Menerangi Daerah Terpencil Indonesia dengan Sel Surya - PLN Interkoneksi PLTS ke Jaringan

Indonesia sebagai negara kepulauan, masih ribuan pulau yang belum berlistrik, namun pengadaan BBM untuk kepulauan atau daerah terisolasi transportasinya sulit dan mahal.

 

NERACA

Ada sedikitnya 15 provinsi yang dapat memanfaatkan energi baru dan terbarukan, tetapi tingkat penggunaannya masih kurang  dari 60% , sedangkan beberapa lokasi yang sudah berlistrik, tetapi masa operasinya dalam sehari kurang dari 12 jam.

Oleh karena itu PLN membuat program untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan BBM. Ternyata dengan penggunaan teknologi modul PV, tren biayanya menurun dan efisiensinya meningkat.

Dharma Bakti, manager senior  Energi Baru dan Terbarukan PT PLN, mengatakan hal itu dalam workshop Kebijakan Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terinterkoneksi dengan Jaringan PLN, di Jakarta belum lama ini..

Menurut dia, PLTS agak unik karena besaran kapasitas  daya mampu  (KW) dan waktu      tidak bisa diatur karena sangat bergantung pada alam. Selain itu, Energi (kWh) yang dihasilkan per hari dapat diprediksi di mana untuk PLT Surya , capacity factor-nya  lebih kecil dari 20% /tahun.

Hal itu berbeda dengan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), besar daya dan energi serta waktunya bisa diatur sesuai kebutuhan, kapasitas faktornya lebih besar dari 80%.

Menurut Dharma, kriteria lokasi pembangunan PLTS adalah: Provinsi Indonesia Timur, Barat dan Jawa-Bali, lokasi/daerah yang masih menggunakan PLTD HSD, Ibukota Kab/Kecamatan yang belum berlistrik, rasio elektrifikasi masih lebih kecil sama dengan 60%, daerah terisolasi, pulau terluar dan daerah perbatasan, daerah yang keamanan penyaluran BBM-nya tidak terjamin, transportasinya sulit dan mahal.

 Dia mengatakan desain PLTS yang akan dikembangkan adalah On Grid ( PLTS+ Pembangkit Existing), Hybrid   (PLT S +Battery + PLTD existing), Off Grid (PLT S+ Battery Bank ) /Stand alone.

Dharma mengatakan ada tiga kategori  penerapan PLTS yaitu sistem hibrid (PLTD Existing ditambah PLTS on grid ke sistem besar (terinterkoneksi ke sistem besar), sistem hibrid (PLTS + batteri bank + PLTD Existing) on grid ke sistem kecil (terinterkoneksi ke sistem kecil) dan Off Grid ( PLTS + Battery Bank)/ Stand alone PV.

Untuk kategori pertama dipergunakan untuk beban yang sudah besar di mana beban puncak lebih besar daripada 300 Kw dan PLTS lebih kecil daripada 20% dari beban rata-rata, durasi 24 jam dan IPP.

Untuk kategori kedua (terinterkoneksi ke sistem kecil), beban siang rata-rata dengan beban puncak lebih kecil daripada 300 Kw, PLTS dengan batere operasi 12 jam dan sisa lanjut PLTD, durasi operasi 24 jam per hari, oleh PLN, instansi lain atau IPP.

 

PV grid connected

Sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terkoneksi  dengan jala-jala (PV grid connected) merupakan sistem  di mana keluaran listrik dari PLTS langsung dihubungkan  dengan jala-jala. Pada sistem ini  tidak diperlukan  komponen batere sebagai penyimpan  energi listrik. Sistem ini dapat dipasang pada masing-masing  rumah atau merupakan  sistem PLTS terpusat (PV farm) yang keluaran listriknya  langsung dihubungkan  ke jala-jala.

Untuk sistem  yang dipasang pada perumahan, sumber dari PLTS akan mencatu kebutuhan  beban siang hari. Untuk sistem  perumahan ini adalah adanya keterbatasan lahan di perkoraan, sehingga  rangkaian modul surya ditepatkan  di atas atap. Pada saat PLTS tidak memproduksi listrik, kebutuhan  beban listrik dicatu oleh jala-jala.

