih kuat atas pencegahan penghindaran pajak dari ketentuan yang telah diatur sebelumnya. Isu ini didasari perlunya optimalisasi penerapan instrumen pencegahan penghindaran pajak yang bersifat spesifik, antara lain thin capitalization, CFC, transfer pricing, serta anti stepping dan anti conduit sebagaimana telah tercantum dalam UU saat ini. Upaya penguatan instrumen-instrumen tersebut juga dilakukan dengan tetap menjaga iklim ekonomi dan investasi yang kondusif, misalnya dengan penerapan pembatasan biaya pinjaman tidak hanya dengan menggunakan metode perbandingan rasio utang dan modal, tapi juga metode lainnya yang sesuai dengan international best practice. Adanya spirit untuk mencegah penghindaran pajak dengan melakukan penegasan terutama terhadap transaksi atau skema artifisial yang tidak sejalan dengan prinsip substance over form.

Pasal 18 ayat (1) UU PPh sebelumnya menggunakan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio) namun ketentuan terbaru menyatakan bahwa batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan ditentukan melalui metode penentuan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio), melalui persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak, depresiasi dan amortisasi (earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization) atau melalui metode lainnya.

Regulasi sebelumnya Pasal 18 ayat (3) UU PPh menyatakan bahwa metode penentuan harga wajar yaitu metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Regulasi terbaru Pasal 18 ayat (3) UU PPh menegaskan bahwa metode penentuan harga wajar yaitu 5 metode eksisting ditambah metode perbandingan transaksi independen (comparable uncontrolled transaction method), metode dalam penilaian harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset valuation), metode dalam penilaian bisnis (business valuation).

Regulasi saat ini Pasal 18 ayat (3) UU PPh menegaskan bahwa atas Wajib Pajak yang melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan Wajib Pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis, atau melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meskipun Wajib Pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 (lima) tahun, dapat diterapkan pembandingan kinerja keuangan dengan Wajib Pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis (benchmarking). Pasal 18 ayat (3) UU PPh dulunya belum diatur mengenai secondary adjustment namun sekarang menegaskan bahwa selisih antara nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang tidak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha dengan nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha juga dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak penghasilan.

Pasal 32A UU PPh tentang Konsensus Pemajakan Global. Untuk memberikan payung hukum yang lebih kuat dan melaksanakan perjanjian kesepakatan internasional di bidang perpajakan yang lebih luas sesuai perkembangan lanskap perpajakan internasional yang sangat dinamis. Hal ini ditujukan untuk  mengantisipasi implementasi kesepakatan internasional G-20/OECD terkait penerapan tarif PPh badan minimal secara global (GloBE) dan pajak atas transaksi digital. Upaya antisipasi pengaruh implementasi GloBE terhadap pemanfaatan fasilitas perpajakan antara lain tax holiday dan super deduction yang diterima oleh Wajib Pajak multinasional. Dan terakhir untuk melaksanakan dan mengantisipasi kesepakatan lain misalnya BEPS. Pada tahun 2022 direncanakan untuk Penandatanganan Multilateral Instrument oleh jurisdiksi yang menyetujui konsensus global, dan Implementasi konsensus globalnya tahun 2023. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Jalin Persatuan, Seluruh Pihak Harus Terima Penetapan Hasil PSU

    Oleh: Fajar Dwi Santoso, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan   Penetapan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) oleh Mahkamah Konstitusi…

Koperasi Merah Putih: Program Strategis untuk Penguatan Ekonomi

    Oleh: Cahyo Widjaya, Pengamat  Ekonomi Kerakyatan Presiden Prabowo Subianto secara tegas menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai salah satu…

Pemerintah Tegaskan Komitmen Jangka Panjang Bangun Devisa yang Kuat

    Oleh: Syafira Nanda, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam membangun fondasi…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jalin Persatuan, Seluruh Pihak Harus Terima Penetapan Hasil PSU

    Oleh: Fajar Dwi Santoso, Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan   Penetapan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) oleh Mahkamah Konstitusi…

Koperasi Merah Putih: Program Strategis untuk Penguatan Ekonomi

    Oleh: Cahyo Widjaya, Pengamat  Ekonomi Kerakyatan Presiden Prabowo Subianto secara tegas menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai salah satu…

Pemerintah Tegaskan Komitmen Jangka Panjang Bangun Devisa yang Kuat

    Oleh: Syafira Nanda, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam membangun fondasi…