Inverter  mengubah arus searah (DC) dari array modul surya menjadi arus bolak-balik (AC). Nama teknis  dari jenis inverter untuk sistem  ini biasa disebut grid interactive  inverter atau biasa disebut juga syncronous  inverter. Jenis grid  interactive  inverters tidak dapat dipakai  pada penerapan sistem PLTS yang berdiri sendiri di mana jala-jala  tidak ada atau jala-jala tidak 24 jam.

Adjat Sudradjat dari Balai Besar Teknologi Energi – BPPT mengatakan hal itu ketika menjadi pembicara dalam workshop Kebijakan Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terinterkoneksi dengan Jaringan PLN, di Jakarta 10 November 2011.

Menurut Sudradjat, pemakaian  PLTS dari hari ke hari semakin meningkat dalam jumlah maupun kapasitas daya setiap unit yang dipasang. Oleh karena itu diperlukan suatu persyaratan teknis yang dituangkan dalam suatu standar teknis.

 

Dalam sistem PLTS yang terhubung dengan jala-jala komponen utamanya adalah rangkaian modul surya yang mempunyai keluaran arus searah (DC), dan kemudian inverter yang mengubah menjadi arus bolak-balik (AC).

Keluaran arus listrik dari rangkaian modul surya berubah-ubah secara terus menerus yang harus dikonversi oleh inverter menjadi arus bolak-balik dengan frekwensi 50/60 Hz.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu inverter yang mempunyai karakteristik dengan faktor keselamatan dan efisiensi yang tinggi. Di samping itu dibutuhkan pula komponen elektrikal dan mekanikal yang mempunyai umur yang relatif panjang.

 

Menurut Adjat, sistem PLTS terinterkoneksi dengan  jaringan PLN terpasang untuk  program PLN tahun 2010 di Bunyu (Kalimantan Timur) 340 kWp as grid tie,

Banda Maluku 100 kWp as a grid tie, Gili Terawangan, Nusa Tenggara Barat 200 kWp as a grid tie.

Untuk Program PLN tahun 2011 dari system PLTS terinterkoneksi diadakan di Lembata (East Nusa Tenggara) 600 kWp as a grid tie, Sebatik (East Kalimantan) 150 kWp as a grid Tie, Bunaken  (15 kWp).

Sedangkan Kementerian ESDM 90 kWp,  Sekolah internasional Jerman di BSD 11,2 kWp Kementerian Diknas 1 kWp, dan BPPT 10,5 kWp.

Menurut  Adjat, Komponen utama pada sistem PLTS Terinterkoneksi dengan jala-jala adalah: Rangkaian Modul surya dan inverter.

 

Adjat mengatakan Inverter untuk sistem PLTS terinterkoneksi dengan jala-jala berbeda dengan inverter untuk sistem yang berdiri sendiri.

Inverter pada sistem ini harus dilengkapi dengan berbagai parameter rangkaian kontrol yang dapat beroperasi dengan tegangan jala-jala yang ada dan memaksa grid untuk menerima daya dari PLTS.

Menurut dia, karena jala-jala biasanya merupakan sumber tegangan dengan impedansi yang rendah maka inverter harus dapat berfungsi sebagai sumber arus. Inverter untuk sistem ini harus juga dilengkapi dengan rangkaian kontrol otomatis anti-islanding.

Menurut Adjat, kinerja sistem PLTS pada umumnya harus dimonitor secara periodik dan untuk waktu yang relatif lama. Hal ini selain diperlukan untuk mengetahui kinerja sistem terpasang juga dapat dipakai untuk membandingkan pemakaian energi di berbagai daerah yang berlainan.

Hasil evaluasi kinerja teknis ini akan dibutuhkan tidak hanya oleh peneliti tetapi akan dibutuhkan oleh para pengambil keputusan, perancang sistem PLTS, operator dan seluruh pemangku kepentingan lainnya.

Safri dari BPPT dalam workshop itu mengatakan grid connected  yang terbaik selama ini adalah produk dari Jerman. Di mana masyarakatnya mendukung sehingga mereka dikenal sebagai One Million Roof (PV), dan mereka membuat PLTS di atas atap rumahnya, dan industri pemerintah mendukung. Perusahaan negara membeli listrik dari PV itu, 2,6 kali lipat dari harga normal.

Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia juga sudah mulai dengan feed  in tariff. Begitu pula Singapura yang tahun depan dengan skema yang lain yaitu model leasing. Dari berbagai konsep in, semua itu bisa berjalan karena pemerintahnya menjadi lokomotif dari program itu.

Menurut dia, pemerintah sudah mempunyai target. Namun rencana tindaknya tidak diketahui, berupa apa? Per tahun apa yang hendak dicapai, tidak diketahui apa rencana tindaknya. Namun hanya ditaruh sebagai target saja. Kemudian perlu didorong bersama untuk grid connected.

Ibaratnya ada suatu sistem yang hendak dikawinkan dengan eksisting sistem di PLN. Hal pertama yang perlu diantisipasi adalah apa yang menjadi prasyarat PLN agar daya yang dibangkitkan dari PLTS ini bisa diterima masuk ke dalam sistem PLN.

Menurut dia, apabila feed in tariff (FIT) hanya ditanggapi sebagai insentif saja, maka orang berlomba-lomba memasang PV di rumah, apa yang terjadi?  Akan kolaps sistemnya, apalagi untuk  jaringan Jawa–Bali. Karena trafo distribusi itu akan menjadi masalah. Pada siang hari beban rendah, matahari tinggi tegangan distribusi sekundernya naik, kalau trafonya automatic akan memerintahkan kisi primer untuk mengubah tegangan, akan mengganggu gardu induk kalau itu terlalu dilepas.

"Karena itu perlu regulasi untuk membatasi seperti itu."

Di Singapura memberi insentif sebesar 30% sebagai hibah, kepada siapa yang mau mengajukan dalam bentuk bidding. Mereka mengajukan desainnya kemudian dibayar 30%, sedangkan sisanya dibayar dari hasil penjualan listriknya. Ini juga beberapa pola yang bisa dipakai, tergantung kemampuan kita. Paling tidak dengan adanya Kementerian ESDM dan kementerian terkait, bisa menentukan rencana tindak sehingga mau tidak mau seluruh stakeholder mendukung itu.

Apabila menyimak program yang diajukan oleh Dharma Bakti, maka ini merupakan penyediaan sistem PLTS dengan jaringan PLN yang energinya dibeli oleh PLN sehingga  mengikuti aturan PLN.

Sehingga untuk sistem yang sifatnya proyek begitu memang perlu persyaratan standar yang lebih kuat. Harus dipastikan apa yang dibeli mempunyai kualitas yang bagus. Kalau dengan sistem FIT dengan standar yang terlalu berat, tidak akan ada yang mau.

Tidak menarik Karena sistem ini akan dimiliki oleh PLN bukan oleh pemerintah. Dan itu dibangun oleh masyarakat sendiri. Listriknya dibeli oleh PLN.

Kalau mau ekstrem, harga listrik ditentukan oleh PLN dan agar  lebih menarik dipakai sistem subsidi silang.

Dengan sistem panel surya itu, akan melibatkan warga lokal yang tergabung dalam karang taruna atau koperasi dan mereka dididik mengenai cara operasional maupun pemeliharaan PLTS itu. Bagi konsumen PLN, jaringan di dalam rumah bukan menjadi tanggung jawab PLN. Namun dalam praktiknya, ketika MCB-nya jatuh memanggil petugas PLN. Korsleting di kamar mandi memanggil petugas PLN.

Petugas PLN terpaksa datang dengan menggunakan sepeda motor untuk menyelesaikan masalah. Itulah sebabnya mengapa PLN banyak sekali menggunakan tenaga outsourcing untuk mengatasi  masalah seperti itu.

Karena itu, kalau kejadian seperti itu berulang terus maka harus ada petugas PLN yang menangani operasinya. PLN adalah salah satu pebisnis di bidang kelistrikan. Jadi masalah sel surya ini bukan hanya PLN saja yang harus menanganinya. Tetapi kalangan masyarakat lain juga harus bisa ikut dilibatkan. (agus)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

Berita Terpopuler